Kamis, 03 Juli 2008
Tuhan Sembilan Senti
Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak
merokok,
Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara- perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na'im
sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang
yang tak merokok,
Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya
apakah ada buku tuntunan cara merokok,
Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk
orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula
merokok,
Negeri kita ini sungguh nirwana
kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat
bagi orang yang tak merokok,
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,
Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,
Bercakap-cakap kita jarak setengah meter
tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut
dan hidungnya mirip asbak rokok,
Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang
bergumul
saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,
tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya
mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya ketimbang HIV-AIDS,
Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan
nikotin paling subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun
asap tembakau itu,
Bisa ketularan kena,
Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,
Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil,
pertandingan bulutangkis,
turnamen sepakbola
mengemis-ngemis mencium kaki sponsor
perusahaan rokok,
Di kamar kecil 12 meter kubik,
sambil 'ek-'ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat
dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh,
dengan cueknya, pakai dasi,
orang-orang goblok merokok,
Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu- na'im
sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup
bagi orang yang tak merokok,
Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,
Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya, putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,
Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka
memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda
yang terbanyak kelompok ashabul yamiin
dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?
Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan
AC penuh itu.
Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz.
Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al
hawwa'i.
Kalau tak tahan,
Di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum.
Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr.
Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).
Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Patutnya rokok diapakan?
Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.
Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang,
karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol,
sudah ada babi,
tapi belum ada rokok.
Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,
jangan,
Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar
perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan
kecil yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir.
Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,
dan ada yang mulai terbatuk-batuk,
Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia
mati karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok
lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir,
gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,
Pada saat sajak ini dibacakan,
berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di
negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,
Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada
tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana
dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,
Rabbana,
beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.
========== ========= ========= =========
Buang 10000 per hari buat rokok? sebulan 300.000..
setahun 3.600.000 + dosa + doa dari yang terdhalimi
hak untuk menghirup udara segar=.....
Minggu, 29 Juni 2008
Sampah Everest dan SGP
Sampah memang sudah menjadi masalah serius yang mau tidak mau harus segera diselesaikan dengan baik. Kepedulian masalah sampah ini tentunya tidak hanya dilakukan dengan mengadakan suatu pengelolaan sampah yang baik, namun penyadaran ke ‘penyampah’ pun wajib dilakukan.
Tempat terciptanya sampah pun tidak pandang bulu. Seiring jejak langkahnya kaki ‘penyampah’ melangkah, maka di situ lah sampah tercipta. Tidak hanya di kota atau desa, pemukiman atau perkebunan, di hutan dan pegunungan pun sampah terlihat nyata dan ini pasti berasal dari aktivitas ‘penyampah’ tadi.
Gunung Everest yang terkenal sebagai gunung tertinggi di dunia dengan ketinggian 29.035 kaki itu, telah dikenal pula sebagai gudang sampah sehingga pada Tahun 2004 pernah dibentuk tim ekspedisi untuk membersihkan sampah yang ada di gunung tersebut. Sedikitnya seratus relawan terjun dalam ekspedisi itu untuk membersihkan sampah yang diperkirakan mencapai 615 Ton. Tahun-tahun sebelumnya pun ada upaya pembersihan yang dilakukan pendaki yang peduli sehingga ada pengurangan jumlah sampah. Namun, menurut Asosiasithe Pendaki Gunung Nepal, Gunung Everest sudah ditaklukan 3.067 kali sehingga pendaki yang telah singgah di gunung ini sudah mencapai ribuan orang dan sampah yang dihasilkan pun tentu bertambah banyak karena sebagian besar pendaki Gunung Everest tersebut adalah mereka yang ‘penyampah’.
PR (25/06/2008) pun melansir bahwa pada tahun lalu, rata-rata sampah yang dihasilkan tiap penunjung sekitar 6 pon. Hal ini menimbulkan banyak tanya di diri kita. Kita menganggap bahwa orang yang mendaki gunung adalah orang yang peduli dengan alam karena hidupnya banyak diluangkan dengan alam. Ternyata hal ini tidak berlaku kalau kenyataan yang terjadi seperti itu. Kedekatan manusia dengan alam tidak menjamin kepedulian mereka terhadap alam. Sekarang apa yang semestinya dilakukan? Apa tidak akan lebih baik kalau menjauhkan manusia dengan alam. Tapi tentu itu hal yang tidak mungkin dilakukan. Manusia memerlukan alam, meskipun sebenarnya belum tentu alam akan lebih baik dengan adanya campur tangan manusia.
Langkah penyadaran ke ‘penyampah’ termasuk juga ke ‘pendaki penyampah’ yang beraktivitas di hutan dan gunung harus terus dilakukan. Tentunya metode dan cara yang ditawarkan pun harus dikemas sedemikian cantiknya sehingga yang timbul bukan pemaksaan, namun justru kesadaran. Inilah yang mungkin dapat kita lakukan, disamping elemen lain melakukan kegiatan pembersihan sampah yang dapat menghabiskan biaya sangat besar.
Saya menghargai sekali adanya upaya-upaya ke arah sana seperti kegiatan SGP (Sahabat Gede Pangrango) yang saya ketahui sedang diagendakan rutin setiap tahunnya oleh relawan YPBB (Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi). Apabila SGP ini pun dinilai sedikit banyak berpengaruh terhadap perbaikkan kondisi gunung kita, maka mudah-mudahan muncul sahabat-sahabat untuk gunung-gunung lainnya, termasuk Everest yang merupakan gunung favorit seluruh pendaki di penjuru dunia.
– Dea Maulana Yusuf, 30/06/08 –
Salah Satu Bedanya Pertanian Kita dengan Mereka
Kegiatan pertanian yang dilakukan Negara Thailand sepuluh tahun terakhir ini sungguh menakjubkan. Thailand telah membuktikan dirinya sebagai negara agraris handal dengan memunculkan produk pertanian baru berkualitas seperti jambu Bangkok, durian Bangkok, dan sebagainya. Belum lagi produk-produk pertanian hortikultura lainnya, baik sayuran ataupun tanaman hias. Pada waktu penulis melakukan magang di BBIH Pasir Banteng Sumedang, salah satu bahan kajian penulis yaitu anggrek Dendrobium, sengaja diimpor dari Thailand. Tentunya hal ini sangat mengkhawatirkan. Kita tahu Indonesia dikenal sebagai Negara yang kaya akan spesies anggrek, namun anggrek sekelas Dendrobium harus didatangkan dari Thailand.
Indonesia pun dikenal sebagai negara agraris yang kaya akan sumber plasma nutfahnya, memiliki jutaan hektar lahan pertanian subur yang prospektif untuk pengembangan beraneka macam komoditas pertanian strategis yang didukung pula oleh ketersediaan tenaga kerja murah, namun sampai saat ini, produk sejenis apa saja yang bisa mengalahkan Thailand, serta berapa total volume ekspor produk pertanian apabila dibandingkan dengan Negara Thailand. Tentunya masih kalah jauh dengan Thailand.
Pengembangan sektor pertanian di Negara Thailand memang serius. Ketersediaan infrastruktur menjadi hal utama pemerintah dalam mengembangkan kegiatan pertaniannya. Semua fasilitas yang dibutuhkan petani dibangun pemerintah Thailand. Kita semua tahu, jalan sebagai saran transportasi pengangkutan produk pertanian serta saluran irigasi yang ada di Thailand jauh lebih baik dari negara kita. Jalan tersebut dibuat serius untuk memfasilitasi kelancaran kegiatan pertanian. Saluran irigasi dibuat lebar-lebar, tentunya dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Pengembangan teknologi budidaya dan pasca panen diperhatikan benar-benar sehingga saat ini baik budidaya maupun penanganan pasca panen tidak menjadi masalah yang berarti bagi petani. Thailand memiliki bank khusus untuk modal pengusahaan sektor pertanian, Bank of Agriculture and Agricultural Cooperatives. Prosedur peminjaman modalnya pun tidak rumit, bahkan akan sangat mudah apabila petani tersebut tergabung dalam sebuah koperasi. Anggunan bisa berupa tanah, deposito berjangka, ataupun melalui kelompok tani. Disamping itu, Thailand memiliki pasar induk terbesar se-Asia sebagai pasar pusat produk pertanian. Terbangunnya pasar seperti ini tentu bukanlah pekerjaan mudah, dibutuhkan sinergitas seluruh stakeholders. Pasar ekspor Thailand saat ini yaitu Eropa, Amerika Serikat, Jepang , Taiwan, Hongkong, Singapura, dan Indonesia. Peranan Menteri Pertanian Thailand juga dalam mengembangkan pasar ekspor produk pertanian Thailand sangatlah penting. Keseriusan menteri tersebut terbukti dengan terbukanya kembali kran ekspor produk pertanian ke Amerika Serikat yang ditutup sebelumnya. Ini membuktikan bahun membahunya seluruh pelaku serta pengambil kebijakan untuk membangun dan mensukseskan pertanian Thailand. Itulah komitmen pemerintah Thailand dalam mengembangkan sektor pertanian di negaranya. Bagaimana dengan negara kita?
Sampai saat ini, produk pertanian kita sebenarnya belum tertinggal jauh dari segi kualitas dengan Thailand, bahkan kita memiliki keunggulan dari beragamnya produk khas kita yang bisa dilirik pasar internasional. Apabila dibandingkan juga keahlian antara petani Indonesia dengan petani Thailand tidaklah jauh berbeda. Teknik dan cara petani Thailand tidak terlalu canggih, masih relatif sama dengan petani Indonesia, namun dukungan penuh dari pemerintah dan seluruh stakeholders yang menjadikan petani Thailand lebih unggul dalam produksinya.
Campur tangan pemerintah Thailand sangat dirasakan manfaatnya oleh petani Thailand. Keterpaduan program dan kebijakan sangat mendukung iklim usaha pertanian yang progresif. Contoh nyata kepedulian pemerintah Thailand serta keseriusan dalam mengembangkan produksi pertanian yaitu dengan menyediakan bibit unggul yang berkualitas. Penelitian untuk menghasilkan bibit unggul ini didukung berbagai pihak sehingga saat ini yang ditanam petani Thailand adalah bibit unggul berkualitas sehingga terdepan dalam kualitas maupun kuantitas. Pemerintah membagikan bibit unggul hasil penelitian tersebut sehingga yang dihasilkan petani adalah produk pertanian berdaya saing tinggi dan diminati konsumen sehingga wajar saja apabila bisa menembus pasar internasional.
Hal berbeda terjadi di Indonesia. Waktu penulis melakukan penelitian tentang program revitalisasi jeruk keprok Garut-I dimana dalam program ini ditanam ribuan bibit jeruk keprok Garut-I yang murni dan sehat. Pemerintah kita melalui Dinas Pertanian Kabupaten Garut tidak melakukan kegiatan sebagaimana pemerintah Thailand. Pemerintah kita lebih terfokus pada tercapainya pelaksanaan program tersebut tanpa menghiraukan kualitas bibit jeruk yang diberikan ke petani. Alhasil, program revitalisasi jeruk tersebut yang sebenarnya telah dimulai pada Tahun 2004 sampai sekarang (terakhir Tahun 2007), belum menunjukkan hasil yang optimal. Banyak petani jeruk kecewa dengan bibit yang ditanam mereka sehingga mereka rugi jutaan rupiah. Program tersebut telah menghabiskan dana milyaran rupiah tanpa hasil yang memuaskan.
– Dea Maulana Yusuf, 24/02/08 –