Sampah memang sudah menjadi masalah serius yang mau tidak mau harus segera diselesaikan dengan baik. Kepedulian masalah sampah ini tentunya tidak hanya dilakukan dengan mengadakan suatu pengelolaan sampah yang baik, namun penyadaran ke ‘penyampah’ pun wajib dilakukan.
Tempat terciptanya sampah pun tidak pandang bulu. Seiring jejak langkahnya kaki ‘penyampah’ melangkah, maka di situ lah sampah tercipta. Tidak hanya di kota atau desa, pemukiman atau perkebunan, di hutan dan pegunungan pun sampah terlihat nyata dan ini pasti berasal dari aktivitas ‘penyampah’ tadi.
Gunung Everest yang terkenal sebagai gunung tertinggi di dunia dengan ketinggian 29.035 kaki itu, telah dikenal pula sebagai gudang sampah sehingga pada Tahun 2004 pernah dibentuk tim ekspedisi untuk membersihkan sampah yang ada di gunung tersebut. Sedikitnya seratus relawan terjun dalam ekspedisi itu untuk membersihkan sampah yang diperkirakan mencapai 615 Ton. Tahun-tahun sebelumnya pun ada upaya pembersihan yang dilakukan pendaki yang peduli sehingga ada pengurangan jumlah sampah. Namun, menurut Asosiasithe Pendaki Gunung Nepal, Gunung Everest sudah ditaklukan 3.067 kali sehingga pendaki yang telah singgah di gunung ini sudah mencapai ribuan orang dan sampah yang dihasilkan pun tentu bertambah banyak karena sebagian besar pendaki Gunung Everest tersebut adalah mereka yang ‘penyampah’.
PR (25/06/2008) pun melansir bahwa pada tahun lalu, rata-rata sampah yang dihasilkan tiap penunjung sekitar 6 pon. Hal ini menimbulkan banyak tanya di diri kita. Kita menganggap bahwa orang yang mendaki gunung adalah orang yang peduli dengan alam karena hidupnya banyak diluangkan dengan alam. Ternyata hal ini tidak berlaku kalau kenyataan yang terjadi seperti itu. Kedekatan manusia dengan alam tidak menjamin kepedulian mereka terhadap alam. Sekarang apa yang semestinya dilakukan? Apa tidak akan lebih baik kalau menjauhkan manusia dengan alam. Tapi tentu itu hal yang tidak mungkin dilakukan. Manusia memerlukan alam, meskipun sebenarnya belum tentu alam akan lebih baik dengan adanya campur tangan manusia.
Langkah penyadaran ke ‘penyampah’ termasuk juga ke ‘pendaki penyampah’ yang beraktivitas di hutan dan gunung harus terus dilakukan. Tentunya metode dan cara yang ditawarkan pun harus dikemas sedemikian cantiknya sehingga yang timbul bukan pemaksaan, namun justru kesadaran. Inilah yang mungkin dapat kita lakukan, disamping elemen lain melakukan kegiatan pembersihan sampah yang dapat menghabiskan biaya sangat besar.
Saya menghargai sekali adanya upaya-upaya ke arah sana seperti kegiatan SGP (Sahabat Gede Pangrango) yang saya ketahui sedang diagendakan rutin setiap tahunnya oleh relawan YPBB (Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi). Apabila SGP ini pun dinilai sedikit banyak berpengaruh terhadap perbaikkan kondisi gunung kita, maka mudah-mudahan muncul sahabat-sahabat untuk gunung-gunung lainnya, termasuk Everest yang merupakan gunung favorit seluruh pendaki di penjuru dunia.
– Dea Maulana Yusuf, 30/06/08 –
Tidak ada komentar:
Posting Komentar