Rabu, 20 November 2013

Peningkatan Kualitas Mangga (On Farm dan Off Farm) untuk Memenuhi Standar Ekspor di Kabupaten Majalengka


BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Keberhasilan petani mangga Indonesia dalam mengekspor buah mangga ke pasar internasional merupakan sebuah kemajuan dalam pengembangan produksi pertanian di negara ini. Namun sepanjang perjalanannya, prestasi tersebut mengalami banyak kendala sehingga menurunkan angka ekspor mangga Indonesia. Kendala yang paling banyak ditemui dalam ekspor buah mangga yaitu penolakan buah mangga karena ketatnya pengawasan standar kualitas oleh beberapa negara, misalnya oleh Negara Singapura dimana Agri-Food and Veterinary Authority (AVA) Singapura menetapkan syarat produk ekspor Indonesia harus memenuhi kriteria: (1) Memenuhi konsep food safety (terutama pesticide residue control); (2) Penerapan manajemen pasca panen yang baik dan penerapan rantai pendingin yang konsisten; (3) Packaging yang ramah lingkungan; dan (4) Sistem pergudangan dan transportasi (logistik) yang baik. Rendahnya kualitas mangga Indonesia salah satunya disebabkan oleh kurangnya teknik budidaya dan penanganan pasca panen yang baik.
Teknik budidaya meliputi pemilihan bibit mangga yang berkualitas, penerapan teknologi pada perawatan tanaman mangga, penerapan GAP (Good Agricultural Practices) dan SOP (Standard Operational Procedure) kebun mangga, sampai kepada penentuan waktu panen serta cara panen. Bibit mangga masih diperoleh petani secara sembarang, tidak memperhitungkan penangkar bibit yang profesional dan telah tersertifikasi oleh Kementerian Pertanian. Penanaman mangga pun belum sepenuhnya dilakukan untuk skala komersial sehingga menyebabkan kurang optimalnya perawatan yang dilakukan petani selanjutnya.
Masih banyak petani yang belum melakukan perawatan pada pohon mangganya atau adapun sudah dilakukan perawatan namun dengan perlakuan yang asal-asalan dan tidak memenuhi kaidah perawatan (GAP dan SOP) yang benar (kurangnya sumberdaya manusia yang terampil). Juga belum membudayanya sanitary and phytosanitary measure di tingkat petani sehingga menyebabkan rendahnya mutu buah mangga ketika masuk pasar ekspor. Kasus lain untuk permasalahan perawatan pohon mangga yaitu adanya sistem sewa per pohon atau sewa per kebun yang berkembang sekitar Tahun 1997-an. Sistem sewa pohon mangga atau kebun mangga banyak menimbulkan permasalahan produktivitas, kualitas pohon, dan kualitas buah mangga. Sistem sewa pohon mangga atau kebun mangga ini banyak yang menggunakan perangsang bunga atau buah sehingga pohon mangga dipaksa untuk terus berproduksi.
Penentuan waktu panen pun masih dikendalikan kondisi alam. Sebagian besar petani belum dapat mengusahakan pertanian mangga off season meskipun teknologi off season ini sudah banyak dikenal petani dan pelaku pemasaran mangga di Kabupaten Majalengka. Disamping itu, masih banyak petani yang belum menerapkan cara pemanenan yang baik ataupun menerapkan teknologi pemanenan guna mencegah cacat pada buah yang akan menurunkan kualitas buah mangga.
Penanganan pasca panen meliputi sortasi, grading, pengemasan (teknologi packing), penyimpanan, pemasaran, serta pengangkutan dan ketepatan pengantaran/ distribusi. Permasalahan pada penanganan pasca panen ini tidak hanya terletak pada sumberdaya manusia (kurangnya keterampilan petani), namun juga keterbatasan sarana dan prasaran yang tersedia misalnya ketersediaan cargo. Menurut Kun Tanti D., dkk (2009), penolakan ekspor buah mangga Indonesia oleh beberapa negara pun dikarenakan waktu tempuh (distribusi) yang cukup lama sehingga begitu sampai di negara tujuan, buah mangga mengalami pembusukan, baik karena lalat buah, antraknosa, maupun chilling injury. Diakui juga, kondisi infrastruktur jalan dan pelabuhan Indonesia masih buruk. Apabila menggunakan jalur udara, maka biaya transportasi untuk saat ini akan sangat mahal dan tidak ekonomis dengan harga jual buah mangga.
Produsen mangga terbesar kedua di Indonesia adalah Jawa Barat. Produksi mangga Jawa Barat pada Tahun 2011 mencapai 357.188 Ton atau sekitar 16,8 % dari produksi mangga nasional. Produksi mangga Jawa Barat mengalami peningkatan produksi dari tahun sebelumnya sebesar 220.083 Ton atau sekitar 160,5 % (BPS Propinsi Jawa Barat, 2012). Adanya peningkatan produksi mangga Jawa Barat tersebut dikarenakan oleh meningkatnya populasi pohon yang produktif dan meningkatkan produktivitas mangga sebesar 91,87 Kg per pohon. Namun, pada Tahun 2010 terjadi penurunan produksi sebesar 65,6 % dari tahun sebelumnya. Produksi mangga Jawa Barat pada Tahun 2009 sebesar 398.159 Ton dan terjadi penurunan produksi pada Tahun 2010 menjadi sebesar 137.104 Ton. Penurunan produksi tersebut dimungkinkan karena faktor cuaca dimana curah hujan pada Tahun 2010 sangat tinggi.
Kabupaten Majalengka merupakan salah satu daerah sentra ekspor mangga di wilayah Jawa Barat selain Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu. Wilayah pengembangan mangga lainnya yaitu Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Kuningan. Kelima kabupaten tersebut sampai saat ini mendominasi produksi mangga Jawa Barat. Persentase produksi mangga kelima kabupaten tersebut pada Tahun 2011 mencapai 71,43 % dari produksi mangga Jawa Barat. Sementara produksi mangga Kabupaten Majalengka pada Tahun 2011 sebesar 43.281 Ton dan berada pada peringkat ketiga produksi terbesar mangga Jawa Barat atau sebesar 12,12 % dari produksi mangga Jawa Barat. Sama halnya dengan produksi mangga Jawa Barat, produksi mangga Kabupaten Majalengka mengalami penurunan produksi pada Tahun 2010 (Tabel 1). Kemungkinan penurunan produksi tersebut disebabkan oleh faktor yang sama yang terjadi di Jawa Barat, yaitu kondisi curah hujan yang tinggi. Apabila terjadi penurunan produksi, untuk pemenuhan pasokan mangga ke pasar konsumsi, Kabupaten Majalengka didukung oleh daerah sentra produksi mangga lain di sekitar Kabupaten Majalengka seperti Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Kuningan.
Pengembangan mangga komoditas ekspor telah lama dikembangkan di Kabupaten Majalengka. Fokus pengembangan komoditas mangga tujuan ekspor dilakukan sekitar Tahun 1997 dan telah menuai hasilnya sebagai eksportir terbesar mangga varietas Gedong Gincu. Meskipun demikian, kendala berupa penurunan angka ekspor yang disebabkan penurunan kualitas dan mutu buah menjadi penghambat pengembangan komoditas di wilayah ini. Terdapat penurunan angka ekspor mangga sebesar 617 Ton atau sebanyak 38 % yang terjadi pada Tahun 2010 dimana ekspor mangga pada Tahun 2009 tercatat sebesar 1.616 Ton, sementara pada Tahun 2010 menjadi 999 Ton. Meskipun pada Tahun 2011 meningkat kembali menjadi 1.485 Ton.
Sementara potensi ekspor mangga Indonesia masih berpeluang besar. Direktorat Jenderal Hortikultura Kementrian Pertanian RI mencatat ekspor buah mangga dari Indonesia lebih banyak diserap pasar dari negara-negara di Timur Tengah seperti Arab Saudi. Peluang pasar lainnya yang dapat diraih produsen mangga Indonesia antara lain Amerika, Kanada (4,2 %), Eropa (15%), China (9%), Timur Tengah (14%), Jepang (3%), dan Singapura (5%). Untuk memanfaatkan potensi ekspor tersebut perlu peningkatan produktivitas dengan kualitas mangga yang baik dan memenuhi standar ekspor. Disamping itu, penurunan angka ekspor yang terjadi pada Tahun 2010 jangan sampai terulang kembali. Untuk itu, diperlukan sebuah kajian untuk menggali aspek-aspek yang menyebabkan penurunan angka ekspor tersebut serta mencari berbagai solusi dan strategi untuk menghindari hambatan atau kendala tersebut serta dapat mempercepat peningkatan kualitas mangga dan angka ekspor mangga dari wilayah Jawa Barat khususnya Kabupaten Majalengka sebagai salah satu produsen mangga ekspor di Jawa Barat.

1.2. Tujuan Penelitian
                Penelitian ini bertujuan untuk:
1.    Mengidentifikasi permasalahan penurunan kualitas mangga ekspor di Kabupaten Majalengka.
2.    Mengidentifikasi kelembagaan yang ada baik di tingkat petani maupun tingkat pelaku pemasaran mangga di Kabupaten Majalengka.
3.    Menganalisis permasalahan utama yang dihadapi Kabupaten Majalengka dalam pengembangan mangga ekspor.
4.    Menyusun strategi peningkatan kualitas mangga untuk pasar ekspor dari hulu (On Farm) sampai hilir (Off Farm).

1.3. Keluaran Penelitian
                Keluaran (output) yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Tersusunnya dan teridentifikasinya permasalahan penurunan kualitas mangga ekspor di Kabupaten Majalengka.
2.    Tersusunnya dan teridentifikasinya kelembagaan yang ada di tingkat petani dan pelaku pemasaran mangga di Kabupaten Majalengka.
3.    Terbangun dan termanfaatkannya informasi mengenai permasalahan penurunan kualitas mangga ekspor di Kabupaten Majalengka sehingga dicarikan permasalahan utama yang dihadapi Kabupaten Majalengka dalam pengembangan mangga ekspor.
4.    Terbangun dan termanfaatkannya kebijakan strategis untuk peningkatan kualitas mangga ekspor dari hulu (On Farm) sampai hilir (Off Farm).

1.4. Manfaat Penelitian
                Manfaat (outcome) yang diharapkan dari penelitian ini yaitu adanya rumusan rekomendasi strategi peningkatan kualitas mangga baik on farm maupun off farm untuk memenuhi kualitas mangga standar ekspor di Kabupaten Majalengka. Apabila strategi peningkatan kualitas mangga tersebut relevan dilaksanakan di Kabupaten Majalengka, maka tidak menutup kemungkinan dapat juga diterapkan di kabupaten sentra produksi mangga lainnya di Jawa Barat.

1.5. Ruang Lingkup Kegiatan
Ruang lingkup dari kegiatan peningkatan kualitas mangga (on farm dan off farm) untuk memenuhi standar ekspor di Kabupaten Majalengka dimulai dari persiapan hingga penyusunan akhir melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.       Persiapan Pengumpulan Data dan Informasi Awal
Kegiatan yang dilakukan yaitu pengkajian data dan studi literatur yang ada termasuk hasil-hasil penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan kajian kualitas mangga, tinjauan awal kegiatan lapangan, serta pembahasan hasil tinjauan awal kegiatan. Tinjauan kegiatan lapangan dilakukan dengan melakukan pertemuan dan diskusi dengan petani mangga (kontak tani), pelaku pemasaran mangga, dan petugas instansi terkait.
2.       Pengumpulan Data Sekunder dan Data Primer
Kegiatan yang dilakukan yaitu pengumpulan data sekunder dari BPS, instansi terkait lainnya, dan internet. Data primer dikumpulkan melalui kegiatan survey atau wawancara di lapangan dengan menggunakan perangkat kuesioner. Wawancara dilakukan kepada petani mangga dan pelaku pemasaran mangga (pedagang pengumpul dan atau bandar).
3.       FGD (Focus Group Discussion) dan Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
Kegiatan dilakukan di salah satu kecamatan yang merupakan wilayah kajian untuk kegiatan ini. Peserta FGD (Focus Group Discussion) sekitar 20 orang, sementara wawancara mendalam (Indepth Interview) dilakukan kepada kontak tani yang ikut dalam kegiatan FGD (Focus Group Discussion).
4.       Penyusunan Laporan dan Diskusi
Data/ informasi yang diperoleh baik berupa angka, tabel, diagram, peta, dan lain-lain dikelompokkan sesuai dengan klasifikasinya. Kemudian dilakukan pengolahan dan analisis sesuai dengan yang diperlukan dalam kajian. Dalam proses ini dilakukan diskusi-diskusi dengan pihak terkait dan dengan para nara sumber yang diharapkan dapat mematangkan laporan akhir tersebut.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peningkatan Kualitas Mangga
Mangga (Magifera indica L.) merupakan buah yang berasal dari daerah tropis dan subtropis yang sangat diminati konsumen karena aroma yang khas. Mangga merupakan salah satu buah musiman yang mempunyai prospek baik sebagai komoditas ekspor yang diproduksi secara komersial oleh lebih dari 87 negara. Varietas mangga sangat beragam, diantaranya arumanis, gadung, gedong gincu, cengkir, golek, bapang, kidang, dan sebagainya.
Mangga gedong gincu mempunyai keunggulan dibandingkan mangga lainnya karena memiliki aroma lebih tajam, rasa manis segar, dan kulit buah berwarna merah menyala sehingga diminati oleh kelompok konsumen ekonomi menengah ke atas dan konsumen luar negeri. Disebut gedong gincu karena warna kulitnya yang merah-oranye hampir menyerupai gincu pemerah bibir wanita atau lipstik, serta bentuk buahnya bulat. Masyarakat Majalengka menyebut mangga gedong gincu sebagai mangga seraton atau mangga selera keraton karena tampilan yang memikat dan harganya yang cukup mahal, sehingga mangga gedong gincu dicitrakan sebagai mangga untuk konsumsi kalangan elit.
Mangga gedong gincu merupakan kelompok dari mangga gedong. Hal yang membedakan sebutan mangga gedong dengan mangga gedong gincu adalah waktu panennya. Mangga gedong dipanen pada tingkat kematangan mencapai 60%-70%, sedangkan mangga gedong gincu dipanen saat buahnya mencapai tingkat kematangan 80-85% yaitu saat warna kulit buah masih berwarna hijau tua pada bagian atas ujung dan berwarna merah pada pangkal buah. Saat matang, daging buah mangga gedong akan berwarna kuning jingga, sedangkan daging mangga gedong gincu akan berwarna merah oranye atau kuning kemerahan.
Mangga gedong gincu memiliki bentuk pohon tegak dengan ketinggian 9 – 15 m, bercabang banyak, berdaun lebat, letak daun mendatar, permukaan daun sempit berbentuk lancip pada dasarnya dan datar pada pucuknya, bentuk malai bunga lancip berwarna merah (Broto, 2003). Jarak tanam yang dianjurkan untuk mangga gedong gincu adalah 8 -10 m. Untuk mendapatkan pohon mangga gedong gincu yang subur, tidak terlalu tinggi, dan  berdaun lebat, maka batang dan cabang pohon harus dipangkas saat tanaman berusia 8 bulan. Pohon yang tidak tinggi akan mempermudah saat perawatan dan pemanenan. Tanaman mangga gedong gincu dapat tumbuh dan berproduksi baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian  0-500 m di atas permukaan laut (dpl), memiliki curah hujan 750-2.250 mm per tahun, suhu harian 24-280C, kelembaban 50-60%, jenis tanah gembur yang mengandung pasir dan kedalaman air 50-150 cm. Masa kering diperlukan sebelum dan sewaktu berbunga. Masa kering ini dibutuhkan supaya bunga tidak terkena air sehingga rontok atau terjatuh.
2.1.1. Teknik Budidaya Mangga (On Farm)
                Teknik budidaya mangga (on farm) meliputi kegiatan dari pembibitan, pengolahan media tanam (pengolahan tanah), penanaman, pemeliharaan tanaman (penyiangan, pembunbunan, pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan), serta panen. Sementara pasca panen merupakan kegiatan off farm.

2.1.1.1. Pembibitan Mangga
                Pembibitan mangga dilakukan dengan tiga cara. Pertama dengan perbanyakan melalui biji, kedua perbanyakan melalui okulasi, dan ketiga perbanyakan dengan pencangkokan.
1.    Perbanyakan dengan Biji
­  Biji dipilih dari tanaman yang sehat, kuat dan buahnya berkualitas.
­  Biji dikeringkan dan kulitnya dibuang.
­  Siapkan kotak persemaian ukuran 100 x 50 x 20 cm3 dengan media tanah kebun dan pupuk kandang (1:1), biji ditanam pada jarak 10-20 cm.
­  Dapat pula mangga disemai dikebun dengan jarak tanam 30 x 40 atau 40 x 40 cm di atas tanah yang gembur.
­  Persemaian diberi naungan dari plastik/ sisa-sisa tanaman, tetapi jangan sampai udara didalam persemaian menjadi terlalu lembab.
­  Biji ditanam dengan perut ke arah bawah supaya akar tidak bengkok.
­  Selama penyemaian, bibit tidak boleh kekurangan air.
­  Pada umur 2 minggu bibit akan berkecambah.
­  Jika dari 1 biji terdapat lebih dari 1 anakan, sisakan hanya satu yang benar-benar kuat dan baik.
­  Bibit di kotak persemaian harus dipindahkan kemudian ditanam ke dalam polybag jika tingginya sudah mencapai 25-30 cm.
­  Seleksi bibit dilakukan pada umur 4 bulan, bibit yang lemah dan tumbuh abnormal dibuang.
­  Pindah tanam ke kebun dilakukan jika bibit telah berumur 6 bulan.
2.       Perbanyakan dengan Okulasi
­  Perbanyakan terbaik adalah dengan okulasi (penempelan tunas dari batang atas yang buahnya berkualitas ke batang bawah yang struktur akar dan tanamannya kuat).
­  Batang bawah untuk okulasi dalam bibit di persemaian yang sudah berumur 9-12 bulan.
­  Setelah penempelan, stump (tanaman hasil okulasi) dipindahkan ke kebun pada umur 1,5 tahun.
­  Okulasi dilakukan di musim kemarau agar bagian yang ditempel tidak busuk.
3.       Perbanyakan dengan Pencangkokan
­  Batang yang akan dicangkok memiliki diameter 2,5 cm dan berasal dari tanaman berumur 1 tahun.
­  Panjang sayatan cangkok adalah 5 cm.
­  Setelah sayatan diberi tanah dan pupuk kandang (1:1), lalu dibungkus dengan plastik atau sabut kelapa.
2.1.1.2. Pengolahan Media Tanam
1. Persiapan
­  Penetapan areal untuk perkebunan mangga harus memperhatikan faktor kemudahan transportasi dan sumber air.
2. Pembukaan Lahan
­  Membongkar tanaman yang tidak diperlukan dan mematikan alang-alang serta menghilangkan rumput-rumput liar dan perdu dari areal tanam.
­  Membajak tanah untuk menghilangkan bongkahan tanah yang terlalu besar.
3. Pengaturan Jarak Tanam
­  Pada tanah yang kurang subur, jarak tanam dirapatkan sedangkan pada tanah subur, jarak tanam lebih renggang.
­  Jarak tanam standar adalah 10 m dan diatur dengan cara:
·      segi tiga sama kaki.
·      diagonal.
·      bujur sangkar (segi empat).

2.1.1.3. Teknik Penanaman
1. Pembuatan Lubang Tanam
­  Lubang tanam dibuat dengan panjang, lebar dan kedalaman 100 cm.
­  Pada waktu penggalian, galian tanah sampai kedalaman 50 cm dipisahkan dengan galian dari kedalaman 50-100 cm.
­  Tanah galian bagian dalam dicampur dengan pupuk kandang lalu dikeringkan beberapa hari.
­  Masukkan tanah galian bagian atas, diikuti tanah galian bagian bawah.
­  Pembuatan lubang tanam dilakukan pada musim kemarau.

2. Cara Penanaman
­  Lubang tanam yang telah ditimbun digali kembali dengan ukuran panjang dan lebar 60 cm pada kedalaman 30 cm, taburi lubang dengan furadan 10-25 gram
­  Polybag bibit digunting sampai ke bawah, masukkan bibit beserta tanahnya dan masukkan kembali tanah galian sampai membentuk guludan.
­  Tekan tanah di sekitar batang dan pasang kayu penyangga tanaman.
3. Penanaman Pohon Pelindung
­  Pohon pelindung ditanam untuk menahan hembusan angin yang kuat.
­  Jenis yang biasa dipakai adalah pohon asam atau trembesi.

2.1.1.4. Pemeliharaan Tanaman
1. Penyiangan
­  Penyiangan tidak dapat dilakukan sembarangan, rumput/ gulma yang telah dicabut dapat dibenamkan atau dibuang ke tempat lain agar tidak tumbuh lagi.
­  Penyiangan juga biasa dilakukan pada waktu penggemburan dan pemupukan.
2. Penggemburan/ Pembubunan
­  Tanah yang padat dan tidak ditumbuhi rumput di sekitar pangkal batang perlu digemburkan, biasanya pada awal musim hujan.
­  Penggemburan tanah di kebun mangga cangkokan jangan dilakukan terlalu dalam
3. Perempelan/ Pemangkasan
­  Pemangkasan bertujuan untuk membentuk kanopi yang baik dan meningkatkan produksi.
­  Ketika tanaman telah mulai bertunas perlu dilakukan pemangkasan tunas agar dalam satu cabang hanya terdapat 3 – 4 tunas saja.
­  Tunas yang dipilih jangan terletak sama tinggi dan berada pada sisi yang berbeda.
­  Tunas dipelihara selama kurang lebih 1 tahun saat tunas-tunas baru tumbuh kembali
­  Pada saat ini dilakukan pemangkasan kedua dengan meninggalkan 2-3 tunas.
­  Pemangkasan ketiga, 1 tahun kemudian, dilakukan dengan cara yang sama dengan pemangkasan ke-2.
4. Pemupukan
­  Pupuk organik
·      Umur tanaman 1-2 tahun: 10 kg pupuk kandang,
·      Umur tanaman 2,5
·      8 tahun: 0,5 kg tepung tulang, 2,5 kg abu.
·      Umur tanaman 9 tahun: tepung tulang dapat diganti pupuk kimia SP-36, 50 kg pupuk kandang, 15 kg abu.
·      Umur tanaman > 10 tahun: 100 kg pupuk kandang, 50 kg tepung tulang, 15 kg abu.
·      Pupuk kandang yang dipakai adalah pupuk yang sudah tercampur dengan tanah.
·      Pemberian pupuk dilakukan di dalam parit keliling pohon sedalam setengah mata cangkul (5cm).
­  Pupuk anorganik
·      Umur tanaman 1 - 2 bulan : NPK (10-10-20) 100 gram/tanaman.
·      Umur tanaman 1,5 - 2 tahun : NPK (10-10-20) 1.000 kg/tanaman.
·      Tanaman sebelum berbunga : ZA 1.750 gram/tanaman, KCl 1.080gram/tanaman.
·      Tanaman waktu berbunga : ZA 1.380 gram/tanaman, Di kalsium fosfat 970 gram/ tanaman, KCl 970 gram/tanaman.
·      Tanaman setelah panen : ZA 2700 gram/tanaman, Di kalsium fosfat 1.940 gr/tanaman, KCl 1.940 gram/tanaman.
5. Peningkatan kuantitas buah
­  Dari sejumlah besar bunga yang muncul hanya 0,3% yang dapat menjadi buah yang dapat dipetik.
­  Untuk meningkatkan persentase ini dapat disemprotkan polinator maru atau menyemprotkan serbuk sari diikuti pemberian 300 ppm hormon giberelin.
­  Dengan cara ini, persentase pembentukan buah yang dapat dipanen dapat ditingkatkan menjadi 1,3%
6. Perlakuan dengan zat pengatur tumbuh
Dilakukan dengan penyemprotan Zat Pengatur Tumbuh guna merangsang cepatnya pertumbuhan bunga yang sekaligus merangsang pertumbuhan buah.

2.1.1.5. Panen
1. Ciri dan Umur Panen
­  Mangga cangkokan mulai berbuah pada umur 4 tahun, mangga okulasi pada umur 5-6 tahun.
­  Banyaknya buah panen pertama hanya 10-15 buah, pada tahun ke 10 jumlah buah dapat mencapai 300-500 buah/pohon.
­  Panen besar biasanya jatuh di bulan September-Oktober.
­  Tanda buah sudah dapat dipanen adalah adanya buah yang jatuh karena matang sedikitnya 1buah/pohon, warna buah arumanis/manalagi berubah menjadi hijau tua kebiruan, warna buah mangga golek/gedok berubah menjadi kuning/merah Buah yang dipetik harus masih keras.
2. Cara Panen
­  Apabila terjangkau tangan, buah dan tangkainya dipetik dengan tangan.
­  Sebaliknya apabila tidak terjangkau tangan, buah di panen dengan galah bambu yang dilengkapi pisau pemotong dan penampung buah.
­  Pada saat pemetikan, buah jangan sampai terpotong, tercongkel atau jatuh sampai memar.
­  Buah dipetik di sore hari dengan menggunakan pisau tajam atau dengan galah yang diujungnya terdapat pisau dan keranjang penampung buah.
­  Untuk mendapatkan buah dengan tingkat ketuaan yang seragam, pemanenan buah dilakukan secara bertahap, yaitu 2 – 4 kali sampai buah habis.
­  Sebelum dilakukan pemanenan, lakukan sampling agar dapat diketahui tingkat ketuaan buah.
­  Selain tingkat ketuaan, mutu buah mangga dipengaruhi pula oleh cara panennya.
­  Penanganan yang asal-asalan akan menyebabkan kulit buah menjadi luka sehingga menurunkan kualitasnya.
­  Mutu buah mangga yang baik, tidak hanya dibutuhkan pasar luar negeri, juga dibutuhkan pasar dalam negeri.
­  Walaupun tingkat ketuaan buah dan ukuran buah memenuhi syarat mutu ekspor, tetapi kalau ada luka pada permukaan kulit akan menyebabkan buah tersebut menjadi buah afkiran.
­  Buah mangga bisa dipanen pada tingkat kemasakan 80 – 85 %, kecuali mangga Gedong Gincu harus dipanen pada tingkat kemasakan 90 % (warna gincu kemerahan menyebar dari pangkal buah).
­  Secara umum, tanda-tanda buah mangga sudah bisa dipanen adalah
·      lekukan ujung buah hampir hilang,
·      lapisan lilin cukup tebal,
·      cabang tangkai buah 65 % mengering,
·      buah bila disentil tidak nyaring dan bentuk buah montok
­  Varietas mangga arumanis sebaiknya dipetik pada umur 93 – 107 hari terhitung mulai saat berbunga.
­  Sedangkan varietas mangga golek bisa dipetik pada umur 75 – 78 hari (Della, 1989)
­  Dalam pemanenan, usahakan agar buah tetap bertangkai dan getah yang keluar dari tangkai tidak menempel pada permukaan kulit buah
­  Adanya getah yang menempel pada kulit buah akan mempengaruhi penampilan dan menurunkan mutu buah, walaupun telah dibersihkan.
­  Beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi getah dan menghindari getah yang menempel pada kulit buah adalah sebagai berikut :
·      Buah dipanen pada tingkat ketuaan yang cukup;
·      Buah mulai di panen pada pukul 09.00 atau 15.00, karena pada saat itu tekanan turgor buah turun dan getah sedikit;
·      Buah di panen dengan tangan atau menggunakan galah yang dilengkapi penampung buah;
·      Buah dipanen dengan tangkai yang panjang.
­  Setelah dipanen, buah diletakkan dalam keranjang secara hati-hati dengan posisi pangkai buah di bawah.
3. Periode Panen
­  Di Indonesia pohon mangga berbunga satu tahun sekali sehingga panen dilakukan satu periode dalam satu tahun.
­  Dari satu pohon, buah tidak akan masak bersamaan sehingga dilakukan beberapa kali panen.
4. Perkiraan Produksi
Pohon muda okulasi menghasilkan 50-100 buah/tahun, meningkat sampai 300-500 buah pada umur 10 tahun, buah pada umur 15 tahun 2.000 buah pada waktu produksi maksimum di umur 20 tahun.

2.1.2. Teknik Penanganan Pasca Panen (Off Farm)
Setelah di panen, lakukan penanganan pasca panen dengan baik, agar daya simpan dan mutu buah lebih baik. Berdasarkan standar prosedur operasionalnya (SOP), kegiatan-kegiatan penanganan pasca panen mangga yaitu pengumpulan, pengangkutan, sortasi, dan pengkelasan (grade), pencucian, pencegahan penyakit, penyimpanan dan pengemasan.

2.1.2.1. Penanganan ke Gudang Pengumpulan
­  Buah mangga yang telah dipanen dikumpulkan dan dikemas dalam keranjang plastik berkapasitas 25 kg.
­  Peletakan buah dalam keranjang harus hati-hati agar buah tidak luka atau cacat.
­  Kemudian diangkut ke gudang pengumpulan untuk dilakukan pemilihan, pengkelasan (grade), dan pengemasan.
­  Di gudang pengumpulan, letakkan buah diatas rak dengan posisi tangkai buah ke bawah, biarkan selama satu malam hingga tangkai buah berhenti mengeluarkan getah.
­  Kemudian setelah itu, masukkan buah ke dalam air bersuhu 550C selama 5 menit untuk menghilangkan sisa getah dan mengurangi risiko serangan penyakit misalnya antraknose atau busuk pangkal buah.

2.1.2.2. Sortasi dan Grade
­  Kegiatan sortasi dan grade dilakukan untuk memisah-misahkan komoditas menjadi beberapa kelas atau grade.
­  Hal ini perlu dilakukan karena secara alamiah tidak mungkin diperoleh produk yang benar-benar sama dan seragam dalam pemetikan.
­  Melalui sortasi dan grade akan dipisahkan buah mangga berdasarkan ukuran buah, warna, tingkat ketuaan atau kematangan, ada tidaknya cacat dan sebagainya yang disesuaikan dengan mutu yang dikehendaki.
­  Beberapa keuntungan yang diperoleh dari kegiatan sortasi dan grade yaitu
­  Mencegah penurunan harga akibat campuran kelas;
­  Mencegah tingginya biaya pemasaran (transportasi, pengepakan dan sebaginya);
­  Untuk mendapatkan kesamaan mutu antara penjual dan pembeli;
­  Menghindari kelebihan stok dengan meninggalkan grade yang rendah;
­  Menghindari kerusakan akibat kontak/ sentuhan antara yang rusak, berpenyakit atau busuk dengan yang baik;
­  Memperoleh kenaikan pendapatan, kemudahan penjualan dan peningkatan volume penjualan.
­  Tatacara kegiatan sortasi dan grade (kelas) buah mangga adalah sebagai berikut
­  Biarkan buah berangin-angin sampai suhu mencapai 250C untuk mengurangi kandungan air buah dan setelah dingin dapat disortir;
­  Gunakan sarung tangan kain rajut/katun dalam penyortiran, agar tidak mengotori dan atau merusak buah;
­  Letakkan buah dalam keranjang plastik berkapasitas antara 20 – 25 kg, kemudian ditimbang satu per satu dan pisahkan menurut kelompok beratnya masing-masing;
­  Pilih buah yang bentuknya normal dan yang abnormal diperbolehkan maksimum 25 %. Walaupun mulus apabila bentuknya abnormal, maka buah dinyatakan buah sisa (BS).
­  Potong tangkai buah sepanjang ± 1 cm, lakukan secara hati-hati dan usahakan getah dari tangkai tidak menempel pada kulit buah dengan meletakkan tangkai pada posisi di bawah selama 20 menit sampai getah habis.

2.1.2.3. Pencucian
­  Buah yang telah disortasi dan digrade dapat dicuci dengan air yang bersih
­  Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan noda getah dan kotoran yang melekat pada permukaan kulit buah.
­  Dengan demikian diharapkan penampilan buah bersih dan menarik serta buah dapat terhindar dari penyakit pasca panen.



2.1.2.4. Penyimpanan
­  Diperlukan suatu perlakuan tambahan agar daya simpan buah mangga tahan lama, perlakuan ini merupakan rangkaian dari tahapan sebelumnya.
­  Dengan demikian, buah yang akan diberi perlakuan telah dicuci dengan air bersih dan dicelup dalam larutan fungisida atau air panas serta ditiriskan dan dikeringkan.
­  Adapun beberapa perlakuan yang dapat memperpanjang daya simpan buah adalah sebagai berikut:
·      Penyimpanan dengan penyerap etilen (KmnO4 jenuh)
ü Buah mangga dikemas dalam jaring polyetilen (PE) setebal 0,04 mm.
ü Di dalam plastik tersebut diletakkan batu bata yang telah dicelup dalam larutan KmnO4 jenuh dan dibungkus dengan kain kasa agar tidak berkontak antar buah.
ü Kemudian plastik ditutup dengan sealer dan dikemas dalam boks karton serta disimpan pada suhu dingin ( 10 – 150C).
·      Perlakuan dengan modifed atmosfir atau kontrol atmosfir
ü Buah mangga dikemas dalam plastik PE tebal 0,04 dan diatur dengan komposisi gas sebanyak 5 % O2 dan 5 % CO2.
ü Kemudian plastik ditutup dan dikemas dalam boks karton serta disimpan pada suhu dingin (10 – 150C).

2.1.2.5. Pelilinan
­  Pelapisan lilin pada buah mangga merupakan cara mempertahan tingkat kesegaran, yaitu untuk mencegah penguapan air terlalu banyak, pernafasan terlalu cepat dan memperindah penampakan.
­  Setelah dicelup dalam larutan fungisida atau air panas, buah mangga dikemas dicelup dalam larutan emulsi lilin 6 % selama 30 detik dan kemudian dikeringkan.
­  Setelah itu buah dibungkus dalam box karton dan disimpan pada suhu dingin (10 – 150C).
­  Dengan cara demikian tingkat kesegaran dapat dihambat dari 11 hari menjadi 18 hari kesegarannya.

2.1.2.6. Pengolesan minyak kelapa
­  Buah mangga diolesi dengan minyak kelapa, kemudian disimpan dalam ruangan bersuhu 280C dan tingkat kelembaban 70 – 80 %.
­  Dengan cara ini, tingkat kematangan buah dapat dihambat selama 5 – 6 hari dan dapat matang normal.

2.1.2.7. Perlakuan dengan CaCl2
­  Setelah dicelup dalam larutan fungisida kemudian ditiriskan, buah mangga dicelup dalam larutan CaCl2 4 % dan divacum selama 5 menit dengan tekanan 298,5 mm Hg.
­  Kemudian buah ditiriskan dan disimpan.
­  Dengan perlakuan tersebut, kematangan buah dapat ditunda selama 2 hari dengan tekstur buah lebih keras.
­  Larutan CaCl2 4 % dibuat dengan cara melarutkan sedikit demi sedikit 40 gram CaCl2 dengan 1 liter air bersih.

2.1.2.8. Penyimpanan dalam suhu dingin
Prinsip penyimpanan dalam suhu dingin adalah mendinginkan lingkungan secara mekanis dengan penguapan gas cair bertekanan (refrigerant) dalam sistem tertutup. Teknisnya adalah sebagai berikut:
­  Buah yang akan disimpan dalam suhu dingin, dilakukan pra pendinginan.
­  Cara pra pendinginan adalah dengan cara mencelupkan buah dalam air dingin bersuhu 8,5 – 120C selama 15 – 30 menit sampai buah turun menjadi 150C.
­  Apabila jumlahnya banyak, buah disusun dan ditumpuk dalam peti plastik, kemudian disiram dengan air dingin bersuhu 8,5 –120C selama 60,25 menit.
­  Setelah perlakuan pra pendinginan, buah dikemas dengan karton dan disimpan pada suhu 15 – 200C.
­  Penyimpanan ini dapat bertahan sampai 22 hari.
­  Setelah dikeluarkan dari ruang penyimpanan, buah dapat matang normal.
­  Hal penting dalam penyimpanan suhu dingin adalah besarnya suhu penyimpanan, karena buah mangga tidak cocok pada suhu yang terlalu rendah.
­  Pada suhu < 10 buah akan mengalami kerusakan yang dikenal chliling injuri.
­  Buah tersebut tidak dapat matang dan kulit buah berubah warna hijau gelap.
­  Suhu penyimpanan yang baik adalah 200C, karena buah dapat matang sempurna, aroma kuat dan rasanya lebih enak.

2.1.2.9. Pengemasan untuk pasar ekspor
­  Pengemasan untuk ekspor, biasanya menggunakan peti karton berukuran 45 cm x 27,5 cm x 9,5 cm dengan kapasitas 5 kg dengan jumlah buah bervariasi tergantung ukuran buah.
­  Untuk sirkulasi udara, peti karton diberi lubang ventilasi sebanyak 2 – 3 lubang setiap sisi peti dengan diameter 2 cm.
­  Pada dasar peti dan bagian atas buah diberi potongan kertas untuk mengurangi lecet dan memar buah akibat tekanan atau gesekan.
­  Buah mangga gedong disusun pada posisi berdiri (pangkal buah letak diatas), sedangkan buah mangga arumanis disusun pada posisi rebah.
­  Setelah tersusun rapih, peti karton ditutup dengan lakban dan diberi kode sesuai dengan grade-nya masing-masing
2.1.2.10. Pemasaran
­  Buah mangga yang akan diekspor harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan oleh negara pengimpornya.
­  Pemilihan buah juga bertujuan untuk mengklasifikasikan dalam beberapa kelas sesuai dengan ukuran dan keadaan fisik buah serta memberi harga yang berbeda pada masing-masing kelasnya. Semakin besar ukuran buah dan semakin mulus akan semakin mahal harganya.
­  Buah mangga yang bermutu baik dapat dipasarkan untuk di ekspor.
­  Syarat mutu yang ditetapkan Departemen Perdagangan Republik Indonesia.
­  Namun syarat tersebut kadang-kadang masih ada tambahan apabila pasar meminta, misalnya dari pihak eksportir atau toko swalayan.

2.1.2.11. Pemasaran Ekspor
­  Buah mangga untuk tujuan ekspor biasanya mempunyai persyaratan yang lebih banyakdibandingkan buah untuk pasar domestik.
­  Syarat mutu buah mangga untuk ekspor adalah sebagai berikut :
·      Permukaan kulit buah diusahakan semulus mungkin, tidak ada bintik hitam pada pangkal buah dan tidak ada noda scab;
·      Buah dipilih yang tidak luka, baik luka mekanis atau luka mikrobiologis;
·      Buah bebas dari penyakit pasca panen;
·      Bentuk buah normal, tidak benjol dan untuk buah mangga gedong minimal bentuknya ¼ duduk;
·      Ukuran harus sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan;
·      Untuk mendapatkan buah yang 100 % mulus memang sulit diperoleh, oleh karena itu diberi kelonggaran-kelonggaran sebagai berikut:
ü Noda hitam pada permukaan kulit buah yang diperbolehkan ialah noda akibat getah yang telah kering maksimum 5 % dari total permukaan kulit atau kira-kira berukuran 2,5 x 2,5cm;
ü Noda Scab pada permukaan kulit buah diperbolehkan apabila luasnya tidak lebih dari 5 % dan tidak merusak daging buah.
­  Buah mangga untuk ekspor terbagi menjagi beberapa grade (kelas), pembagian ini berdasarkan ukuran berat buah.
­  Pengkelasan untuk mangga arumanis untuk ekspor berbeda dengan buah mangga gedong.
­  Untuk mangga arumanis yang diekspor terbagi menjadi enam golongan, yaitu :
·      Grade I, ukuran berat buah 600 gram;
·      Grade II, ukuran berat buah 550 – 599 gram;
·      Grade III, ukuran berat buah 500 – 549 gram;
·      Grade IV, ukuran berat buah 450 – 499 gram;
·      Grade V, ukuran berat buah 400 – 449 gram;
·      Grade VI, ukuran berat buah 350 – 399 gram.
­  Sedangkan grade untuk buah mangga gedong digolongkan menjadi enam golongan, yaitu :
·      Grade I, ukuran berat buah 350 gram;
·      Grade II, ukuran berat buah 300 - 349 gram;
·      Grade III, ukuran berat buah 275 - 299 gram;
·      Grade IV, ukuran berat buah 250 - 275 gram;
·      Grade V, ukuran berat buah 225 - 249 gram;
·      Grade VI, ukuran berat buah 200 - 224 gram.



2.2. Kerangka Pemikiran
Kabupaten Majalengka merupakan salah satu sentra produksi dan pengembangan mangga di Jawa Barat selain Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon. Sentra pengembangan produksi mangga yang dilakukan di Kabupaten Majalengka terdapat di lima kecamatan, yaitu Kecamatan Kadipaten, Kecamatan Panyingkiran, Kecamatan Dawuan, Kecamatan Kertajati, dan Kecamatan Majalengka. Sementara, pedagang mangga terpusat sebagian besar di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Panyingkiran dan Kecamatan Majalengka.
Varietas mangga yang dikembangkan di Kabupaten Majalengka menurut penelitian terdahulu yaitu 30 % varietas mangga Gedong Gincu, 40 % varietas mangga Arumanis, 20 % varietas mangga cengkir, dan 10 % varietas lainnya. Pengembangan varietas yang dilakukan Kabupaten Majalengka saat ini yaitu dengan menanam varietas yang memiliki nilai jual lebih tinggi dan memiliki keunggulan spesifik lokasi seperti mangga varietas gedong gincu. Varietas-varietas mangga tersebut tersebar di lima sentra produksi utama Kabupaten Majalengka.
Kabupaten Majalengka pula dikenal sebagai salah satu sentra untuk pembibitan mangga yang dipusatkan di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Raja Galuh, Kecamatan Sindang Wangi, dan Kecamatan Suka Haji. Ketiga kecamatan tersebut menghasilkan ribuan bibit mangga dari penangkar bibit yang telah disertifikasi oleh instansi berwenang. Pembibitan mangga ini sebagai upaya untuk peningkatan produktivitas dan kualitas mangga yang dihasilkan. Disamping itu, Kabupaten Majalengka juga memiliki beberapa kelompok untuk pengolahan mangga kering.
Pada kegiatan ini, akan dikaji proses yang terjadi dari pemilihan bibit, penanaman, perawatan, hingga ke penanganan pasca panen serta pemasaran haisl panen. Kajian ini akan menggambarkan secara menyeluruh mengenai kondisi pengembangan mangga di Kabupaten Majalengka termasuk pengembangan yang dilakukan pada mangga untuk tujuan ekspor. Fokus kajian nantinya akan ditujukan pada pemilihan saluran pasar oleh petani dimana akan terdapat perbedaan teknik budidaya dan penanganan pasca panen antara petani yang bertujuan untuk saluran pemasaran tertentu.
Ada dua jenis saluran pemasaran mangga yang dapat dikelompokkan di Kabupaten Majalengka. Saluran pemasaran tersebut yaitu saluran pemasaran untuk pasar tradisional dan saluran pemasaran untuk pasar modern.
Saluran pasar tradisional (Gambar 1) merupakan saluran pemasaran yang paling banyak dilakukan oleh petani di Kabupaten Majalengka. Lebih dari 80 % petani mangga di Kabupaten Majalengka hanya memilih saluran pasar ini. Selebihnya merupakan petani yang memilih kedua saluran pemasaran yaitu saluran pasar tradisional dan pasar modern (Gambar 1 dan Gambar 2). Pasar modern yang dimaksud yaitu pemasaran ke supplier supermarket yang kemudian nantinya akan menjual ke supermarket, eksportir, serta pengolah mangga.
Permasalahan usahatani mangga dari hulu sampai hilir dan juga permasalahan yang dihadapi dalam pemasaran di setiap saluran pemasaran yang dapat dilakukan petani dan pelaku pemasaran mangga akan diidentifikasi. Hasil identifikasi permasalahan tersebut kemudian akan dikaji dan dianalisis untuk dicari permasalahan utama yang menghambat pengembangan mangga tujuan ekspor serta penurunan kualitas dan mutu mangga ekspor.
                Permasalahan utama tersebut kemudian dianalisis untuk diuji berbagai alternatif solusi sehingga diperoleh langkah strategis dalam peningkatan kualitas mangga ekspor di Kabupaten Majalengka ini. Langkah strategis tersebut berupa tahapan-tahapan kegiatan yang selayaknya dilakukan untuk memenuhi standar ekspor mangga ke luar negeri sehingga tidak ada lagi penolakan dari negara tujuan ekspor untuk mangga yang dikirim.


BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode yang Digunakan
Penelitian ini menggunakan metode survey deskriptif. Metode survey diartikan sebagai metode yang digunakan dalam penyelidikan untuk memperoleh fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan faktual suatu kejadian atau situasi dari suatu kelompok atau daerah. Pendekatan yang dilakukan untuk memecahkan permasalahan adalah melalui pendekatan dengan studi literatur, survey melalui wawancara dengan perangkat kuesioner, wawancara mendalam (indepth interview), dan FGD (Focus Group Discussion).
Sesuai dengan tujuan pengkajian, untuk menganalisis data identifikasi permasalahan penurunan kualitas mangga, identifikasi kelembagaan yang ada baik di tingkat petani maupun tingkat pelaku pemasaran mangga, serta  permasalahan utama yang dihadapi Kabupaten Majalengka dalam pengembangan mangga ekspor diuraikan secara deskriptif berdasarkan interpretasi data tabulasi dengan menggunakan satuan persentase dan rata-rata (Dayan, A., 1989).
Analisis data untuk menyusun strategi peningkatan kualitas mangga untuk pasar ekspor dari hulu (On Farm) sampai hilir (Off Farm) dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis SWOT. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai kondisi mangga di Kabupaten Majalengka serta seluruh permasalahannya. Analisis SWOT digunakan untuk melahirkan langkah strategis dalam peningkatan kualitas mangga untuk memenuhi standar ekspor.
Analisis SWOT merupakan proses identifikasi berbagai faktor secara sistematis yang digunakan untuk merumuskan berbagai alternatif strategi. Analisis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan organisasi/ daerah/ pemegang kebijakan. Dengan demikian para perencana  harus menganalisis faktor-faktor strategis organisasi dalam kondisi yang ada saat ini.
Matriks StrenghtsWeaknessesOpportunitiesThreats (SWOT) merupakan alat analisis yang penting untuk membantu mengembangkan empat tipe strategi. Keempat tipe strategi yang dimaksud adalah Strategi S-O (Strenghts–Opportunities), Strategi W-O (Weaknesses–Opportunities), Strategi S-T (Strenghts–Threats), dan Strategi W-T (Weaknesses–Threats). Strategi S-O menggunakan kekuatan internal organisasi untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar organisasi. Strategi W-O bertujuan untuk memperkecil kelemahan-kelemahan internal organisasi dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi S-T bertujuan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman eksternal. Strategi W-T merupakan strategi untuk bertahan dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman eksternal.

3.2. Kebutuhan dan Teknik Pengumpulan Data
Kebutuhan data meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder diambil dengan studi literatur, kajian-kajian terhadap pelaksanaan studi yang mempunyai kemiripan dengan kegiatan ini, juga kajian terhadap regulasi, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, laporan tahunan instansi terkait, data BPS, serta petunjuk teknis dan rekomendasi yang ada. Data primer diambil dengan cara tatap muka langsung dengan responden melalui wawancara menggunakan perangkat kuesioner. Pendalaman setiap variabel dilakukan melalui diskusi (FGD/ Focus Group Discussion) dan wawancara mendalam (indepth interview).
Wawancara dengan perangkat kuesioner dilakukan kepada petani mangga dan pedagang mangga. Jumlah sampel petani mangga yang diwawancara sebanyak 105 responden dan pedagang mangga dengan jumlah sampel sebanyak 68 responden. Kegiatan FGD/ Focus Group Discussion dan wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan dengan melibatkan petani mangga, pedagang mangga, dan stakeholders terkait di lokasi kajian. Jumlah responden peserta FGD/ Focus Group Discussion dan wawancara mendalam (indepth interview) sebanyak 20 orang.

3.3. Lokasi dan Responden Penelitian
Kabupaten Majalengka dikenal sebagai salah satu daerah sentra produksi mangga di Jawa Barat dan beberapa petani di daerah ini telah dapat mengekspor mangga ke luar negeri sehingga lokasi penelitian akan dilakukan di Kabupaten Majalengka. Responden penelitian meliputi petani mangga, pelaku pemasaran (pedagang) mangga, dan petugas dari instansi terkait. Pelaku pemasaran mangga meliputi pedagang pengumpul, bandar, supplier supermarket, eksportir, dan processor/ pengolah mangga (kalau ada).
Wawancara dengan menggunakan kuesioner untuk responden petani dilakukan di Kecamatan Panyingkiran, Kecamatan Sumber Jaya, dan Kecamatan Dawuan. Kecamatan Sumber Jaya bukan merupakan daerah sentra pengembangan mangga dan tidak termasuk sebagai kecamatan dengan jumlah produksi mangga yang tinggi. Kecamatan Sumber Jaya tetap diambil sebagai wilayah kajian untuk mewakili daerah yang berproduksi mangga kecil tetapi tetap di dalam satu kabupaten sentra produksi mangga sehingga dapat merepresentasi petani mangga seluruh wilayah Kabupaten Majalengka.
Wawancara dengan menggunakan kuesioner untuk responden pedagang mangga dilakukan di Kecamatan Panyingkiran dan Kecamatan Majalengka karena pedagang mangga berdomisili dan memiliki gudang mangga sebagai tempat aktifitas jual beli mangga di kedua kecamatan tersebut. Sementara kegiatan FGD/ Focus Group Discussion dan wawancara mendalam (indepth interview) untuk petani (kontak tani), pedagang mangga, dan petugas dari instansi terkait dilakukan di Kecamatan Panyingkiran. Menurut Soedijanto (1996) dalam http://id.shvoong.com/, kontak tani adalah petani yang atas kesediaan sendiri bekerjasama sebagai partner penyuluh pertanian (PPL) dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penyuluhan pertanian bagi kelompok taninya dan masyarakat sekitarnya. Syarat-ayarat yang harus dimiliki oleh seorang kontak tani adalah: (a) mengelola dan melaksanakan sendiri usaha taninya dan berhasil; (b) dinamis dan responsif terhadap inovasi teknologi baru; (c) mempunyai pengaruh baik terhadap lingkungannya; (d) mampu memimpin dan membina kelompok; (e) dipilih oleh anggota; dan (f) berdomisili dalam lingkungan kelompoknya. Kecamatan Panyingkiran dipilih menjadi lokasi untuk kegiatan FGD/ Focus Group Discussion dan wawancara mendalam (indepth interview) karena Kecamatan Panyingkiran merupakan sentra produksi mangga dan responden untuk penelitian ini yaitu petani mangga dan pedagang mangga bertempat tinggal di wilayah ini.


BAB IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.2. Sejarah Perkembangan Tanaman Mangga di Kabupaten Majalengka
Tanaman mangga diduga berasal dari negara India. Istilah mangga berasal dari Bahasa Tamil di India yaitu man-kay atau man-gas. Dalam bahasa botani, mangga disebut Mangifera indica L. Sehingga dapat disimpulkan tanaman mangga berasal dari India. Sampai saat ini, hampir seluruh wilayah India terdapat tanaman mangga.
Mangga pertama kali ditanam di Indonesia di Kepulauan Maluku pada Tahun 1665, namun pada perkembangan penanamannya, mangga terpusat di Pulau Jawa. Tercatat selama periode 1984 – 1986, populasi mangga di Indonesia sekitar 6 juta lebih pohon dengan produksi mangga sebesar 424.576 ton per tahun yang sebagian besar ditanam di Pulau Jawa. Daerah lain yang terdapat mangga pada persebarannya yaitu Sulawesi, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Maluku, dan Irian Jaya. Perkembangan selanjutnya mangga dicoba ditanam di seluruh wilayah nusantara meskipun hanya beberapa daerah yang memberikan hasil produksi yang baik, diantaranya Pulau Jawa dan Madura, Nusa Tenggara Barat, serta Sulawesi Selatan.
Tanaman mangga telah ditanam di Kabupaten Majalengka seiring dengan perkembangan tanaman mangga di Pulau Jawa. Pengembangan tanaman mangga di Kabupaten Majalengka untuk pertama kali dilakukan melalui proyek pemerintah yaitu dengan Proyek Usahatani Lahan Marginal pada Tahun Anggaran 1992/1993. Mangga yang dikembangkan melalui proyek tersebut yaitu penanaman tanaman mangga varietas Arumanis seluas 500 Ha di 7 (tujuh) desa di Kecamatan Kertajati, Kabupaten Majalengka. Penanaman dan pengembangan tanaman mangga pun dilakukan di kecamatan lainnya di wilayah Kabupaten Majalengka.
Pengembangan tanaman mangga selanjutnya dilakukan melalui Proyek Pengembangan Agribisnis Mangga (P2AM) IHDUA/JBIC IP-477 selama Tahun Anggara 1997/1998 sampai Tahun Anggaran 1999/2000 dengan pengembangan tanaman mangga varietas Gedong Gincu seluas 500 Ha di Kecamatan Kertajati. Pengembangan varietas Gedong Gincu ini dipilih karena memiliki potensi pasar yang baik untuk pasar internasional, terutama pasar Eropa. Mangga varietas Gedong Gincu memiliki bentuk pangkal buah bulat dengan warna kulit buah kuning/ oranye sehingga diminati pasar Eropa, memiliki rasa yang manis, aroma buah yang kuat, dan daging buah yang tebal. Berat buah sekitar 200 – 240 gram per buah dengan ukuran sekitar 10 x 8 cm dengan produktivitas rata-rata sekitar 100 – 150 Kg per pohon untuk tanaman di bawah 15 tahun. Namun untuk tanaman di atas 20 atau 30 tahun, produktivitas dapat mencapai lebih dari 500 Kg per pohonnya. Proyek pengembangan agribisnis mangga ini terus berlanjut dari tahun ke tahun dengan fokus pengembangan di Kabupaten Majalengka seluas 500 Ha, Kabupaten Indramayu seluas 1.000 Ha, dan Kabupaten Cirebon seluas 1.000 Ha. Proyek pengembangan agribisnis mangga ini difokuskan kepada pengembangan mangga Gedong Gincu untuk tujuan ekspor.
Selain Kabupaten Majalengka, kabupaten yang telah dikenal sebagai daerah sentra produksi mangga varietas Gedong Gincu ini yaitu Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon serta Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Kuningan sebagai wilayah pengembangan mangga selanjutnya. Pada perkembangannya, varietas Gedong Gincu ini ditanam di sebagian besar wilayah Kabupaten Majalengka, Kabupaten Indramayu, dan Kabupaten Cirebon yang kemudian menyebar pula ke wilayah Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Kuningan. Menurut hasil survey yang telah dilakukan pada kegiatan ini, pada Tahun 2011 populasi mangga Gedong Gincu di Kabupaten Majalengka sekitar 46,6 % dari jumlah pohon mangga yang ada. Sementara varietas lainnya yaitu Arumanis sebesar 36,6 %, Cengkir dan varietas lainnya (mangga varietas rucah/ varietas golek, kidang, bapang, dan sebagainya) kurang lebih sebesar 16,8 %.

4.3. Karakteristik Responden
                Responden untuk penelitian ini adalah petani dan pelaku pemasaran mangga (pedagang mangga) yang ada di Kabupaten Majalengka. Mengingat kedua jenis responden tersebut berbeda, maka dipastikan akan berbeda pula karakteristiknya. Karakteristik responden akan menentukan keberhasilan usaha yang dilakukan oleh responden tersebut karena akan mempengaruhi pengambilan keputusan dari setiap tindakan atau kegiatan yang diambil dalam menjalankan usahanya.

4.3.1. Karakteristik Petani Mangga Kabupaten Majalengka
Karakteristik petani mangga sangat menentukan keberhasilan usahatani mangga dimana petani sebagai pelaku usahatani dan pengambil keputusan untuk setiap tindakan yang dilakukan dalam kegiatan usahatani. Karakteristik petani akan sangat mempengaruhi individu petani dalam mengambil keputusan untuk penggunaan teknologi, penerapan SOP dan GAP mangga, serta penanganan pasca panen yang sangat mempengaruhi pula kualitas mangga yang dihasilkan. Karakteristik petani yang dibahas pada kajian ini yang sangat menentukan keberhasilan usahatani mangga dan kualitas mangga yang dihasilkan meliputi aspek umur, tingkat pendidikan (formal dan non formal), jenis pekerjaan utama, dan luas penguasaan lahan mangga atau jumlah pohon mangga yang diusahakan.
4.3.2. Karakteristik Pedagang Mangga Kabupaten Majalengka
Karakteristik pedagang mangga meliputi kelompok umur, tingkat pendidikan, mata pekerjaan utama, jumlah penguasaan pohon, pengalaman dalam kegiatan pemasaran atau perawatan mangga petani, dan cara memperoleh modal usaha. Karakteristik pedagang mangga akan sangat mempengaruhi kegiatan usaha pemasaran mangga yang dilakukan. Karakteristik pedagang mangga juga akan menentukan tipe pedagang yang lebih terbuka dan lebih adaptif atau fleksibel terhadap perubahan saluran pemasaran yang ada, perkembangan teknologi dalam kegiatan panen dan penanganan pasca panen, serta kemampuan untuk mengakses informasi dan pasar. Keberhasilan usaha pemasaran mangga ini juga tergantung karakteristik yang meliputi keahlian dan pengalaman pedagang mangga dalam mengambil keputusan untuk setiap langkah usaha yang diambil seperti keputusan untuk membeli mangga, menjual mangga, menentukan kesepakatan harga, serta melakukan ekspansi usaha ke kecamatan atau kabupaten lain.
4.4.2. Populasi dan varietas pohon mangga
Populasi pohon mangga yang ada di Kabupaten Majalengka sebagian besar merupakan pohon mangga yang produktif. Kondisi ini relatif cukup baik untuk upaya pengembangan kualitas mangga yang dilakukan karena pada dasarnya mangga yang ditanam sebagian besar sudah dilakukan perawatan dan pemliharaan. Jumlah pohon mangga produktif mencapai 65,2 % dari populasi pohon mangga yang ada di Kabupaten Majalengka dan sekitar 7,5 % diantaranya merupakan pohon yang berusia lebih dari 40 tahun. Pohon mangga dengan usia tersebut merupakan pohon mangga dengan produktivitas yang sangat tinggi yaitu antara 500 – 1.000 Kg per pohonnya dengan tinggi pohon di atas 5 meter. Pohon mangga tersebut merupakan pohon mangga yang ditanam dari biji atau cangkok.
Persentase pohon yang belum berbuah cukup tinggi, sementara pohon mangga yang tidak produktif tidak ditemukan di Kabupaten Majalengka. Hal ini dikarenakan oleh pengembangan produksi mangga yang dilakukan petani mangga yaitu dengan mengganti tanaman yang sudah tidak produktif dengan tanaman baru atau mengganti pohon mangga varietas tertentu yang bernilai jual rendah dengan varietas bernilai jual tinggi, misalnya mengganti pohon mangga varietas bapang dengan varietas gedong gincu atau arumanis.



BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Identifikasi Permasalahan Penurunan Kualitas Mangga Ekspor di Kabupaten Majalengka
Dari data yang dikeluarkan oleh UNDATA, Deptan, dan BPS untuk perkembangan ekspor mangga asal Indonesia dimana data tersebut menunjukkan adanya penurunan angka ekspor mangga pada Tahun 2010. Tercatat ekspor mangga pada Tahun 2009 sebesar 1.616 Ton, sementara pada Tahun 2010 menurun menjadi 999 Ton. Berarti ada penurunan ekspor mangga sebesar 617 Ton atau sebanyak 38 %. Penelitian ini mengkaji aspek-aspek yang menyebabkan penurunan angka ekspor tersebut apakah salah satunya disebabkan oleh kualitas mangga yang menurun.
Identifikasi permasalahan penurunan kualitas mangga ekspor terlebih dahulu dilakukan dengan mengetahui kegiatan penanaman dan perawatan/ pemeliharaan mangga yang dilakukan petani mangga di Kabupaten Majalengka, mengetahui kegiatan penanganan panen dan pasca panen yang dilakukan baik oleh petani maupun pelaku pemasaran mangga, serta mengetahui informasi pengaruh kondisi agroklimat terhadap kualitas mangga. Kegiatan penanaman dan perawatan/ pemeliharaan mangga dimulai dengan informasi penyediaan dan kondisi bibit mangga yang dilakukan oleh petani mangga di Kabupaten Majalengka.

5.1.1. Penyediaan bibit mangga dan input produksi lainnya
1. Penyediaan bibit mangga
Penyedia bibit mangga untuk wilayah Kabupaten Majalengka dan sekitarnya berasal dari Kecamatan Raja Galuh, Kecamatan Sindang Wangi, dan Kecamatan Suka Haji. Penangkar bibit mangga yang berasal dari ketiga kecamatan tersebut telah tersertifikasi. Menurut informasi dari petani mangga Kabupaten Majalengka, kualitas bibit mangga yang dihasilkan dari ketiga kecamatan tersebut dapat diandalkan. Produksi bibit mangga dari penangkar di tiga kecamatan tersebut berjumlah ribuan bibit setiap tahunnya, tidak hanya memenuhi permintaan bibit mangga dari dalam kabupaten, luar kabupaten pun seperti Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Kuningan dipenuhi salah satunya dari ketiga kecamatan tersebut disamping dari Kabupaten Indramayu.
Bibit mangga yang ditanam sebagian besar merupakan bibit mangga hasil perkawinan vegetatif yaitu dengan melakukan okulasi/ menempel dan mencangkok (59,7 %). Bibit mangga hasil perkawinan vegetatif tersebut merupakan bibit mangga yang diproduksi oleh penangkar bibit yang ada di wilayah Kabupaten Majalengka dengan berlabel sertifikasi untuk menjamin kualitas bibit mangga yang dihasilkan. Petani mangga Kabupaten Majalengka sebagian besar telah mengetahui kondisi bibit mangga yang baik dan buruk hanya dengan melihat tampilan fisik dari bibit mangga tersebut sehingga untuk permasalahan kualitas bibit mangga sudah dapat diatasi oleh petani mangga sendiri.
Sementara bibit mangga yang diperoleh dari biji saat ini sudah tidak diproduksi atau ditanam lagi oleh petani. Populasi pohon mangga yang bibit mangganya berasal dari biji cukup banyak. Pohon tersebut merupakan pohon mangga yang sudah tua tapi masih produktif serta pohon mangga yang ditanam di pekarangan.
2. Penyediaan input produksi lainnya
Sarana produksi pertanian secara umum mudah diperoleh untuk kebutuhan petani yang ada di Jawa Barat. Begitu pula untuk kebutuhan input produksi petani mangga di wilayah Kabupaten Majalengka. Selain bibit mangga, input produksi lain yang digunakan dalam budidaya mangga meliputi pupuk (pupuk kandang/ organik dan pupuk kimia/ anorganik), pestisida (kimia dan organik), Zat Perangsang Tumbuh (ZPT), dan bahan lainnya. Ketersediaan input produksi di Kabupaten Majalengka cukup baik, petani mangga pun cukup mudah dalam mengakses toko-toko atau kios-kios input produksi di kecamatan-kecamatan sentra produksi.
Sarana produksi lain yang tidak kalah penting yaitu tersedianya sarana pengairan pada lahan mangga yang dimiliki. Air sangat dibutuhkan pada awal tanam dan juga pada setiap proses perawatan dan pemeliharaan mangga. Sistem pengairan pada lahan mangga secara garis besar dibagi menjadi 3 jenis, yaitu tadah hujan, menggunakan irigasi sederhana, dan menggunakan irigasi teknis. Sebagian besar lahan mangga (75,8 %) merupakan lahan tadah hujan sehingga penyediaan air yang dibutuhkan pada saat proses kegiatan perawatan dan pemeliharaan tanaman mangga harus dapat disediakan oleh petani. Sampai saat ini, penyediaan air tersebut dilakukan dengan menggunakan pompa air atau dengan cara mengambil secara manual menggunakan ember dan dengan konsisi seperti ini menurut petani mangga bukan merupakan permasalahan yang tidak dapat diatasi.
5.1.2. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan membuat lubang tanam terlebih dahulu dengan kedalaman kurang lebih 100 cm dan dimasukkan pupuk kandang kemudian dibiarkan sampai menunggu bibit mangga untuk siap ditanam. Pembuatan lubang ini biasanya dilakukan antara 1 – 2 bulan sebelum tanam. Apabila bibit mangga telah siap, maka lubang tanam tersebut digali dengan kedalaman 30 – 50 cm dan ditaburi dengan furadan 10-25 gram. Bibit mangga kemudian ditanam beserta tanah yang terdapat dalam polybag yang sebelumnya polybag-nya dilepaskan. Setelah bibit mangga tertanam, pasang batang bambu atau penyangga bibit mangga tersebut. Kegiatan penanaman pohon mangga secara teknis untuk saat ini belum menjadi permasalahan yang berarti. Namun, pengembangan dan perluasan mangga sehingga penanaman mangga dapat dilakukan secara terus menerus dengan memanfaatkan lahan dapat dilakukan.

5.1.3. Penyiangan dan pemangkasan produksi (Ngarekrek)
1. Penyiangan
Pelaksanaan penyiangan dilaksanakan pada Bulan Nopember-Desember dengan cara membersihkan rumput/ tumbuhan yang ada di bawah kanopi atau sekitar pertanaman. Tujuannya agar tidak terjadi persaingan terutama zat makanan yang dibutuhkan oleh tanamanan mangga serta menghindari tempat tumbuhnya hama/ penyakit.
2. Pemangkasan produksi (Ngarekrek)
Tujuan pemangkasan produksi adalah untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman sehingga tanaman memperoleh sinar matahari penuh yang akhirnya didapatkan meningkatkan produktivitas. Pelaksanaan pemangkasan yaitu sebagai berikut:
a.    Membuang tunas air/ sirung yang tumbuh di batang dan dahan yang tidak mendapat sinar matahari langsung.
b.    Membuang cabang yang menunjukan gejala serangan hama dan penyakit.
c.     Membuang dahan/ ranting yang ditumbuhi benalu /mangandeuh (Lauranthaceae sp.).
d.    Membuang dahan yang cagaknya berhimpitan serta saling tumpang tindih.
e.    Membersihkan tumbuhan yang menempel pada batang/dahan mangga contohnya kadaka dan sisik naga/ duduitan.

5.1.4. Pemupukan
Kegiatan pemupukan untuk tanaman yang sudah menghasilkan dilakukan setelah panen atau setelah tanaman dilakukan pemangkasan dan penyiangan. Kegiatan ini tujuannya untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi yang optimal serta mempertahankan keseimbangan unsur hara di dalam tanah. Jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik yang disesuaikan dengan ukuran tanaman, umur, tingkat kesehatan/ kesuburan daun, serta rata-rata produksi yang dihasilkan. Akan tetapi secara praktis yang telah dilakukan oleh banyak petani dan dapat dijadikan referensi disajikan pada Tabel 19 berikut ini.
 Pupuk lain yang digunakan oleh petani mangga di Kabupaten Majalengka yaitu pupuk MKP. Kegunaan dari pupuk MKP (Monokalsium pospate) adalah untuk memecahkan masa dormansi pucuk tanaman untuk membentuk bakal bunga. Beberapa pengalaman petani mengatakan bahwa pupuk MKP (Monokalsium pospate) dapat diandalkan untuk mengeluarkan bunga bagi tanaman mangga yang sulit untuk berbunga.
Permasalahan pada kegiatan pemupukan yaitu petani mau menyediakan modal untuk pembelian pupuk dengan catatan pohon mangga tersebut membuahkan hasil. Apabila pohon mangga tidak berbuah bagus, maka biasanya petani tidak melakukan pemupukan yang baik. Waktu pemberian pupuk dilakukan setelah panen sehingga sebenarnya modal pembelian pupuk pasti tersedia apabila petani mangga memperoleh hasil yang baik dari pohon mangganya. Untuk teknis pelaksanaan kegiatan pemupukan telah dapat dilakukan oleh petani mangga secara terampil.
5.1.5. Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) untuk merangsang pembungaan mangga secara serempak dan lebih awal dengan menggunakan Patrol 250 SC dengan bahan aktif Faklobutrazol. Teknik aplikasinya yaitu dengan diencerkan terlebih dahulu dengan air lalu disiramkan di sekitar perakaran mangga dan sangat dekat dengan batang tanaman. Dosis yang digunakan untuk setiap pohon tergantung dari ukuran dan umur pohon mangga itu sendiri, serta dosis yang dipakai pada musim yang lalu. Untuk tanaman yang sudah berumur 10-20 tahun, dosinya berkisar antara 2-4 tutup botol atau sekitar 20- 40 cc per pohon.
Waktu aplikasi ZPT PATROL 250 SC disesuaikan dengan keinginan petani untuk waktu panen yang diharapkan/ diinginkan. Waktu aplikasi ZPT PATROL 250 SC juga tergantung dari kesiapan modal dan mental dalam upaya penanganan kerontokan bunga mangga. Apabila petani tersebut siap dengan modal dan mental serta mengharapkan panen pada awal Bulan Juni misalnya, maka aplikasi  PATROL 250 SC dilakukan pada pertengahan atau awal Bulan Januari sehingga nantinya tanaman akan keluar bunga pada Bulan Maret (saat curah hujan masih tinggi) dan kemungkinan panen terjadi pada Bulan Juni awal. Namun apabila modal yang tersedia kurang untuk melakukan pengendalian kerontokan bunga, maka aplikasi ZPT PATROL 250 SC agak mundur dan dilakukan sekitar Bulan Februari akhir sehingga bunga mangga keluar pada Bulan Mei (keadaan curah hujan sudah agak sedikit) sehingga risiko penanganan antisipasi kerontokan bunga relatif agak berkurang. Kesiapan petani dalam mengeluarkan modal untuk pembelian ZPT ini juga tergantung hasil panen yang diperoleh dari pohon mangga tersebut. Apabila hasil sebelumnya bagus, maka aplikasi ZPT pasti dilakukan.

5.1.6. Upaya penanganan kerontokan bunga dan pentil mangga
Kerontokan bunga dan pentil mangga dapat diakibatkan oleh beberapa penyebab, salah satunya yaitu oleh penyakit (penyakit antraknosa dan embun tepung) serta dapat juga disebabkan oleh hama (wereng mangga/cepel, kutu kapas, dan lain-lain). Kerontokan bunga mangga yang diakibatkan oleh penyakit antraknosa dan embun tepung biasanya muncul pada saat cuaca sering mendung serta curah hujan tinggi.
Upaya penanggulangannya diarahkan pada peningkatan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit melalui pemupukan P dan K tinggi yang diaplikasikan melalui penyemprotan pupuk MKP dan beberapa jenis fungisida (campuran) yaitu dengan Azoksistrobin/ Amistar Top 1 sendok makan + Difenokonazol/ Coridor 1 sendok makan + Mancozeb/ Manteb 2 sendok makan mucung + perekat Rany 2 tutup kemasan kemudian dicampur dan ditambah dengan air 17 liter (untuk isi 1 tangki hand sprayer) atau Coridor 250 EC 1 Sendok makan + Saaf 75 WP 2 sendok penuh + perekat Rany 2 tutup kemasan dicampur dengan air 17 Liter (1 tangki hand sprayer).
Upaya pengendalian kerontokan bunga mangga yang diakibatkan oleh serangan hama kutu daun dan wereng mangga dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati. Pestisida nabati yang digunakan yaitu ekstrak daun tembakau atau ekstrak buah picung. Apabila kesulitan untuk membuat insektisida nabati tersebut, maka dapat digantikan dengan insektisida kimia, diantaranya Rumba dan Avidor 25 WP.
Penyemprotan dilakukan 1 minggu 2 kali apabila keadaan hujan/ mendung terjadi secara terus menerus. Penyemprotan dilakukan mulai tanaman menjelang berbunga dan apabila menginginkan bunga keluar dengan serempak, maka bahan penyemprotan ditambah dengan pupuk daun MKP (Monokalsium pospate). Apabila kondisi cuaca cerah serta tidak ada hujan, biasanya muncul serangan hama (kutu daun, wereng mangga, dan ulat). Untuk mengantisipasinya, maka ditambahkan insektisida (Avidor 250 WP,Opera , Rumba , Buldok, Kempo 400 SL, Sonic 450 SL, dan lain-lain) sesuai dengan jenis hama yang menyerangnya.
Penyemprotan untuk pemeliharaan tanaman dari serangan hama dan penyakit dilakukan petani apabila pohon mangga yang ditanam menghasilkan buah yang bagus. Permasalahan modal untuk penyemprotan ini tidak terlalu berat apabila hasil panen mangga yang diperoleh memuaskan petani. Namun curah hujan yang tinggi menyebabkan biaya penyemprotan lebih tinggi. Hal tersebut yang menjadi permasalahan utama petani mangga.

5.1.7. Upaya pengendalian hama lain
Upaya mengendalikan hama yang lain dari golongan ulat (ulat pucuk, ulat api, ulat penggerek buah, dan lain-lain) yaitu dengan menggunakan insektisida dengan bahan aktif Dimehipo (Sonic 450 SL / KEMPO 400 SL) atau Betasiflutrin (Buldok 25 EC). Pengendalian hama lalat buah di kawasan kebun dimulai sejak tanaman menjelang berbunga (Bulan Mei – Juni) dan dilakukan gerakan secara massal dengan melibatkan regu pengendali hama (RPH) melalui pemasangan botol perangkap Metyleugenol dari minyak/ air suling selasih atau Petrogenol 800 L untuk menekan populasi awal hama lalat buah. Selain itu, perlu juga dilakukan teknik pengendalian hama lainnya yaitu dengan melakukan kegiatan sanitasi atau dengan pembuangan mangga yang busuk di sekitar pertanaman, serta melakukan kegiatan pengasapan di sekitar kebun untuk mengusir populasi lalat buah dan hama lainnya.
Jenis hama lain yang mengganggu dan menurunkan produksi yaitu kalong dan kelelawar. Upaya penanganan hama jenis kalong dan kelelawar ini yaitu dengan menggunakan obat temik yang dikenal dengan nama daerah tali kambing. Cara penggunaan obat temik ini dengan dimasukkan ke dalam buah mangga matang dan diumpankan di pohon mangga.

5.1.8. Penanganan kualitas buah mangga (Aplikasi KNO3, Unsur Mikro)
Kualitas mangga sangat menentukan sekali pada nilai penawaran pasar, jika harga mangga kualitas A untuk mangga gedong gincu Rp 25.000,- maka untuk kualitas No 2 (PL) hanya berkisar Rp 12.500,- sehingga untuk meningkatkan tingkat pendapatan usha tani mangga disamping kuantitasnya juga mutu atau kualitasnya  sangat perlu diperhatikan.
Upaya para petani untuk meningkatkan kualitas buah mangga diantaranya dengan melakukan pemupukan susulan berupa pemberian KNO3 Putih 1-2 Kg yang ditabur/ dicor di sekitar perakaran. Pemberian KNO3 Putih tersebut sebaiknya dicampur dengan pupuk organik RABOG dengan dosis 3-4 Kg per pohon pada saat ukuran buah mangga sudah sebesar biji kelereng. Selanjutnya dilakukan penyemprotan pupuk Manggo Super atau Grenner agar buah mangga ukurannya lebih besar, tidak ada benjolan, serta tidak kempot (cacat) pada bagian belakang/ bawah buahnya.

5.1.9. Panen
Panen dilakukan apabila buah sudah menunjukan tanda tua atau matang di pohon. Panen dilakukan dengan menggunakan caduk/ onclang yaitu alat panen yang terbuat dari bambu yang ujungnya diikatkan dengan pisau (Gambar 5). Cara panen yang dilakukan di Kabupaten Majalengka yaitu dengan memetik buah mangga dengan tangkai buahnya. Petani mangga mengupayakan supaya getah mangga yang keluar akibat pemetikan buah tidak menetes pada kulit buah sehingga buah mangga yang dihasilkan mulus. Waktu pemanenan yang paling baik yaitu pada pukul 10.00 ke atas karena pada waktu tersebut dimungkinkan jumlah getah yang keluar lebih rendah. Buah mangga yang telah dipanen dikumpulkan di tempat teduh untuk menjaga suhu buah mangga, menjaga kesegaran buah mangga agar tetap segar dan kulit buah mangga tidak rusak atau layu akibat terkena panas matahari.
Kegiatan selanjutnya setelah pemanenan yaitu dilakukan penyortiran terhadap buah mangga yang layak jual dengan yang tidak layak jual (busuk, bonyok terkena benturan, atau buah pecah). Mangga kemudian dimasukkan ke dalam keranjang dan mangga siap diangkut. Penyortiran dan grading serta penanganan pasca panen selanjutnya dilakukan oleh pedagang pengumpul atau bandar. Jadi, yang menentukan grade mangga untuk menetapkan harga jual per Kg adalah pedagang pengumpul atau bandar. Petani juga terkadang melakukan penjualan sistem abres/ rad. Sistem abres ini adalah penjualan untuk seluruh ukuran dan tingkat kematangan buah, bahkan untuk varietas sekalipun semua dikumpulkan dan ditimbang. Harga abres ini tentunya jauh lebih rendah dari harga sistem grade.
Waktu pelaksanaan kegiatan perawatan dan pemeliharaan pohon mangga sampai ke kegiatan pemanenan yang dilakukan petani mangga di Kabupaten Majalengka secara umum disajikan pada Tabel 20. Pada Tahun 2011, puncak panen terjadi pada Bulan Oktober sampai awal Bulan Nopember.
Teknik budidaya mangga yang dilakukan petani mangga Kabupaten Majalengka secara garis besar telah memenuhi kaidah GAP (Good Agricultural Practices) dan SOP (Standard Operational Procedure) kebun mangga. Namun kegiatan perawatan dan pemeliharaan tersebut sebagian besar hanya dilakukan oleh petani mangga dengan kepemilikan pohon mangga dalam kebun di atas 11 pohon atau petani mangga yang memiliki kebun mangga hamparan dan kebun mangga campuran. Sementara, petani mangga yang memiliki pohon mangga di pekarangan sebagian besar menyewakan/ mengontrakkan pohonnya ke pedagang pengumpul/ bandar atau tidak melakukan perawatan dan pemeliharaan pohon mangga sama sekali.

5.1.10. Sistem sewa pohon atau kebun mangga
Sistem sewa/ kontrak pohon atau kebun mangga berkembang sekitar Tahun 1997-an. Perkembangan sistem sewa pohon ini pada awalnya dimulai dari permintaan konsumen dan juga pihak supplier supermarket/ hypermarket serta eksportir yang menginginkan buah mangga dengan kualitas yang bagus. Keinginan konsumen tersebut kemudian memberikan penekanan terhadap pelaku pemasaran mangga untuk menjual buah mangga dengan kualitas yang diinginkan konsumen. Keterbatasan petani mangga dalam menghadirkan buah mangga dengan kualitas tertentu mendorong pelaku pemasaran mangga untuk terlibat langsung dalam kegiatan budidaya mangga. Keterlibatan pelaku pemasaran dalam budidaya mangga tersebut direalisasikan melalui sistem sewa/ kontrak pohon atau kebun mangga.
Sebelum adanya sistem sewa/ kontrak pohon atau kebun mangga ini, dikenal juga sistem tebasan. Sistem tebasan yaitu pembelian buah mangga dalam satu pohon atau kebun dengan harga tertentu. Harga yang terjadi bukan berdasarkan ukuran berat (per Kg), namun berdasarkan kesepakatan harga per pohon atau per kebun yang didasarkan pada kondisi bunga/ buah pentil karena kesepakatan harga tebasan dilakukan ketika pohon mangga baru berbunga atau berbuah pentil (dikenal juga dengan istilah kontrak bunga atau kontrak buah). Tidak ada batasan untuk jumlah pohon yang ditebas. Waktu untuk sistem tebasan ini biasanya hanya untuk satu musim panen.
Berbeda dengan sistem sewa/ kontrak pohon atau kebun mangga dimana waktu atau lamanya sewa/ kontrak biasanya mencapai 1 – 3 tahun bahkan ada juga yang lebih dari itu. Lamanya waktu sewa/ kontrak pohon atau kebun mangga tersebut yang mengharuskan penyewa melakukan perawatan dan pemeliharaan pada pohon atau kebun mangga yang disewa/ dikontrak. Penentuan harga sewa/ kontrak per pohon atau kebun oleh penyewa biasanya didasarkan pada:
  1. Melihat hijau dan lebatnya daun (kondisi pohon).
  2. Kedekatan dengan pemilik pohon (biasanya yang sudah menjadi pelanggan).
  3. Lokasi/ tempat pohon atau kebun mangga berada.
Petani dalam memutuskan pohon atau kebun mangganya disewakan/ dikontrakkan biasanya didasarkan pula pada:
  1. Kurangnya biaya untuk perawatan/ pemeliharaan pohon mangga.
  2. Kedekatan dengan pemilik pohon karena banyak penyewa/ pengontrak yang melakukan perangsangan pohon untuk berbuah terlalu tinggi sehingga pohon mangga rusak.
  3. Lama waktu sewa/ kontrak pohon atau kebun mangga.
Harapan petani ketika pohon atau kebun mangganya disewakan akan tumbuh bagus karena dipelihara oleh penyewa melalui pemupukan dan pemeliharaan lainnya. Pemupukan yang dilakukan penyewa/ pengontrak biasanya menggunakan pupuk kandang dan pupuk lainnya yang manfaatnya akan terus ada sampai penguasaan pohon atau kebun mangga kembali lagi ke petani (masa sewa/ kontrak habis). Pemeliharaan pohon atau kebun mangga tersebut biasanya dilakukan secara optimal oleh penyewa yang menyewa dengan jangka waktu yang lama (minimal 3 tahun). Apabila sewa/ kontrak pohon dilakukan hanya 1 tahun, tidak sedikit petani yang mengalami kerusakan pada pohon atau kebun mangganya karena adanya perlakuan perangsangan pohon untuk berbuah yang terlalu tinggi. Kerusakan pohon mangga tersebut menyebabkan produktivitas buah turun, kualitas pohon dan buah mangga jelek, dan bahkan menyebabkan pohon mangga mati.

5.1.11. Kegiatan penanganan pasca panen yang dilakukan pedagang pengumpul atau bandar
Mangga yang telah dipanen oleh petani kemudian disortir dan di-grading oleh pedagang pengumpul atau bandar sebelum dilakukan transaksi pembelian dengan petani. Grading dilakukan untuk 2 jenis, yaitu grade AB atau dikenal dengan grade super dan grade PL atau dikenal juga dengan istilah grade BS. Kategori grade AB merupakan buah mangga yang cukup besar, mulus (tidak cacat, tidak bernoda hitam, tidak berlubang, dan tidak tergores), tingkat kematangan yang cukup antara 80 – 85 % (Tabel 21), serta penampilan buah yang bagus. Buah mangga yang tidak termasuk dalam kategori tersebut, maka masuk ke dalam grade PL. Khusus untuk buah mangga gedong gincu, karegori buah tidak duduk juga (bentuk buah mangga datar di ujung) menjadi penentu grading.
Mangga yang telah disortir dan di-grading kemudian diangkut ke gudang pedagang pengumpul atau bandar atau dapat juga langsung dijual kembali ke pelaku pemasaran lainnya. Penanganan pasca panen mangga selanjutnya yang dilakukan di gudang pedagang pengumpul atau bandar yang didasarkan kepada permintaan dan keinginan pembeli mangga selanjutnya (sesuai permintaan dan keinginan pasar), terkait dengan jenis grade yang diinginkan, jenis kemasan yang digunakan, serta perlakuan lainnya yang dibutuhkan. Tujuan pasar dari pedagang pengumpul atau bandar yaitu pasar lokal tradisional (pasar becek), supllier dan pasar lokal modern (supermarket, hypermarket, dan processor), serta pasar ekspor. Penanganan untuk ketiga tujuan pasar tersebut berbeda-beda.
Penanganan pasca panen mangga yang dilakukan di gudang pedagang pengumpul atau bandar pertama-tama yaitu mangga yang sudah dikumpulkan dari petani lainnya kemudian di-grading kembali dengan grade sesuai permintaan pasar, misalnya Grade A, Grade B, dan Grade C tanpa ada perlakuan apapun terlebih dahulu. Media/ alat untuk grading mangga ini biasanya menggunakan container (keranjang plastik) atau keranjang bambu (Gambar 6).
Prioritas pertama untuk grading biasanya ditujukan untuk pasar ekspor. Mangga sisa sortir dari grade yang ditujukan untuk pasar ekspor tersebut di-grade kembali untuk dijual ke pasar lokal modern dan tradisional. Pengaturan grading tersebut membutuhkan keahlian dari pedagang pengumpul atau bandar karena pihak pasar lokal modern dan tradisional tidak mau menerima mangga sisa grade untuk tujuan pasar lain. Sementara, semakin banyak grade yang bagus, maka semakin besar keuntungan yang akan diperoleh. Keahlian tersebut yang merupakan modal pedagang pengumpul atau bandar dalam menjalankan usahanya.
Mangga yang telah di-grade sesuai dengan jenis pasar yang akan dituju, maka diberikan perlakuan yang berbeda untuk masing-masing pasar tersebut. Mangga yang ditujukan untuk pasar ekspor diberikan perlakuan seperti pencucian dan pelapisan lilin/ waxing. Pelapisan lilin digunakan supaya mangga dapat bertahan lama dan mempertahankan tingkat kesegarannya karena pelilinan dapat menekan laju respirasi sehingga perubahan kimiawi yang terjadi pada mangga relatif terhambat sehingga menunda kematangan buah. Sebelum dilakukan pelapisan lilin, mangga dicelup terlebih dahulu dalam larutan fungisida atau air panas. Kemudian mangga dicelupkan ke dalam larutan emulsi lilin 6 % selama 10 – 30 detik yang diikuti dengan penggunaan benomyl 1.000 ppm dan glossy agent dengan konsentrasi 0,125 % dan kemudian dikeringkan. Mangga yang ditujukan untuk pasar lokal modern dilakukan pencucian dengan larutan fungisida dan dilap/ dikeringkan. Sedangkan mangga yang ditujukan untuk pasar tradisional tidak diberikan perlakuan apapun apabila diperlukan maka cukup dilap saja. Pemberian label (labelling) biasanya dilakukan pada buah mangga yang ditujukan untuk pasar lokal modern dan pasar ekspor. Pemberian label ini dilakukan sesuai dengan permintaan dari pembeli/ pasar. Namun untuk keperluan promosi karena mangga yang dipasarkan ditujukan untuk kota besar dan luar negeri, maka pelabelan akan lebih baik dan sangat membantu.
Kegiatan selanjutnya yaitu pengemasan. Jenis kemasan yang digunakan berbeda-beda, sesuai dengan saluran pasar yang dituju. Jenis kemasan yang digunakan untuk mangga dengan tujuan pasar ekspor yaitu dengan menggunakan kotak karton berukuran 45 cm x 27,5 cm x 9,5 cm dengan kapasitas 5 kg. Jumlah buah mangga dalam satu karton bervariasi, tergantung ukuran buah mangga (tergantung grade). Kotak karton tersebut diberi lubang ventilasi sebanyak 2 – 3 lubang setiap sisi kotak karton dengan diameter 2 cm untuk sirkulasi udara. Sebelum buah mangga dimasukkan, bagian dasar kotak karton dan bagian atasnya diberi potongan kertas yang bertujuan untuk mengurangi lecet dan memar buah mangga akibat tekanan atau gesekan. Untuk lebih mencegah kerusakan fisik selama proses transportasi, buah mangga diberi pelapis net foam sebelum dimasukkan ke dalam kotak karton (Aprialdi, 2012). Penyusunan dalam kotak karton untuk mangga gedong gincu dengan arumanis berbeda. Mangga gedong gincu disusun pada posisi berdiri (pangkal buah terletak di atas), sedangkan mangga arumanis disusun pada posisi tidur/ rebah. Setelah tersusun rapih dan dilakukan penimbangan kembali untuk memastikan berat dan dilakukan pengecekkan grade, kemudian kotak karton ditutup dengan lakban dan diberi kode sesuai dengan grade-nya masing-masing.
Pengemasan yang dilakuan untuk mangga tujuan pasar lokal modern hampir sama dengan pasar ekspor yaitu dengan menggunakan kotak karton yang berkapasitas 10 Kg dengan jumlah mangga 10 – 14 buah mangga. Kotak karton tersebut diberi lubang ventilasi dan potongan kertas di bagian dasar dan bagian atas kotak karton serta diberi kode grade setelah kotak karton ditutup dengan lakban. Hal yang sama dilakukan untuk penyusunan buah mangga dalam kotak karton dimana mangga gedong gincu disusun pada posisi berdiri (pangkal buah terletak di atas) dan mangga arumanis disusun pada posisi tidur/ rebah.
Pengemasan mangga untuk tujuan pasar lokal tradisional sangat beragam tergantung dari daerah mana dan atau pasar tradisional mana yang akan ditembus. Pengemasan biasanya dengan menggunakan kardus (bekas kemasan rokok), kotak kayu (peti kayu) berbagai ukuran, dan keranjang bambu. Kemasan yang digunakan untuk penjualan mangga ke pasar tradisional lokal (dalam kabupaten) biasanya cukup dengan menggunakan keranjang bambu atau kardus bekas rokok dan diikat dengan tali. Mangga yang dijual ke pasar tradisional lokal dalam kabupaten tersebut adalah mangga grade BS/ PL atau mangga rucah. Sementara grade B, C (standar dalam negeri) dijual ke pasar tradisional yang ada di pusat kota, seperti Pasar Induk Caringin di Bandung dan Pasar Induk Kramat Jati di Jakarta. Kemasan yang digunakan untuk tujuan pasar tersebut yaitu dengan menggunakan kotak kayu/ peti.
Setelah pengemasan dilakukan, sebagian besar mangga yang ditujukan untuk pasar lokal tradisional langsung dilakukan pengiriman ke pasar yang dituju. Lain halnya dengan mangga yang ditujukan untuk pasar ekspor. Dibutuhkan penyimpanan untuk sementara waktu karena pemenuhan jumlah mangga kualitas ekspor untuk kuota tertentu membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk itu, penyimpanan mangga tujuan ekspor tersebut harus dilakukan dengan teknik tertentu agar kerusakan buah mangga (chilling injury) yang terjadi dapat diminimalkan. Penyimpanan yang paling baik dilakukan dengan menggunakan ruang penyimpanan dingin (cold storage), namun penyimpanan seperti ini membutuhkan sarana yang memadai, tidak hanya pada saat penyimpanan namun juga proses transportasi dan sebagainya membutuhkan dukungan sarana yang memadai. Penyimpanan dingin bertujuan untuk membatasi pembusukan tanpa menyebabkan terjadinya pematangan abnormal atau perubahan-perubahan lainnya yang tidak diinginkan. Penyimpanan dingin akan berhasil apabila dilakukan untuk seluruh rantai pendingin (cold chains) dari hulu sampai hilir sehingga kualitas mangga yang dihasilkan dapat terjaga sampai ke tangan konsumen.
Penyimpanan mangga yang ditujukan untuk pasar lokal modern apabila dilakukan dengan menggunakan penyimpanan dingin (cold storage) tentu akan lebih baik, namun memang dibutuhkan sarana yang memadai yang tidak terputus rantai pendinginnya (cold chains) dari hulu sampai hilir sehingga kualitasnya tetap terjaga. Penyimpanan mangga yang dilakukan untuk mangga tujuan pasar lokal modern sementara ini cukup dengan menyimpannya dalam kotak karton yang ditempatkan di daerah yang tidak lembab.
Pengangkutan mangga yang ditujukan untuk pasar ekspor yang telah disimpan melalui penyimpanan dingin/ cold storage, harus dilakukan dengan menggunakan kendaraan yang dilengkapi dengan ruang pendingin. Suhu yang tepat untuk pengangkutan mangga adalah 100 C sehingga dapat membatasi pembusukan dan tidak menyebabkan kematangan abnormal. Begitu juga untuk mangga yang ditujukan pasar lokal modern akan lebih baik apabila menggunakan pengangkutan dengan kendaraan yang dilengkapi ruang pendingin.
Pengangkutan mangga yang ditujukan untuk pasar lokal tradisional dilakukan dengan menggunakan kendaraan pick up, truck, dan truck besar. Jenis kendaraan yang digunakan tentunya didasarkan pada jumlah tonase mangga yang dikirim dan jarak pengiriman. Apabila satu orang pedagang pengumpul belum dapat memenuhi kuota satu pick up, maka cara lain yaitu dengan menitipkan mangganya ke pdagang pengumpul lain. Biaya yang dikeluarkan untuk cara seperti ini yaitu dengan membagi harga sewa pick up dengan jumlah peti/ kotak kayu yang dimuat dalam pick up tersebut. Harga yang terjadi biasanya antara Rp 10 ribu – Rp 20 ribu per petinya.
5.1.12. Kegiatan pemasaran mangga
Pemasaran mangga yang dilakukan di Kabupaten Majalengka melibatkan beberapa saluran pemasaran diantaranya Petani (P), Kelompok Tani (KT), Gabungan Kelompok Tani (GKT), Pedagang Pengumpul (Pl), Bandar (Bd), Supplier (Sp), dan Eksportir (Eks). Pasar yang dituju adalah Pasar Lokal Tradisional (PsT), Pasar Lokal Modern (PsM), dan Pasar Ekspor. Gambar 12 berikut ini adalah saluran pemasaran yang dirangkum dari aktifitas pelaku pemasaran di Kabupaten Majalengka.
Secara umum, saluran pemasaran mangga di Kabupaten Majalengka terdiri dari 7 rantai saluran pemasaran. Saluran pemasaran tersebut adalah sebagai berikut:
1.       Petani (P) – Kelompok Tani (KT) – Gabungan Kelompok Tani (GKT) –  Eksportir (Eks)
2.       Petani (P) – Kelompok Tani (KT) – Gabungan Kelompok Tani (GKT) –  Supplier (Sp) – Pasar Lokal Modern (PsM)
3.       Petani (P) – Kelompok Tani (KT) –  Supplier (Sp) – Pasar Lokal Modern (PsM)
4.       Petani (P) – Pengumpul (Pl) – Bandar (Bd) – Eksportir (Eks)
5.       Petani (P) – Pengumpul (Pl) – Bandar (Bd) – Pasar Lokal Modern (PsM)
6.       Petani (P) – Pengumpul (Pl) – Bandar (Bd) – Supplier (Sp) – Pasar Lokal Modern (PsM)
7.       Petani (P) – Pengumpul (Pl) – Bandar (Bd) – Pasar Lokal Tradisional (PsT)
Petani sebagai penyedia buah mangga merupakan pihak yang sangat penting dalam penyediaan kuantitas dan kualitas mangga yang dihasilkan. Sedangkan pelaku pemasaran di area konsumsi merupakan penyedia informasi dan penentu aliran uang. Peran petani dalam pelaksanaan kegiatan budidaya mangga pada perkembangannya banyak dibantu pihak lain dalam saluran pemasarannya. Seperti halnya saluran pemasaran No. 1, No. 2 dan No. 3 dimana bimbingan dan pelatihan teknis budidaya mangga rutin diberikan dari kelompok tani dan juga Gapoktan. Pembinaan untuk memperoleh kualitas yang diinginkan pun biasanya dilaksanakan oleh supllier dan eksportir kepada petani mangga (saluran pemasaran No. 1, No. 2, No. 3, dan No. 4).
Sistem penetapan harga antar saluran pemasaran yang ada ditentukan melalui mekanisme pasar yang berpatokan pada beberapa tujuan pasar utama seperti pasar induk, pasar kota kabupaten, dan perusahaan pengolahan (processor), kecuali untuk saluran pemasaran ke supplier dan eksportir. Penetapan harga dilakukan dengan sisten kontrak. Sebagian besar petani (77,9 %) memilih saluran ke pedagang pengumpul dan bandar karena tidak mau terikat dengan sistem kontrak tersebut. Panen raya hanya terjadi kurang dari 2 bulan, sementara waktu panen seluruhnya kurang lebih 6 bulan. Apabila menggunakan sistem kontrak, maka petani merasa harga yang ditawarkan di pasar tradisional jauh lebih tinggi dan akan mendatangkan pendapatan yang lebih tinggi. Disamping itu, sistem pembayaran untuk petani dilakukan secara tunai untuk penjualan langsung ke pedagang pengumpul atau bandar. Sementara untuk pasar lokal tradisional ada rentang waktu sekitar 1 – 5 hari dan untuk pasar lokal modern dan eksportir rentang waktunya sekitar 7 – 14 hari.
Penyusutan biasa terjadi pada mangga. Pihak yang mengalami beban penyusutan yaitu Gapoktan (susut 2 %), pedagang pengumpul (susut 2 %), bandar (susut 2 – 5 %), suppiler (susut 5 %), eksportir (susut 5 %), pedagang di pasar lokal modern (susut 2 %), pedagang di pasar lokal tradisional (susut 2 – 5 %). Besarnya penyusutan ini dipengaruhi oleh lamanya waktu penyimpanan.
Penjualan dilakukan sebagian ke bandar di desa sentra produksi (72,1 %). Bandar menjadi penerima pasokan mangga terbesar karena pedagang pengumpul yang beroperasi di wilayah sentra produksi merupakan kepanjangan tangan dari bandar. Pedagang pengumpul sudah dapat mengirim sendiri mangganya ke pasar lokal dalam Kabupaten Majalengka ataupun ke Pasar Caringin Bandung. Pengiriman ke pasar induk di Jakarta biasanya dibantu oleh bandar, pedagang pengumpul sebagai penyedia buah mangga dari petani.

5.1.13. Pengaruh kondisi agroklimat terhadap kualitas mangga
Kondisi agroklimat Kabupaten Majalengka secara umum dapat dikatakan baik untuk pengembangan mangga gedong gincu yang sedang digalakan. Faktor iklim yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan tanaman mangga yaitu curah hujan. Perkembangan curah hujan khusus untuk wilayah Kabupaten Majalengka disajikan pada Lampiran 8 sampai Lampiran 13. Seperti yang telah diuraikan di atas, curah hujan Kabupaten Majalengka cukup tinggi. Sepanjang Tahun 2011, Kabupaten Majalengka diguyur hujan hampir setiap bulan kecuali Bulan Juli dan Bulan Agustus. Pada Tahun 2010, curah hujan rata-rata mencapai 3,913 mm dengan rata-rata hari hujan sebanyak 177,3 hari. Sementara pada Tahun 2009, curah hujan rata-rata mencapai 1,995 mm dengan rata-rata hari hujan sebanyak 101,5 hari. Berarti pada Tahun 2010 terjadi peningkatan curah hujan yang sangat besar mencapai 96 % dari curah hujan yang terjadi pada Tahun 2009 sehingga dipastikan penurunan produksi dan kualitas mangga untuk tujuan ekspor salah satunya disebabkan oleh faktor iklim yaitu curah hujan yang tinggi.
5.1.14. Identifikasi permasalahan penurunan kualitas mangga
Dari pemaparan kondisi kegiatan budidaya mangga yang dilakukan petani mangga meliputi penanaman dan perawatan/ pemeliharaan mangga dan kegiatan penanganan panen dan pasca panen yang dilakukan baik oleh petani mangga maupun pelaku pemasaran mangga, serta informasi kondisi agroklimat, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:
1.       Ketersediaan modal usahatani mangga yang didasarkan pada keberhasilan atau panen mangga yang diperoleh petani. Apabila hasil panen bagus, maka petani berani untuk melakukan pemeliharaan penuh terhadap pohon mangga, namun sebaliknya apabila hasil panen mangganya kurang memuaskan biasanya pohon mangga kurang dipelihara atau disewakan/ dikontrakkan ke pihak lain.
2.       Banyak petani yang menyewakan/ mengontrakkan pohonnya ke pihak lain dalam waktu yang singkat (1 tahun). Penyewaan pohon ini menyebabkan pohon rusak karena perangsangan buah yang dilakukan sehingga produktivitas dan kualitas buah selanjutnya akan turun. Penyewaan pohon mangga dilakukan karena petani tidak memiliki modal dan waktu untuk pemeliharaan (memiliki mata pencaharian lain), jumlah kepemilikan pohon mangga yang sedikit (bukan merupakan kebun mangga), serta harapan supaya pohonnya dipelihara pihak lain namun tetap menghasilkan uang setiap tahunnya. Dengan kondisi seperti ini, maka pengembangan teknik budidaya mangga sesuai GAP, SOP, dan pelaksanaan registrasi kebuh buah tidak dapat terealisasi.
3.       Pengembangan usahatani mangga yang masih tergantung pada kondisi agroklimat. Peningkatan curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan penurunan produksi dan kualitas mangga.
4.       Sebagian besar petani mangga belum tergabung dalam kelembagaan petani (kelompok tani/ Gapoktan/ Asosiasi Petani Mangga) yang terlibat dalam kegiatan pemasaran hasil panen.
5.       Belum adanya sistem rantai pendingin (cold chains) yang terintegrasi dari hulu sampai hilir sebagai upaya untuk menjaga dan mempertahankan kualitas mangga untuk ekspor dan keamanan produk dari produsen sampai konsumen.

5.2. Identifikasi Kelembagaan Petani dan Pelaku Pemasaran Mangga di Kabupaten Majalengka
5.2.1.        Kelembagaan petani mangga
Pengembangan yang dilakukan pada kelembagaan petani pasti bertujuan untuk meningkatkan posisi tawar (bargaining position) petani dalam usahanya sehingga memperoleh peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh petani agar petani dapat bersaing dalam melaksanakan kegiatan usahatani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya (Suhud dalam http://peranlembagapertanian.blogspot.com, 2012). Begitu juga untuk kelembagaan petani mangga yang dibentuk, tujuan utama pengembangan kelembagaan petani mangga tersebut adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Kelembagaan petani mangga yang telah berjalan cukup lama dan menjadi wadah untuk petani mangga di Kabupaten Majalengka yaitu kelompok tani, Gapoktan, dan A    sosiasi. Kelompok tani merupakan wadah untuk konsolidasi petani. Dalam kelompok tani terjadi interaksi petani yang lebih intens untuk bertukar informasi mengenai teknik budidaya, harga, dan pasar. Kelompok tani yang sudah terbentuk di Kabupaten Majalengka sebagian besar merupakan kelompok tani tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan. Berhubung banyak petani yang memiliki pohon mangga sehingga terbentuklah kelompok tani mangga yang memfokuskan usahanya pada tanaman mangga. Kelompok tani ini sudah berperan dalam pengumpulan mangga yang nantinya dikirim ke Gapoktan mangga. Kelompok tani yang berhasil teridentifikasi baru dalam satu kecamatan dan disajikan pada Tabel 23.
Gabungan kelompok tani (Gapoktan) dibentuk untuk memperkuat kelembagaan petani yang sudah ada sehingga pembinaan akan lebih terfokus dengan arah yang jelas. Untuk itu, Gapoktan dibentuk dari beberapa kelompok tani, idealnya anggota Gapoktan maksimal 10 kelompok tani supaya pengaturan dan koordinasi lebih baik. Gapoktan telah terbentuk di setiap desa sentra produksi pertanian, baik itu tanaman pangan maupun tanaman perkebunan atau kehutanan. Gapoktan untuk komoditas mangga telah terbentuk juga dari beberapa kelompok tani mangga yang ada di Kabupaten Majalengka. Gapoktan mangga ini cukup berkembang baik dalam kegiatan teknik budidaya maupun dalam kegiatan pemasaran. Gapoktan mangga yang berlokasi di Kecamatan Panyingkiran dan kecamatan lainnya telah aktif dalam kegiatan pemasaran mangga yaitu dengan melakukan kerjasama kemitraan dengan pihak supplier supermarket untuk penjualan mangga di pasar lokal modern serta eksportir untuk penjualan mangga di pasar ekspor. Jumlah Gapoktan seluruhnya ada 63 Gapoktan, namun Gapoktan yang berhasil diidentifikasi sebagai Gapoktan mangga baru di Kecamatan Majalengka disajikan pada Tabel 24.
Disamping kelompok tani dan Gapoktan, kelembagaan petani lainnya yang telah terbentuk di Kabupaten Majalengka yaitu Asosiasi Petani Mangga Kabupaten Majalengka. Asosiasi petani mangga ini telah cukup lama berdiri. Aktivitas asosiasi petani mangga Kabupaten Majalengka telah cukup berperan dalam upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani dengan melakukan kerjasama salah satunya dengan PT. Indofresh untuk kontrak pemasaran mangga gedong.
Kelembagaan lain yang mendukung upaya pengembangan mangga di Kabupaten Majalengka yaitu adanya kelompok Regu Pengendali Hama (RPH). Jumlah RPH saat ini kurang lebih ada 327 regu. RPH merupakan salah satu solusi untuk pemberantasan hama dan penyakit mangga yang ada di Kabupaten Majalengka.

5.2.1.        Kelembagaan pemasaran mangga
Kelembagaan pemasaran mangga dibangun melalui kerjasama kemitraan dalam penyediaan kuantitas dan kualitas mangga yang dibutuhkan. Kerjasama kemitraan yang dibangun ditujukan untuk saling meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan, kontinyuitas usaha (produk mangga), serta saling memperkuat jaringan pasar dan perluasan pasar.
Kelembagaan pemasaran sangat penting untuk meningkatkan daya saing dan posisi tawar (bargaining position) dalam rantai saluran pemasaran yang ada. Penguatan pada kelembagaan pemasaran dapat pula membuka saluran pasar baru yang lebih menguntungkan dan berprospek baik ke depannya. Adanya kelembagaan pemasaran dapat menciptakan pula efektifitas dan efisiensi dalam segala kegiatan pemasaran mangga yang dilakukan.


1.    Pedagang pengumpul
Pedagang pengumpul merupakan pelaku pemasaran di sentra produksi mangga yang membeli hasil panen petani secara langsung dan memasarkannya ke pelaku pasar yang ada di dalam dan di luar wilayah sentra produksi mangga. Sebagian besar mangga dari petani dibeli oleh pedagang pengumpul. Mangga yang dibeli dari petani oleh pedagang pengumpul kemudian dijual ke bandar dan atau dijual ke supplier dan atau dipasarkan langsung ke pasar tradisional yang berada di dalam wilayah sentra produksi. Namun sebagian besar mangganya dijual ke bandar yang berada di wilayah sentra produksi.
Peran pedagang pengumpul pada pemasaran mangga di Kabupaten Majalengka sangat besar. Hal tersebut dikarenakan pedagang pengumpul menguasai sebagian besar pemasaran petani di sentra produksi karena mendominasi peran sebagai pembeli pertama (first buyer). Oleh karena itu, pasokan untuk tujuan saluran pasar berikutnya, baik untuk ke pasar lokal modern maupun tradisional atau juga pasar ekspor sebagian besar tergantung pada kelancaran pasokan dari pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul menjalin kerjasama dengan petani baik secara kelompok maupun secara perorangan yang dipercaya dapat memasok komoditas mangga dengan volume dan standar  mutu yang dibutuhkan. Teknik perolehan barang mencakup  masalah penentuan harga,  pengiriman, dan proses pembayaran kepada supplier (gapoktan, kelompoktani atau petani)  dan cara menjaga hubungan baik secara berkelanjutan.
Pada pola ini, harga ditentukan melalui mekanisme pasar yang berpatokan pada beberapa tujuan pasar utama (Pasar Induk, Pasar Kota Kabupaten, serta Perusahaan Pengolahan seperti Processor mangga).
Untuk informasi harga dan pergerakkan uang terjadi sebaliknya, yaitu dari eksportir ke bandar, baru kemudian ke pedagang pengumpul. Begitu juga untuk pasar lokal modern, dimulai dari supllier ke bandar kemudian ke pedagang pengumpul atau dari supllier langsung ke pedagang pengumpul.
2.    Bandar
Bandar merupakan pelaku pasar di sentra produksi yang membeli hasil panen petani baik secara langsung maupun melalui pedagang pengumpul atau Gapoktan dan memasarkannya ke pelaku pasar yang ada di dalam dan di luar wilayah sentra produksi yaitu ke supplier dan eksportir. Mangga yang dibeli oleh bandar dari petani dan pedagang pengumpul kemudian sebagian dipasarkan ke pasar tradisional yang berada di luar wilayah sentra produksi dan dijual ke supplier yang berada luar di wilayah sentra produksi serta dijual kepada eksportir jika kualitas produk memenuhi persyaratan ekspor.
3.    Supplier supermarket/ hypermarket/ processor
Supplier mangga yang beroperasi di Kabupaten majalengka sangat berperan dalam pengembangan pemasaran buah mangga baik ke pasar lokal modern maupun pasar internasional. Dalam pemasaran mangga, supplier melakukan kontrak kerjasama dengan supermarket/ hypermarket/ processor.
4.    Eksportir
Eksportir melakukan kerjasama kemitraan dengan kelompok tani, Gapoktan, dan bandar. Eksportir memiliki kewajiban untuk pembinaan dalam hal peningkatan kualitas mangga yang dihasilkan, termasuk teknik panen dan penanganan hasil mangga.
Mekanisme pembayaran pola dagang tujuan ekspor sangat tergantung pada hubungan/ kontrak antara eksportir dan importir. Pembayaran pada umunya tidak dilakukan secara tunai, melainkan dibayar kemudian dengan tenggang waktu (7-14 hari). Pembayaran juga tidak dilakukan dengan sistem panjer atau sistem bayar tunai. Dalam pola dagang umum dikenal komoditas menurut kualitas sehingga semakin baik kelas komoditasnya semakin mahal pula harganya, sedangkan pola dagang tujuan ekspor harga tidak berfluktuatif, karena harga sudah ditentukan pada kontrak/MoU, juga dicantumkan dalam kontrak adalah pemenuhan kualitas komoditas horikultura tujuan ekspor antara Gapoktan, kelompok tani atau koperasi kepada eksportir.
5.2.2.        Kelembagaan pendukung
Kelembagaan pendukung bagi pengembangan mangga di Kabupaten Majalengka yaitu adanya lembaga keuangan yang memberikan pinjaman kepada petani untuk modal usahatani. Lembaga keuangan bank yang ada di Kabupaten Majalengka yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebanyak 23 buah yang didukung juga oleh BRI Unit Desa yang tersebar di beberapa desa sehingga memudahkan petani. Disamping BRI, ada juga Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang terdapat di pusat Kabupaten Majalengka.
Lembaga keuangan non bank yaitu adanya pelepas uang. Pelepas uang ini tidak direkomendasikan sebagai pihak tempat meminjam uang untuk modal usahatani karena membebankan bunga yang cukup besar. Lembaga keuangan non bank lainnya yaitu pedagang pengumpul dan bandar yang sering meminjamkan modal usahatani dengan syarat hasil panen dijual ke pihaknya.
Ada juga koperasi yang dapat berfungsi sebagai lembaga untuk peminjaman modal usahatani petani. Koperasi ini tersebar di setiap kecamatan sentra komoditas pertanian. Kabupaten Majalengka memiliki Koperasi Unit Desa (KUD) sebanyak 63 unit, Koperasi Pertanian sebanyak 431 unit, dan Koperasi Pedagang Ternak Pasar Regional sebanyak 2 unit.
Lembaga pendukung lainnya yaitu pasar. Pasar yang dimaksud yaitu pasar Pemda (5 unit), pasar desa (27 unit), pasar ternak regional (1 unit), pusat pemasaran ikan (1 unit), pasar ikan lokal (3 unit), pasar ternak lokal (6 unit), dan Sub Terminal Agribisnis sebanyak 1 unit.

5.3. Analisis Permasalahan Utama Pengembangan Mangga Ekspor Kabupaten Majalengka
                Berdasarkan hasil dari kegiatan FGD (Focus Group Discussion) dan wawancara mendalam (indepth interview) bersama petani mangga (kontak tani), pelaku pemasaran mangga, dan petugas instansi terkait, maka permasalahan utama peningkatan kualitas mangga untuk memenuhi standar ekspor di Kabupaten Majalengka adalah sebagai berikut:
1.    Penurunan kualitas mangga untuk standar ekspor dapat disebabkan oleh teknik penanganan pasca panen yang kurang baik karena kondisi sarana dan prasarana yang belum memadai, termasuk penerapan rantai pendingin (cold chains) yang konsisten.
2.    Pengaruh faktor iklim yaitu curah hujan dengan intensitas yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan rontoknya bunga sehingga menurunkan produksi dan kualitas mangga Kabupaten Majalengka.

5.4. Strategi Peningkatan Kualitas Mangga untuk Pasar Ekspor dari Hulu (On Farm) Sampai Hilir (Off Farm)

Berdasarkan hasil kegiatan FGD (Focus Group Discussion) dan penelusuran melalui wawancara mendalam (indepth interview) kepada petani mangga (kontak tani), pelaku pemasaran mangga, dan petugas instansi terkait, terdapat beberapa permasalahan yang menjadi kendala untuk peningkatan kualitas mangga untuk memenuhi standar ekspor di Kabupaten Majalengka. Permasalahan tersebut dapat pula disimpulkan sebagai permasalahan yang menjadi penghambat bagi pengembangan komoditas mangga di Propinsi Jawa barat. Untuk mencoba menyusun strategi (menyiasati) permasalahan yang ada, maka perlu analisis yang dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki dan meminimalkan kendala dan permasalahan yang dihadapi (Analisis SWOT). Untuk itu, pertama-tama dilakukan identifikasi terlebih dahulu faktor internal dan faktor eksternal yang dimiliki petani dan pelaku pemasaran mangga di Kabupaten Sumedang.

5.4.1. Analisis Faktor Internal
Faktor internal bermanfaat untuk mengidentifikasi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesss) dari usahatani yang dilakukan petani mangga di Kabupaten Majalengka. Faktor internal yang dimiliki petani mencakup modal, keahlian sumberdaya manusia, tingkat produktivitas, kualitas mangga yang dapat dihasilkan, penggunaan teknologi dalam budidaya mangga, penggunaan teknologi dalam penanganan hasil panen, dan kondisi pemasaran.
-      Modal
Modal yang dimiliki petani diantaranya lahan dan pohon mangga, peralatan budidaya, dan sebagainya. Modal yang dimiliki pelaku pemasaran mangga diantaranya gudang mangga, peralatan pembelian dan penjualan mangga, dan sebagainya. Modal yang paling utama dalam aktifitas petani dan pelaku pemasaran yaitu modal financial. Petani membutuhkan modal usahatani untuk kegiatan budidaya mangga, sementara pelaku pemasaran mangga membutuhkan modal untuk jual beli mangga.
Kondisi permodalan usahatani mangga yang dimiliki petani tergantung kepada produktivitas pohon mangga. Apabila pohon mangga berproduksi baik, maka petani mangga dengan mudah akan mengeluarkan modalnya untuk usahatani mangga, namun apabila kondisi pohon mangga kurang produktif, maka modal akan dialihkan untuk usahatani tanaman lain. Pohon mangga yang ada kurang dirawat atau biasanya disewakan/ dikontrakan ke pihak lain (pelaku pemasaran mangga).
Kondisi permodalan yang dimiliki pelaku pemasaran mangga cukup kuat. Pelaku pemasaran mangga biasanya memiliki modal sendiri dan memperoleh pinjaman modal dari saluran pemasaran di atasnya, misalnya pedagang pengumpul memperoleh pinjaman modal pembelian mangga dari bandar, bandar memperoleh pinjaman modal dari eksportir.
-      Keahlian sumberdaya manusia
      Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki petani meliputi teknik budidaya mangga dan pengaturan waktu tanam off season, sementara pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh pelaku pemasaran mangga yaitu teknik budidaya mangga, pengusahaan mangga off season, penanganan pasca panen mangga, dan pemasaran mangga. Secara umum, masing-masing pelaku usaha telah menguasai pengetahuan dan keterampilan dalam menjalankan usahanya. Sebagian besar petani (51,5 %) berpengalaman lebih dari 20 tahun untuk kegiatan budidaya mangga dan sebagian besar pedagang pelaku pemasaran mangga (66,2 %) berpengalaman 2 – 10 tahun. Begitu juga untuk tenaga kerja yang digunakan merupakan tenaga kerja terampil di bidangnya.
-      Tingkat Produktivitas
      Produktivitas pohon mangga yang ada di Kabupaten Majalengka dapat dikategorikan tinggi, apalagi pada Tahun 2011. Tingginya produktivitas ini seiring dengan peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani dalam budidaya mangga. Namun, produktivitas mangga tergaantung oleh faktor alam, yaitu curah hujan.
-      Kualitas mangga yang dapat dihasilkan
      Selain produktivitas pohon, kualitas produk yang dihasilkan petani juga menjadi salah satu faktor internal usaha agribisnis perkebunan kakao. Kualitas dari leum atau sheet yang dihasilkan oleh petani akan berpengaruh terhadap tingkat harga yang didapat, semakin baik kualitas produk yang dihasilkan maka akan semakin tinggi pula harga yang akan ditawarkan kepada para petani tersebut.
-      Penggunaan teknologi dalam budidaya mangga
      Adaptasi teknologi telah dilakukan untuk kegiatan budidaya mangga. Teknologi yang digunakan meliputi teknologi pemupukan, penyemprotan hama dan penyakit, teknologi pada peralatan dan mesin pertanian, teknologi dalam mencari informasi harga dan pasar, dan sebagainya.
-      Penggunaan teknologi dalam penanganan pasca panen
Adaptasi teknologi dalam penanganan pasca panen cukup rumit. Penanganan pasca panen mangga untuk tujuan ekspor membutuhkan teknologi penanganan mangga sehingga kualitas mangga dari produsen sampai ke konsumen akhir tetap terjaga. Salah satu teknologi yang sampai saat ini merupakan teknologi teratas dalam penanganan mangga untuk tujuan ekspor yaitu adanya rantai penyimpanan dingin (cold chains). Teknologi ini yang belum dikuasai secara merata oleh pelaku pemasaran mangga.

-      Kondisi pemasaran
Beragam jenis pasar yang dapat ditembus untuk memasarkan mangga dengan segala konsekuensinya. Setiap saluran pasar yang dipilih tentunya memiliki kelebihan, kekurangan, dan risiko sendiri. Keuntungan pemilihan pasar lokal tradisional yaitu tidak terbatasnya jumlah pasokan mangga yang dikirm, namun kekurangannya yaitu harga jual yang rendah. Berbeda untuk pasar lokal modern dan pasar ekspor dimana harga dapat lebih tinggi, namun penyortiran untuk kualitas mangga lebih ketat sehingga mangga yang dapat dijual pun relatif sedikit.

5.4.2. Analisis Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berasal dari luar lingkungan usaha petani dan pelaku pemasaran mangga. Faktor eksternal ini bermanfaat untuk mengidentifikasi peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dari usahatani mangga. Dengan mengetahui peluang (opportunities) dan ancaman (threats) tersebut diharapkan dapat disusun suatu strategi pengembangan yang tepat, berhasil guna, dan berdaya guna baik bagi petani, pelaku pemasaran mangga, maupun bagi pembangunan pertanian hortikultura di Jawa Barat.
Faktor eksternal ini juga merupakan suatu dasar dalam analisis keunggulan komparatif dan kompetitif mangga. Keunggulan komparatif merupakan suatu ukuran keunggulan usahatani mangga apabila dibandingkan dengan usahatani komoditas lainnya, sedangkan keunggulan kompetitif merupakan ukuran keunggulan usahatani mangga di wilayah Kabupaten Majalengka apabila dibandingkan dengan usahatani mangga di wilayah lain.
Komponen yang merupakan faktor eksternal usahatani mangga di Kabupaten Majalengka ini diantaranya adalah:
-      Ketersediaan sarana produksi pertanian
      Sarana produksi pertanian meliputi bibit, pupuk, pestisida, ZPT, dan peralatan lainnya sudah cukup memadai ketersediaannya di Kabupaten Majalengka. Bibit sebagian besar diproduksi sendiri. Pupuk, pestisida, ZPT, dan peralatan sangat mudah diperoleh di toko/ kios pertanian di dalam kabupaten.
-      Permintaan pasar
      Kecenderungan konsumsi buah-buahan semakin meningkat setiap tahunnya sehingga mangga akan terus dibutuhkan konsumen. Permintaan pasar ekspor untuk mangga Indonesia antara lain Amerika dan Kanada (4,2 %), Eropa (15%), China (9%), Timur Tengah (14%), Jepang (3%), dan Singapura (5%).
-      Kondisi agroklimat
      Salah satu faktor agroklimat yang sangat mempengaruhi budidaya mangga yaitu curah hujan. Curah hujan dengan intensitas yang tinggi akan menyebabkan rontoknya bunga sehingga menurunkan produksi dan kualitas mangga. Hal ini pernah terjadi di Kabupaten Majalengka pada Tahun 2010, juga untuk wilayah lainnya sehingga angka ekspor mangga Indonesia pada Tahun 2010 menurun tajam.
-      Hama dan penyakit tanaman
      Antisipasi hama dan penyakit untuk tanaman mangga secara umum telah dapat diantisipasi oleh petani mangga. Pemberantasan dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida kimia dan nabati, juga dengan melakukan pengendalian secara massal dengan melibatkan regu pengendali hama (RPH), salah satunya melalui pemasangan botol perangkap Metyleugenol dari minyak/ air suling selasih atau Petrogenol 800 L untuk menekan populasi awal hama lalat buah.
-      Penyuluh pertanian
      Penyuluh pertanian menjadi salah satu faktor eksternal yang sangat penting karena berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani untuk teknik budidaya mangga. Penyuluh pertanian juga berupaya dalam mengembangkan kelembagaan petani mangga di Kabupaten Majalengka.

-      Infrastruktur
      Infrastruktur untuk melancarkan kegiatan pertanian mangga di Kabupaten Majalengka dinilai sudah cukup memadai kecuali untuk pengembangan selanjutnya yang paling dibutuhkan untuk petani yaitu pembangunan dan perbaikan jalan produksi sehingga melancarkan proses pengangkutan buah mangga dan menekan kerusakan buah mangga  akibat transportasi. Infrastruktur lain yang sangat dibutuhkan untuk memuluskan proses ekspor mangga yaitu adanya rantai penyimpanan dingin (cold chains) yang terintegrasi dari hulu sampai hilir, termasuk juga untuk pengangkutan disediakan kendaraan dengan ruang pendingin.
-      Lembaga penunjang
Yang dimaksud dengan lembaga penunjang adalah lembaga keuangan, lembaga pemerintahan, lembaga penelitian, lembaga masyarakat, dan pihak swasta. Semua lembaga tersebut mempunyai kaitan yang cukup penting terhadap upaya peningkatan kualitas mangga untuk memenuhi standar ekspor di Kabupaten Majalengka.

5.4.3. Analisis SWOT
Berikut ini adalah kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesss), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) pengembangan kualitas mangga untuk memenuhi standar ekspor di Kabupaten Majalengka yang didapat dari hasil kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam (indepth interview):
1.    Kekuatan (Strengths)
-       Dari segi teknis (lahan, iklim, kondisi wilayah) sudah cocok dan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam mengembangkan mangga varietas gedong gincu. Varietas gedong gincu ini sebagai varietas mangga dengan nilai jual termahal untu saat ini.
-       Keterampilan teknik budidaya petani sudah cukup baik, juga keterampilan yang dimiliki pelaku pemasaran mangga.
-       Sudah adanya kelembagaan petani seperti kelompok tani mangga, Gapoktan mangga, dan Asosiasi Petani Mangga Majalengka yang aktif dalam kegiatan pemasaran mangga.
-       Tenaga kerja untuk aktivitas budidaya mangga cukup tersedia di daerah produksi.
-       Adanya Regu Pengendali Hama (RPH) yang aktif dalam melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman sangat membantu petani mangga dalam mengatasi Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), juga adanya tenaga penyuluh lapangan (PPL), petugas POPT, dan petugas lain yang fokus dalam pengembangan mangga di Kabupaten Majalengka.
-       Petani memiliki usahatani lain atau mata pencaharian lain sehingga kebutuhan hidupnya sehari-hari masih dapat terpenuhi. Gestation period tidak menjadi masalah petani dalam pengembangan mangga.
2.    Kelemahan (Weaknesss)
-       Banyaknya pohon yang disewakan/ dikontrakkan untuk jangka waktu 1 tahun sehingga kualitas pohon mangga ke depannya diragukan.
-       Sebagian besar petani (70 %) merupakan petani mangga pekarangan dan petani mangga kebun campuran (yang memiliki pohon mangga kurang dari 20 pohon), sementara registrasi kebun buah dilakukan pada kebun mangga hamparan.
-       Pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman berdasarkan jumlah produksi mangga yang dihasilkan. Apabila menghasilkan, maka perawatan dilakukan, begitupun sebaliknya.
-       Keterbatasan petani mangga dalam mengakses informasi perkembangan harga mangga pasar lokal modern (supermarket, hypermarket, processor) dan pasar ekspor.
-       Harga mangga menurun drastis pada puncak panen.
-       Sistem sortir dan grade yang ketat dari supplier dan eksportir, sementara harga bersaing dengan pasar konsumsi (wisata).
-       Penanganan pasca panen sepenuhnya belum menggunakan rantai pendingin (cold chains) yang terintegrasi dari hulu sampai hilir sehingga kualitas mangga untuk tujuan ekspor dikhawatirkan tetap menurun.
3.    Peluang (Opportunities)
-       Permintaan untuk konsumsi mangga terus menerus meningkat sesuai data konsumsi buah-buahan masyarakat yang cenderung meningkat setiap tahunnya.
-       Peluang pasar ekspor masih terbuka luas dengan standar kualitas mangga yang sesuai dengan yang disyaratkan negara pengimpor.
-       Pengembangan mangga dengan mengganti pohon mangga yang kurang atau sudah tidak produktif serta mengganti varietas mangga dengan varietas yang bernilai jual tinggi.
-       Adanya investor swasta yang tertarik berinvestasi untuk pengembangan usahatani mangga bernilai jual tinggi untuk tujuan ekspor.
-       Dukungan Dinas Petanian Tanaman Pangan Propinsi dan Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka yang cukup besar dalam memfasilitasi pembinaan dan pengembangan mangga yang dilakukan petani.
4.    Ancaman (Threats)
-       Perkembangan kondisi agroklimat dimana curah hujan tinggi akan menyebabkan kerontokkan bunga yang mengakibatkan turunnya produktivitas dan kualitas mangga.
-       Infrastruktur jalan produksi yang masih harus ditingkatkan.
-       Kelembagaan petani (kelompok tani, Gapoktan, Asosiasi Petani Mangga) yang aktif dalam kegiatan pemasaran masih belum merata. Tidak semua petani mangga tergabung dalam kelembagaan petani yang seperti itu.
-       Penurunan kualitas mangga akibat penanganan pasca panen yang kurang.

5.4.3.1. Analisis Matriks Strategi Strenghts-Opportunities (S-O)
Komponen kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities) dalam analisis ini merupakan dasar yang dapat memicu keberhasilan usaha pengembangan mangga di Kabupaten Majalengka. Kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities) yang ada dalam upaya peningkatan kualitas mangga ekspor ini merupakan sebuah keunggulan bagi Kabupaten Majalengka dibandingkan dengan komoditas lain yang diusahakan atau daerah lain yang mengusahakan.
Strategi ini dijalankan yaitu dengan cara memakai kekuatan (strenghts) yang dimiliki petani mangga dan pelaku pemasaran mangga untuk memanfaatkan peluang (opportunities) dari luar terkait dengan upaya peningkatan kualitas mangga untuk memenuhi standar ekspor. Untuk lebih jelasnya mengenai poin-poin dari strategi S – O tersebut dapat dilihat dalam Tabel 25 di bawah ini.
5.4.3.2. Analisis Matriks Strategi Weaknesses-Opportunities (W-O)
Analisis dari kelemahan (weaknesses) dan peluang (opportunities) ini merupakan suatu interaksi antara kelemahan (weaknesses) yang dimiliki dari dalam petani dan pelaku pemasaran mangga dengan peluang (opportunities) peningkatan kualitas mangga ekspor yang ada dan berasal dari luar. Peluang (opportunities) yang tersedia sangat meyakinkan, namun tidak dapat dimanfaatkan karena yang ada hanya kelemahan (weaknesses) bukan kekuatan (strenghts) sehingga petani dan pelaku pemasaran mangga tidak mampu untuk melakukannya. Pilihan keputusan yang dapat diambil adalah melalui divestasi (melepas peluang yang ada untuk dimanfaatkan sektor usaha lain) atau investasi (memaksanakan melaksanakan peluang tersebut dengan risiko tertentu). Maka strategi yang dijalankan yaitu dengan cara menanggulangi kelemahan (weaknesses) yang dimiliki dengan memanfaatkan peluang (opportunities) dari luar. Gambarannya terlihat pada Tabel 26 di bawah ini.
5.4.3.3. Analisis Strategi Strengths-Threats (S-T)
Analisis ini merupakan sebuah interaksi antara kekuatan (strenghts) dan ancaman (threats) dari luar petani dan pelaku pemasaran mangga dalam usaha pengembangan mangga yang dilakukan untuk memenuhi kualitas ekspor. Strategi ini dijalankan dengan cara memakai kekuatan (strenghts) yang dimiliki untuk mengatasi ancaman (threats) dari luar terkait dengan upaya peningkatan kualitas mangga untuk memenuhi ekspor yang dilakukan. Untuk lebih jelasnya mengenai poin-poin dari strategi S – T tersebut dapat dilihat pada Tabel 27 di bawah ini.
5.4.3.4. Analisis Strategi Weaknesses – Threats (W-T)
Analisis terakhir ini merupakan perpaduan kondisi yang terlemah karena merupakan pertemuan antara kelemahan (weaknesses) dengan ancaman (threats) dari luar. Strategi yang disusun harus akurat dan sungguh-sungguh karena risiko dari salah pengambilan keputusan akan cukup membawa bencana yang besar bagi keberlangsungan upaya peningkatan kualitas mangga untuk memenuhi standar ekspor di Kabupaten Majalengka. Strategi yang harus diambil adalah yaitu dengan mengendalikan kerugian agar kerugian yang timbul tidak terlalu besar dari yang diperkirakan. Untuk lebih jelasnya mengenai strategi W-T dapat dilihat pada Tabel 28.
5.4.4. Prioritas Strategi
Strategi hasil analisis SWOT yang telah dijelaskan di atas merupakan strategi yang muncul sebagai respon terhadap kekuatan (strenghts), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dari kegiatan peningkatan kualitas mangga untuk memenuhi standar ekspor di Kabupaten Majalengka. Semua strategi tersebut penting untuk dilakukan mengingat upaya peningkatan kualitas mangga tetap harus berjalan karena kesempatan menembus pasar ekspor yang terus berkembang. Namun, untuk memuluskan dan mempercepat upaya peningkatan tersebut, maka terdapat beberapa strategi yang dijadikan prioritas terkait dengan tingkat urgensinya dalam upaya peningkatan kualitas mangga ini. Strategi yang dijadikan prioritas tersebut adalah :
1.         Pengembangan agribisnis mangga dengan cara peluasan lahan tanam atau penggantian pohon mangga yang tidak produktif dan pohon mangga varietas bernilai jual rendah dengan varietas pohon mangga bernilai jual tinggi dengan kualitas bibit yang bagus.
Strategi ini dilakukan dengan melanjutkan program pengembangan agribisnis mangga yang telah ada, namun untuk teknis perolehan dan penyebaran bibit mangga dilakukan dengan melibatkan kontak tani. Bibit mangga yang akan ditanam haruslah merupakan bibit mangga berkualitas yang diperoleh dari penangkar bibit yang tersertifikasi. Penyebaran bibit mangga diprioritaskan untuk kebun hamparan karena pohon mangga dalam kebun mangga hamparan kemungkinan besar akan dipelihara dengan baik sehingga program pengembangan agribisnis mangga yang dilakukan dapat berhasil dalam jangka waktu tertentu.
2.         Peningkatan kerjasama petani dengan pihak swasta (investor, lembaga bank, atau pelaku pemasaran mangga) untuk bantuan modal perawatan dan pemeliharaan mangga.
Kerjasama dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan modal usahatani petani mangga untuk melakukan perawatan dan pemeliharaan mangga. Mangga dengan tujuan ekspor yang dipastikan akan mendatangkan keuntungan yang lebih besar apabila dilakukan langsung oleh kelembagaan yang mendukung petani, maka dipastikan pula pendapatan petani akan meningkat karena harga jual yang tinggi. Dengan perolehan pendapatan yang cukup tinggi tersebut, maka dibutuhkan modal untuk perawatan dan pemeliharaan mangga yang baik sehingga kualitas mangga terjamin dan pasokan dapat kontinyu.
3.         Pengembangan Asosiasi Petani Mangga Majalengka dengan mendata semua petani mangga, mengadakan pertemuan/ sosialisasi asosiasi, dan membuat jaringan informasi dan komunikasi asosiasi yang tidak terputus.
Kelembagaan petani sangat penting untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Peluang ekspor mangga yang ada dan aktivitas ekspor buah mangga yang telah dilakukan hanya dinikmati oleh petani anggota kelompok tani dan Gapoktan yang bermitra dengan supplier dan atau eksportir. Sementara petani mangga biasa yang hanya menjual mangganya ke pedagang pengumpul atau bandar (saluran pasar tradisional) hanya mendapatkan harga yang terjadi di pasaran meskipun kemungkinan besar mangga dari pedagang pengumpul atau bandar tersebut masuk seleksi (sortir dan grade) terlebih dahulu oleh supplier atau eksportir.


4.         Pengembangan sistem rantai pendingin (cold chains) yang terintegrasi dari hulu sampai hilir sehingga kualitas mangga dapat dipertahankan dari produsen sampai konsumen.
Sistem rantai pendingin (cold chains) yang terintegrasi dari hulu sampai hilir sangat dibutuhkan untuk menciptakan kualitas mangga standar ekspor yang baik. Ruang penyimpanan dingin (cold storage) di beberapa rumah kemasan (packaging house) telah tersedia, namun ketika pengangkutan dilakukan dengan kendaraan tanpa ruang pendingin, maka kualitas mangga akan menurun meskipun ketika sampai di lokasi tujuan mangga kembali ditempatkan di ruang penyimpanan dingin (cold storage). Untuk itu, dibutuhkan suatu sistem rantai pendingin (cold chains) yang baik dalam menjamin kualitas mangga untuk memenuhi standar ekspor.

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari kegiatan ini yaitu:
1.       Permasalahan penurunan kualitas mangga untuk pasar ekspor yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: (1) Ketersediaan modal usahatani mangga yang didasarkan pada keberhasilan atau panen mangga yang diperoleh petani; (2) Banyaknya petani yang menyewakan/ mengontrakkan pohonnya ke pihak lain dalam waktu yang singkat (1 tahun) sehingga pohon mangga rusak akibat perangsangan buah yang dilakukan terlalu tinggi; (3) Peningkatan curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan penurunan produksi dan kualitas mangga; (4) Sebagian besar petani mangga belum tergabung dalam kelembagaan petani yang terlibat dalam kegiatan pemasaran hasil panen; dan (5) Belum adanya sistem rantai pendingin (cold chains) yang terintegrasi dari hulu sampai hilir.
2.       Kelembagaan yang dapat diidentifikasi dan masih aktif dalam kegiatan pengembangan mangga yaitu kelompok tani mangga, Gapoktan mangga, dan asosiasi mangga. Ketiga kelembagaan petani tersebut tidak hanya turut dalam kegiatan budidaya, namun terlibat juga dalam kegiatan pemasaran mangga.
3.       Dari hasil FGD (Focus Group Discussion) dan wawancara mendalam (indepth interview), maka yang menjadi permasalahan utama adalah:
-      Penurunan kualitas mangga untuk standar ekspor dapat disebabkan oleh teknik penanganan pasca panen yang kurang baik karena kondisi sarana dan prasarana yang belum memadai, termasuk penerapan rantai pendingin (cold chains) yang konsisten.
-      Pengaruh faktor iklim yaitu curah hujan dengan intensitas yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan rontoknya bunga sehingga menurunkan produksi dan kualitas mangga Kabupaten Majalengka.


4.       Strategi peningkatan kualitas mangga untuk memenuhi standar ekspor yang menjadi prioritas adalah sebagai berikut:
-      Pengembangan agribisnis mangga dengan cara peluasan lahan tanam atau penggantian pohon mangga yang tidak produktif dan pohon mangga varietas bernilai jual rendah dengan varietas pohon mangga bernilai jual tinggi dengan kualitas bibit yang bagus.
-      Peningkatan kerjasama petani dengan pihak swasta (investor, lembaga bank, atau pelaku pemasaran mangga) untuk bantuan modal perawatan dan pemeliharaan mangga.
-      Pengembangan Asosiasi Petani Mangga Majalengka dengan mendata semua petani mangga, mengadakan pertemuan/ sosialisasi asosiasi, dan membuat jaringan informasi dan komunikasi asosiasi yang tidak terputus.
-      Pengembangan sistem rantai pendingin (cold chains) yang terintegrasi dari hulu sampai hilir sehingga kualitas mangga dapat dipertahankan dari produsen sampai konsumen.

6.2. Saran
Saran yang diajukan dari kegiatan ini yaitu:
1.       Untuk peningkatan produksi dan kualitas mangga, program pengembangan mangga dalam satu kawasan sentra produksi minimal 500 ha dalam satu kecamatan supaya terus dikembangkan karena hasilnya cukup signifikan. Hamparan kebun mangga yang luas akan memudahkan pengaturan untuk perawatan/ pemeliharaan, pemanenan, penanganan pasca panen, dan pemasaran. Disamping itu, kebun mangga memberikan rangsangan terhadap petani mangga untuk terus melakukan budidaya mangga dengan baik sesuai GAP dan SOP.
2.       Pengembangan kelembagaan petani (kelompok tani/ Gapoktan) lainnya untuk terlibat dalam kegiatan pemasaran hasil panen mangga seperti Gapoktan yang sudah bermitra dengan supplier dan eksportir atau dengan mengembangkan Asosiasi Petani Mangga Majalengka sehingga dapat memfasilitasi seluruh petani mangga dalam kegiatan pemasaran mangga di Kabupaten Majalengka.
3.       Kerjasama dalam bentuk kemitraan dengan pihak swasta terutama pelaku pasar harus diupayakan dengan prinsip saling menguntungkan. Kendala petani dalam masalah permodalan dan pemasaran hasil dapat terpecahkan termasuk menyiasati kondisi iklim yang kurang sesuai untuk perkembangan tanaman mangga. Sebaliknya, perusahaan juga dapat memperoleh keuntungan yang memadai karena usahatani mangga dapat berjalan kontinyu.
4.       Pengembangan sistem rantai pendingin (cold chains) yang terintegrasi dari hulu sampai hilir sebagai upaya untuk menjaga dan mempertahankan kualitas mangga dan keamanan produk dari produsen sampai konsumen.