Tulisan
ini dibuat sebagai salah satu bahan penulisan Laporan VCKI (Value Chains Key Informan) Access
to Modernizing Value Chains by Small Farmers in Indonesia, USAID AMA CRSP Project dan CAPAS Unpad
Perkembangan Komersialisasi
Mangga Jawa Timur
Oleh: Dea Maulana Yusuf
Sejarah Penanaman
Tidak ada yang
mengetahui secara pasti kapan tanaman mangga mulai ditanam di wilayah Jawa
Timur. Menurut informasi dari beberapa Key
Informant, tanaman mangga sudah tumbuh dan berkembang secara tersebar di kabupaten-kabupaten
di wilayah Jawa Timur sejak zaman penjajahan Belanda. Banyak yang beranggapan
demikian dikarenakan seiring sejarahnya terdapat dua kebun percobaan dan
penelitian mangga yang ada di Jawa Timur yaitu di Kabupaten Pasuruan yang
dibentuk pada zaman penjajahan Belanda.
Sejak dulu,
mangga telah diproduksi di beberapa kabupaten diantaranya Probolinggo,
Pasuruan, Situbondo, Bondowoso, Gresik, Kediri, Tuban, Madiun, dan Nganjuk.
Daerah tersebut lah yang diklaim sebagai daerah pertama penanaman mangga di
Jawa Timur. Namun dari empat kabupaten sentra produksi saat ini, daerah pertama
untuk pengembangan produksi mangga di Jawa Timur yaitu Probolinggo. Pasuruan
dan Situbondo dikenal sebagai daerah pengembangan setelah Probolinggo. Setelah
itu, Bondowoso dikenal sebagai daerah pengembangan selanjutnya.
Probolinggo sudah dikenal sebagai daerah sentra
mangga sejak Tahun 1970an, sementara untuk Situbondo dan Pasuruan setelah Tahun
1980an, dan Bondowoso merupakan daerah yang pemasaran mangganya dilakukan oleh
Situbondo sehingga sampai saat ini Bondowoso masih belum dikenal secara luas
sebagai daerah produsen mangga Jawa Timur.
Sejarah Pendirian Kebun Percobaan dan Penelitian Mangga di Pasuruan
Kebun penelitian
mangga Pohjentrek berdiri pada Tahun 1914 di Pohjentrek, Kabupaten Pasuruan.
Kebun tersebut dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda untuk mengoleksi
tanaman mangga bahkan peta lokasi kebun Pohjentrek didesain menyerupai buah mangga.
Sampai saat ini, kebun tersebut masih berfungsi sebagai balai benih induk untuk
tanaman mangga dan merupakan salah satu unit di bawah Dinas Pertanian Tanaman
Pangan Propinsi Jawa Timur.
Kebun percobaan mangga
Cukur Kondang dibangun pada Tahun 1938 dan berlokasi di Grati, Kabupaten Pasuruan.
Kebun ini berfungsi sebagai kebun koleksi mangga. Pada Tahun 1941, seluruh
tanaman mangga yang berada di Indonesia dikumpulkan di kebun percobaan ini
sehingga sampai saat ini kebun ini merupakan kebun koleksi mangga terlengkap
se-Asia Tenggara. Kebun percobaan Cukur Kondang secara organisasi berada di
bawah Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Sub Tropika (Balitjestro) Batu,
Malang, namun pengelolaan mangga di kebun percobaan ini ditangani oleh Balai
Penelitian Tanaman Buah Tropika (Balitbu) Solok, Sumatera Barat. Kedua instansi
tersebut masih dibawah Deptan.
Sejarah Varietas
Sejak pertama
kali tanaman mangga dikenal di wilayah Jawa Timur, varietas yang dikenal dan
mendominasi (40% lebih dari seluruh tanaman mangga yang ada di Jawa Timur)
adalah varietas Arumanis, Golek sebanyak 20 %, dan sisanya adalah mangga
varietas lainnya. Varietas lainnya yang paling banyak dikenal yaitu varietas Manalagi
dan Podang.
Apabila
ditelusuri, di setiap kabupaten hampir dijumpai mangga Arumanis. Namun ada
beberapa Key Informant yang membagi
varietas mangga berdasarkan keungulan komparatifnya. Misalnya, Kabupaten
Probolinggo lebih dikenal untuk mangga Arumanis dan Lalijiwo (atau biasa
disebut mangga Manalagi Probolinggo), Pasuruan lebih dikenal untuk mangga
Gadung, Situbondo untuk Arumanis dan Manalagi Situbondo, dan Bondowoso untuk
Arumanis.
-
Varietas Arumanis 143
Pada Tahun 1984,
melalui penelitian di kebun percobaan Cukur Kondang, dilepaslah varietas mangga
Arumanis 143 sebagai varietas mangga unggulan oleh Deptan dan disebarkan ke
seluruh wilayah Jawa Timur bahkan ke Jawa Barat (Majalengka misalnya). Sebelum
Tahun 1984, mangga Arumanis cukup dikenal dengan nama varietas Arumanis, namun
setelah Tahun 1984, maka dikenal Arumanis 143 karena sebagian besar produsen
bibit mangga langsung memproduksi varietas Arumanis 143 dan meninggalkan
Arumanis biasa. Arumanis 143 dikenal sebagai mangga varietas unggulan karena produksi
buah per musim konsisten, memiliki buah yang dominan seragam, serta produksinya
kontinyu. Arumanis 143 merupakan seleksi dari 3 varietas Arumanis yang diklaim
unggul yaitu Arumanis 1, Arumanis 135,d an Arumanis 143. Angka 143 merupakan
nama klon mangga dari seleksi yang dilakukan.
-
Varietas Lainnya
Varietas Manalagi
dan Golek yang merupakan varietas yang banyak ditanam pada akhirnya kurang
dikembangkan. Selain kalah bersaing dalam preferensi konsumen yang lebih
memilik mangga Arumanis, varietas Manalagi memiliki buah yang tidak seragam
meskipun memiliki rasa yang enak, sedangkan varietas golek merupakan varietas
yang sulit untuk dikembangkan (secara teknik sulit dilakukan perkawinan
vegetatif untuk Golek).
Ada satu varietas
mangga yang saat ini berkembang di daerah Pasuruan dan telah diupayakan untuk
menjadi varietas unggul nasional, yaitu varietas Gadung. Pasuruan telah
mengklaim varietas Gadung 21 sebagai keunggulan komparatif untuk wilayah
Pasuruan, namun Deptan belum melepasnya sebagai varietas unggulan karena Deptan
belum menemukan ada perbedaan mendasar pada Gadung 21 dan Arumanis 143. Secara
sepintas, Gadung 21 dan Arumanis 143 hampir sama. Yang membedakan hanyalah
daging buah dimana Gaung 21 lebih merah di bagian tengah dekat bijinya, juga
untuk kulit buah. Apabila kondisi buah masih hijau, warna kulit buah Gadung 21
hijau semua, sedangkan Arumanis 143 ada kecoklat-coklatannya. Warna kecoklatan
pada Arumanis 143 disebabkan bawaan dari mangga madu yang dipakai pada batang
bawah Arumanis 143.
Program
Pengembangan Mangga di Jawa Timur
Program pertama
yang dikenal secara nyata dan besar-besaran sudah dilakukan di Jawa Timur yaitu
pelepasan varietas mangga Arumanis 143 pada Tahun 1984 sehingga sejak saat itu
banyak sekali program penanaman mangga yang dilakukan di Jawa Timur. Sejalan
dengan pelepasan varietas unggul nasional tersebut, maka ada pengembangan
mangga untuk di-kebun-kan. Dan setelah adanya perkebunan mangga, muncul program
Kodex yaitu program peningkatan persyaratan mutu mangga ekspor dimana pada
Tahun 1985 mangga Jawa Timur telah diekspor.
Program
pemerintah dari Tahun 1980 sampai Tahun 1985 yang berkaitan dengan pengembangan
tanaman mangga yaitu program pemeliharaan dan perbanyakan bibit mangga.
Misalnya pada Tahun 1985/1986 ada perbanyakan bibit mangga di BBI Hortikultura
Pohjentrek sebanyak 4.000 pohon. Setelah itu ada Program Penumbuhan Sentra
Produksi Buah-buahan pada Tahun 1991/1992 yang berpusat di Gresik sebanyak
15.000 pohon dan pada Tahun 1992/1993 berpusat di Gresik (15.000 pohon), Tuban
(15.000 pohon), Bondowoso (10.000 pohon), Situbondo (10.000 pohon), Banyuwangi
(10.000 pohon), dan Sampang (15.000 pohon). Pada Tahun 1992/1993 juga ada
Program Usahatani Lahan Marginal yang dikhususkan untuk tanaman mangga di
Kabupaten Pasuruan ditanam bibit mangga sebanyak 25.000 pohon.
Tahun 1991/1992,
di Jawa Timur telah dibangun kebun komersial mangga di beberapa kabupaten
sentra produksi mangga. Pembangunan tersebut didukung melalui dana APBD, APBN,
dan bantuan pemerintah Jepang OECF (Overseas
Economic Cooperation Fund) yang sekarang menjadi JBIC (Japan bank for International Cooperation).
Pada Tahun 2003 sampai Tahun 2004, dilakukan
pula pengembangan mangga melalui kegiatan Bagian Proyek Pengembangan Agribisnis
Mangga dengan pola BPLM (Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat).
Pengembangan oleh
dana OECF hanya dilakukan pada Kabupaten Situbondo. Dari proyek ini juga,
pertumbuhan mangga kebun di Kabupaten Situbondo semakin meningkat.
Perkembangan
mangga di Kabupaten Pasuruan secara besar-besaran terjadi juga pada Tahun
1996/1997 yaitu dengan adanya program PRT. Pada Tahun yang sama, ada juga
program klonalisasi mangga untuk varietas Gadung di Pasuruan.
Program untuk Tahun 2008 – 2009 untuk Kabupaten
Pasuruan yaitu adanya program peremajaan pohon yang dimaksudkan untuk mengganti
pohon tua yang sudah tidak berproduksi oleh pohon baru dengan varietas yang
diinginkan.
Perkembangan
Komersialisasi Mangga di Jawa Timur
Dari
empat sentra produksi mangga (Probolinggo, Pasuruan, Situbondo, dan Bondowoso),
terdapat dua yang menjadi pusat pemasaran mangga untuk pertama kalinya. Probolinggo untuk Pasuruan dan
Situbondo untuk Bondowoso.
Probolinggo
merupakan daerah pertama yang mengkomersialisasikan mangga di Jawa Timur. Sudah
sejak Tahun 1970an, Probolinggo telah mengirim mangga ke luar daerah. Probolinggo
dapat memenuhi permintaan pasarnya karena didukung Kabupaten Pasuruan yang
banyak menyuplai mangga ke Probolinggo. Kemudian baru pada Tahun 1994 ada
investor asal Surabaya (Pak Umar Arif) yang mencoba mengembangkan mangga di Kecamatan
Rembang Kabupaten Pasuruan untuk orientasi ekspor ke Timur Tengah dan kemudian
berhasil. Sejak saat itu, Pasuruan memudidayakan mangga secara massal dan
beberapa ada yang dikebunkan seperti PT. Friga pada Tahun 1996 dan Pasuruan
telah mampu memasarkan sendiri mangganya, meskipun masih tetap berhubungan
dengan beberapa eksportir dari daerah lain misalnya Pak Suli Artawi dari
Probolinggo dan Pak H. Wawa dari Cirebon.
Situbondo mulai memasarkan mangganya sejak Tahun
1990an. Pekembangan pasar mangga di Situbondo tersebut terjadi ketika kebun
mangga yang banyak dibangun di Situbondo telah berbuah. Kemudian, Situbondo
dapat pasokan mangga dari Bondowoso sehingga Situbondo sangat terkenal dengan
mangganya. Sementara Bondowoso karena pemasaran mangganya melalui jalur
Situbondo, maka sampai saat ini Bondowoso masih belum dikenal secara umum.
Bondowoso mulai memasarkan mangganya ketika Tahun 2008 dan masih sedikit
pedagang lokal yang mencoba memasarkan ke luar daerah/ pulau. Disamping
Bondowoso, Kediri pun saat ini dikenal sebagai sentra komersialisasi mangga
Podang.
Perkembangan
Pengelolaan Mangga Intensif
Probolinggo sudah
mulai intensif ketika Tahun 1986 karena saat itu mangga asal Probolinggo telah
berhasil menembus pasar nasional dan ekspor. Situbondo juga sudah mulai
pengelolaan intensif sekitar Tahun 1986 dengan banyaknya dibangun kebun-kebun
mangga. Sedangkan Pasuruan mulai intensif pada Tahun 1994 ketika ada investor
dari Surabaya yang bertanam dan mengembangkan mangga ekspor. Kemudian petani yang
lainnya di Pasuruan mengikutinya dengan dukungan program pemerintah (PRT/ Pertanian
Rakyat Terpadu) pada Tahun 1996 juga adanya perkebunan mangga milik PT. Friga.
Sedangkan Bondowoso baru memulai intensif sekitar Tahun 2004 ketika banyak
permintaan kualitas mangga untuk ekspor dari eksportir asal Probolingo dan
Surabaya yang datang ke Bondowoso.
Perkembangan
Teknologi Budidaya Mangga
Pengenalan
teknologi mangga secara umum untuk wilayah Jawa Timur telah dimulai pada Tahun
1984 ketika pertama kali varietas unggul Arumanis 143 dikenalkan. Teknologi
baru sebatas pemupukan dan pengairan karena faktor utama mangga berbuah yaitu
pada kebutuhan air dan unsur pupuk P dan K. Teknologi ini juga yang dipakai
untuk meningkatkan persyaratan mutu mangga ekspor.
Pengenalan
teknologi selanjutnya terjadi pada Tahun 1990an yaitu pengenalan Kultar untuk
merangsang pembungaan. Kemudian selanjutnya perawatan intensif melibatkan
patrogenol, perangkap kuning, dan panen selektif dengan menggunakan kertas
koran yang ditandai yaitu ketika dimulai mangga kebun, yaitu sekitar Tahun 1996.
Varietas Arumanis
pernah mengalami jenuh sehingga pada Tahun 2006/ 2007 mulai dikembangkan empat
varietas lainnya yang berpotensi menjadi buah unggulan nasional. Benih
pengembangan tersebut telah ditanam di wilayah Pasuruan seluas 221 ha dan
ditanam pula di daerah Bandung.
Kemudian pada
Tahun 2008 dikenalkan teknologi ‘tomboking’ untuk mengganti varietas mangga
dalam satu pohon tanpa membongkar pohon yang telah ditanamnya tersebut.
Teknologi ini dapat menyelesaikan kesalahan varietas yang diinginkan petani
pada saat penanaman dilakukan.
Penyerapan
teknologi tersebut setiap daerah berbeda-beda. Probolinggo dan Situbondo
relatif lebih cepat menyerap teknologi tersebut karena mangga kebun intensif
telah banyak dilakukan di dua kabupaten tersebut. Kedua kabupaten tersebut yang
paling cepat mengadopsi setiap perkembangan teknologi yang terjadi. Sedangkan
untuk Kabupaten Pasuruan, petani mulai merawat mangganya pada Tahun 1994 namun
masih di lahan marginal. Kemudian pada Tahun 1996 baru teknologi diterapkan
pada kebun mangga. Bondowoso mulai menerapkan teknologi sekitar Tahun 2004.
Perkembangan
Mangga Off Season
Mangga off
season pertama kali dikenalkan di Jawa Timur sekitar Tahun 1996.
Probolinggo dan Situbondo mulai menerapkan mangga off season ketika Tahun 1996 tersebut dan Pasuruan mulai
mengembangkan mangga off season ketika Tahun 2003, sedangkan Bondowoso mulai
mengenalkan mangga off season ini tahun ini (Tahun 2010).
Informasi
Tambahan:
Adanya
peningkatan dan penurunan produksi yang tajam pada Tahun 2001 – 2003
dikarenakan beberapa hal, diantaranya pasar kebutuhan buah-buahan
meningkat, panen serentak di beberapa
kantong-kantong produksi karena mangga, dan karakteristik produksi khas
pohon mangga dimana produktivitas akan naik turun setiap setahun sekali,
misalnya tahun ini produktivitasnya tinggi, apabila tidak dipelihara maka tahun
selanjutnya produktivitasnya akan menurun. Karena sebagian besar pohon mangga
tidak dirawat, maka kemungkinan besar produksinya akan berfluktuasi dengan
sangat tajam. Mangga juga memiliki siklus produksi 8 tahunan dimana setiap 8 tahun
sekali, produksi mangga akan sangat tinggi. Hal ini disesuaikan dengan
karakteristik pohon mangga sendiri.
Varietas
Arumanis 143 dikenal sejak Tahun 1984. Sebelum Tahun 1984, maka varietas
tersebut cukup dikenal dengan Arumanis. 143 merupakan nama klon.
Pasokan mangga ke pasar modern yang pasti
terjadi setelah Tahun 1996, kemungkinan Tahun 2000an seiring meningkatkan
pertumbuhan pasar ritail modern dalam negeri, namun Laporan Dinas Pertanian
Jawa Timur Tahun 1985 menyebutkan pada Tahun tersebut mangga telah berhasil
ekspor. Eksportir Surabaya yang pernah masuk ke daerah sentra produksi Pasuruan
pada Tahun 1994 yaitu Pak Umar Arif.