BAB
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Keberhasilan
petani mangga Indonesia dalam mengekspor buah mangga ke pasar internasional
merupakan sebuah kemajuan dalam pengembangan produksi pertanian di negara ini.
Namun sepanjang perjalanannya, prestasi tersebut mengalami banyak kendala sehingga
menurunkan angka ekspor mangga Indonesia. Kendala yang paling banyak ditemui dalam
ekspor buah mangga yaitu penolakan buah mangga karena ketatnya pengawasan standar
kualitas oleh beberapa negara, misalnya oleh Negara Singapura dimana Agri-Food and
Veterinary Authority (AVA) Singapura menetapkan
syarat produk ekspor Indonesia harus memenuhi kriteria: (1) Memenuhi konsep food safety (terutama pesticide residue control); (2) Penerapan
manajemen pasca panen yang baik dan penerapan rantai pendingin yang konsisten; (3)
Packaging yang ramah lingkungan; dan
(4) Sistem pergudangan dan transportasi (logistik) yang baik. Rendahnya
kualitas mangga Indonesia salah satunya disebabkan oleh kurangnya teknik
budidaya dan penanganan pasca panen yang baik.
Teknik
budidaya meliputi pemilihan bibit mangga yang berkualitas, penerapan teknologi
pada perawatan tanaman mangga, penerapan GAP (Good Agricultural Practices) dan SOP (Standard Operational Procedure) kebun mangga, sampai kepada
penentuan waktu panen serta cara panen. Bibit mangga masih diperoleh petani
secara sembarang, tidak memperhitungkan penangkar bibit yang profesional dan
telah tersertifikasi oleh Kementerian Pertanian. Penanaman mangga pun belum
sepenuhnya dilakukan untuk skala komersial sehingga menyebabkan kurang
optimalnya perawatan yang dilakukan petani selanjutnya.
Masih
banyak petani yang belum melakukan perawatan pada pohon mangganya atau adapun
sudah dilakukan perawatan namun dengan perlakuan yang asal-asalan dan tidak
memenuhi kaidah perawatan (GAP dan SOP) yang benar (kurangnya sumberdaya
manusia yang terampil). Juga belum membudayanya sanitary and phytosanitary measure di tingkat petani sehingga menyebabkan
rendahnya mutu buah mangga ketika masuk pasar ekspor. Kasus lain untuk
permasalahan perawatan pohon mangga yaitu adanya sistem sewa per pohon atau
sewa per kebun yang berkembang sekitar Tahun 1997-an. Sistem sewa pohon mangga
atau kebun mangga banyak menimbulkan permasalahan produktivitas, kualitas
pohon, dan kualitas buah mangga. Sistem sewa pohon mangga atau kebun mangga ini
banyak yang menggunakan perangsang bunga atau buah sehingga pohon mangga
dipaksa untuk terus berproduksi.
Penentuan
waktu panen pun masih dikendalikan kondisi alam. Sebagian besar petani belum
dapat mengusahakan pertanian mangga off
season meskipun teknologi off season
ini sudah banyak dikenal petani dan pelaku pemasaran mangga di Kabupaten
Majalengka. Disamping itu, masih banyak petani yang belum menerapkan cara
pemanenan yang baik ataupun menerapkan teknologi pemanenan guna mencegah cacat
pada buah yang akan menurunkan kualitas buah mangga.
Penanganan
pasca panen meliputi sortasi, grading, pengemasan (teknologi packing), penyimpanan, pemasaran, serta pengangkutan
dan ketepatan pengantaran/ distribusi. Permasalahan pada penanganan pasca panen
ini tidak hanya terletak pada sumberdaya manusia (kurangnya keterampilan
petani), namun juga keterbatasan sarana dan prasaran yang tersedia misalnya
ketersediaan cargo. Menurut Kun
Tanti D., dkk (2009), penolakan ekspor buah mangga Indonesia oleh beberapa
negara pun dikarenakan waktu tempuh (distribusi) yang cukup lama sehingga
begitu sampai di negara tujuan, buah mangga mengalami pembusukan, baik karena
lalat buah, antraknosa, maupun chilling injury. Diakui juga, kondisi
infrastruktur jalan dan pelabuhan Indonesia masih buruk. Apabila menggunakan
jalur udara, maka biaya transportasi untuk saat ini akan sangat mahal dan tidak
ekonomis dengan harga jual buah mangga.
Produsen
mangga terbesar kedua di Indonesia adalah Jawa Barat. Produksi mangga Jawa
Barat pada Tahun 2011 mencapai 357.188 Ton atau sekitar 16,8 % dari produksi
mangga nasional. Produksi mangga Jawa Barat mengalami peningkatan produksi dari
tahun sebelumnya sebesar 220.083 Ton atau sekitar 160,5 % (BPS Propinsi Jawa
Barat, 2012). Adanya peningkatan produksi mangga Jawa Barat tersebut
dikarenakan oleh meningkatnya populasi pohon yang produktif dan meningkatkan
produktivitas mangga sebesar 91,87 Kg per pohon. Namun, pada Tahun 2010 terjadi
penurunan produksi sebesar 65,6 % dari tahun sebelumnya. Produksi mangga Jawa
Barat pada Tahun 2009 sebesar 398.159 Ton dan terjadi penurunan produksi pada
Tahun 2010 menjadi sebesar 137.104 Ton. Penurunan produksi tersebut
dimungkinkan karena faktor cuaca dimana curah hujan pada Tahun 2010 sangat
tinggi.
Kabupaten
Majalengka merupakan salah satu daerah sentra ekspor mangga di wilayah Jawa
Barat selain Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Indramayu. Wilayah pengembangan
mangga lainnya yaitu Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Kuningan. Kelima
kabupaten tersebut sampai saat ini mendominasi produksi mangga Jawa Barat.
Persentase produksi mangga kelima kabupaten tersebut pada Tahun 2011 mencapai 71,43
% dari produksi mangga Jawa Barat. Sementara produksi mangga Kabupaten
Majalengka pada Tahun 2011 sebesar 43.281 Ton dan berada pada peringkat ketiga produksi
terbesar mangga Jawa Barat atau sebesar 12,12 % dari produksi mangga Jawa Barat.
Sama halnya dengan produksi mangga Jawa Barat, produksi mangga Kabupaten
Majalengka mengalami penurunan produksi pada Tahun 2010 (Tabel 1). Kemungkinan
penurunan produksi tersebut disebabkan oleh faktor yang sama yang terjadi di
Jawa Barat, yaitu kondisi curah hujan yang tinggi. Apabila terjadi penurunan
produksi, untuk pemenuhan pasokan mangga ke pasar konsumsi, Kabupaten
Majalengka didukung oleh daerah sentra produksi mangga lain di sekitar
Kabupaten Majalengka seperti Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu, dan
Kabupaten Kuningan.
Pengembangan
mangga komoditas ekspor telah lama dikembangkan di Kabupaten Majalengka. Fokus
pengembangan komoditas mangga tujuan ekspor dilakukan sekitar Tahun 1997 dan
telah menuai hasilnya sebagai eksportir terbesar mangga varietas Gedong Gincu.
Meskipun demikian, kendala berupa penurunan angka ekspor yang disebabkan
penurunan kualitas dan mutu buah menjadi penghambat pengembangan komoditas di
wilayah ini. Terdapat penurunan angka ekspor mangga
sebesar 617 Ton atau sebanyak 38 % yang terjadi pada Tahun 2010 dimana ekspor
mangga pada Tahun 2009 tercatat sebesar 1.616 Ton, sementara pada Tahun 2010
menjadi 999 Ton. Meskipun pada Tahun 2011 meningkat kembali menjadi 1.485 Ton.
Sementara
potensi ekspor mangga Indonesia masih berpeluang besar. Direktorat Jenderal Hortikultura Kementrian Pertanian RI mencatat ekspor
buah mangga dari Indonesia lebih banyak diserap pasar dari negara-negara di
Timur Tengah seperti Arab Saudi. Peluang pasar lainnya yang dapat diraih
produsen mangga Indonesia antara lain Amerika, Kanada (4,2 %), Eropa (15%),
China (9%), Timur Tengah (14%), Jepang (3%), dan Singapura (5%). Untuk memanfaatkan
potensi ekspor tersebut perlu peningkatan produktivitas dengan kualitas mangga
yang baik dan memenuhi standar ekspor. Disamping itu, penurunan angka ekspor
yang terjadi pada Tahun 2010 jangan sampai terulang kembali. Untuk itu, diperlukan
sebuah kajian untuk menggali aspek-aspek yang
menyebabkan penurunan angka ekspor tersebut serta mencari berbagai
solusi dan strategi untuk menghindari hambatan atau kendala tersebut serta
dapat mempercepat peningkatan kualitas mangga dan angka ekspor mangga dari
wilayah Jawa Barat khususnya Kabupaten Majalengka sebagai salah satu produsen
mangga ekspor di Jawa Barat.
1.2.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mengidentifikasi permasalahan penurunan
kualitas mangga ekspor di Kabupaten Majalengka.
2.
Mengidentifikasi kelembagaan yang ada baik di
tingkat petani maupun tingkat pelaku pemasaran mangga di Kabupaten Majalengka.
3.
Menganalisis permasalahan utama yang dihadapi
Kabupaten Majalengka dalam pengembangan mangga ekspor.
4.
Menyusun strategi peningkatan kualitas mangga
untuk pasar ekspor dari hulu (On Farm)
sampai hilir (Off Farm).
1.3.
Keluaran Penelitian
Keluaran (output) yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Tersusunnya dan teridentifikasinya permasalahan
penurunan kualitas mangga ekspor di Kabupaten Majalengka.
2.
Tersusunnya dan teridentifikasinya kelembagaan
yang ada di tingkat petani dan pelaku pemasaran mangga di Kabupaten Majalengka.
3.
Terbangun dan termanfaatkannya informasi
mengenai permasalahan penurunan kualitas mangga ekspor di Kabupaten Majalengka
sehingga dicarikan permasalahan utama yang dihadapi Kabupaten Majalengka dalam
pengembangan mangga ekspor.
4.
Terbangun dan termanfaatkannya kebijakan strategis
untuk peningkatan kualitas mangga ekspor dari hulu (On Farm) sampai hilir (Off
Farm).
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat (outcome) yang diharapkan dari penelitian ini yaitu adanya rumusan rekomendasi
strategi peningkatan kualitas mangga baik on
farm maupun off farm untuk
memenuhi kualitas mangga standar ekspor di Kabupaten Majalengka. Apabila strategi
peningkatan kualitas mangga tersebut relevan dilaksanakan di Kabupaten
Majalengka, maka tidak menutup kemungkinan dapat juga diterapkan di kabupaten
sentra produksi mangga lainnya di Jawa Barat.
1.5. Ruang
Lingkup Kegiatan
Ruang
lingkup dari kegiatan peningkatan kualitas mangga (on farm dan off farm)
untuk memenuhi standar ekspor di Kabupaten Majalengka dimulai dari persiapan
hingga penyusunan akhir melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
1.
Persiapan
Pengumpulan Data dan Informasi Awal
Kegiatan yang dilakukan yaitu pengkajian data dan studi literatur yang ada termasuk hasil-hasil
penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan kajian kualitas mangga, tinjauan
awal kegiatan lapangan, serta pembahasan hasil tinjauan awal kegiatan. Tinjauan kegiatan lapangan
dilakukan dengan melakukan pertemuan dan diskusi dengan petani mangga (kontak
tani), pelaku pemasaran mangga, dan petugas instansi terkait.
2.
Pengumpulan
Data Sekunder dan Data Primer
Kegiatan yang dilakukan yaitu pengumpulan data sekunder dari BPS, instansi terkait lainnya, dan
internet. Data primer dikumpulkan melalui kegiatan survey atau wawancara di
lapangan dengan menggunakan perangkat kuesioner. Wawancara dilakukan kepada
petani mangga dan pelaku pemasaran mangga (pedagang pengumpul dan atau bandar).
3.
FGD (Focus
Group Discussion) dan Wawancara Mendalam (Indepth Interview)
Kegiatan dilakukan di salah satu kecamatan yang merupakan wilayah kajian
untuk kegiatan ini. Peserta FGD (Focus
Group Discussion) sekitar 20 orang, sementara wawancara mendalam (Indepth Interview) dilakukan kepada kontak tani
yang ikut dalam kegiatan FGD (Focus Group
Discussion).
4.
Penyusunan
Laporan dan Diskusi
Data/ informasi yang diperoleh baik berupa
angka, tabel, diagram, peta,
dan lain-lain dikelompokkan sesuai dengan klasifikasinya. Kemudian
dilakukan pengolahan dan analisis
sesuai dengan yang diperlukan dalam
kajian. Dalam proses ini dilakukan diskusi-diskusi dengan pihak terkait dan
dengan para nara sumber yang diharapkan dapat mematangkan laporan akhir tersebut.
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peningkatan Kualitas Mangga
Mangga
(Magifera indica L.) merupakan buah
yang berasal dari daerah tropis dan subtropis yang sangat diminati konsumen
karena aroma yang khas. Mangga merupakan salah satu buah musiman yang mempunyai
prospek baik sebagai komoditas ekspor yang diproduksi secara komersial oleh
lebih dari 87 negara. Varietas mangga sangat beragam, diantaranya arumanis,
gadung, gedong gincu, cengkir, golek, bapang, kidang, dan sebagainya.
Mangga
gedong gincu mempunyai keunggulan dibandingkan mangga lainnya karena memiliki
aroma lebih tajam, rasa manis segar, dan kulit buah berwarna merah menyala
sehingga diminati oleh kelompok konsumen ekonomi menengah ke atas dan konsumen
luar negeri. Disebut gedong gincu karena warna kulitnya yang merah-oranye
hampir menyerupai gincu pemerah bibir wanita atau lipstik, serta bentuk buahnya
bulat. Masyarakat Majalengka menyebut mangga gedong gincu sebagai mangga
seraton atau mangga selera keraton karena tampilan yang memikat dan harganya
yang cukup mahal, sehingga mangga gedong gincu dicitrakan sebagai mangga untuk
konsumsi kalangan elit.
Mangga
gedong gincu merupakan kelompok dari mangga gedong. Hal yang membedakan sebutan
mangga gedong dengan mangga gedong gincu adalah waktu panennya. Mangga gedong
dipanen pada tingkat kematangan mencapai 60%-70%, sedangkan mangga gedong gincu
dipanen saat buahnya mencapai tingkat kematangan 80-85% yaitu saat warna kulit
buah masih berwarna hijau tua pada bagian atas ujung dan berwarna merah pada
pangkal buah. Saat matang, daging buah mangga gedong akan berwarna kuning
jingga, sedangkan daging mangga gedong gincu akan berwarna merah oranye atau
kuning kemerahan.
Mangga
gedong gincu memiliki bentuk pohon tegak dengan ketinggian 9 – 15 m, bercabang
banyak, berdaun lebat, letak daun mendatar, permukaan daun sempit berbentuk
lancip pada dasarnya dan datar pada pucuknya, bentuk malai bunga lancip
berwarna merah (Broto, 2003). Jarak tanam yang dianjurkan untuk mangga gedong
gincu adalah 8 -10 m. Untuk mendapatkan pohon mangga gedong gincu yang subur,
tidak terlalu tinggi, dan berdaun lebat,
maka batang dan cabang pohon harus dipangkas saat tanaman berusia 8 bulan.
Pohon yang tidak tinggi akan mempermudah saat perawatan dan pemanenan. Tanaman
mangga gedong gincu dapat tumbuh dan berproduksi baik di daerah dataran rendah
dengan ketinggian 0-500 m di atas permukaan
laut (dpl), memiliki curah hujan 750-2.250 mm per tahun, suhu harian 24-280C,
kelembaban 50-60%, jenis tanah gembur yang mengandung pasir dan kedalaman air
50-150 cm. Masa kering diperlukan sebelum dan sewaktu berbunga. Masa kering ini
dibutuhkan supaya bunga tidak terkena air sehingga rontok atau terjatuh.
2.1.1. Teknik Budidaya Mangga (On Farm)
Teknik budidaya mangga (on farm) meliputi kegiatan dari
pembibitan, pengolahan media tanam (pengolahan tanah), penanaman, pemeliharaan
tanaman (penyiangan, pembunbunan, pemangkasan, pemupukan, dan penyemprotan),
serta panen. Sementara pasca panen merupakan kegiatan off farm.
2.1.1.1. Pembibitan Mangga
Pembibitan mangga dilakukan
dengan tiga cara. Pertama dengan perbanyakan melalui biji, kedua perbanyakan melalui
okulasi, dan ketiga perbanyakan dengan pencangkokan.
1.
Perbanyakan dengan Biji
Biji
dipilih dari tanaman yang sehat, kuat dan buahnya berkualitas.
Biji dikeringkan dan kulitnya dibuang.
Siapkan
kotak persemaian ukuran 100 x 50 x 20 cm3 dengan media tanah kebun dan pupuk kandang
(1:1), biji ditanam pada jarak 10-20 cm.
Dapat pula
mangga disemai dikebun dengan jarak tanam 30 x 40 atau 40 x 40 cm di atas tanah
yang gembur.
Persemaian
diberi naungan dari plastik/ sisa-sisa tanaman, tetapi jangan sampai udara
didalam persemaian menjadi terlalu lembab.
Biji
ditanam dengan perut ke arah bawah supaya akar tidak bengkok.
Selama
penyemaian, bibit tidak boleh kekurangan air.
Pada umur
2 minggu bibit akan berkecambah.
Jika dari
1 biji terdapat lebih dari 1 anakan, sisakan hanya satu yang benar-benar kuat
dan baik.
Bibit di
kotak persemaian harus dipindahkan kemudian ditanam ke dalam polybag jika tingginya sudah mencapai
25-30 cm.
Seleksi
bibit dilakukan pada umur 4 bulan, bibit yang lemah dan tumbuh abnormal
dibuang.
Pindah
tanam ke kebun dilakukan jika bibit telah berumur 6 bulan.
2.
Perbanyakan dengan Okulasi
Perbanyakan
terbaik adalah dengan okulasi (penempelan tunas dari batang atas yang buahnya
berkualitas ke batang bawah yang struktur akar dan tanamannya kuat).
Batang
bawah untuk okulasi dalam bibit di persemaian yang sudah berumur 9-12 bulan.
Setelah
penempelan, stump (tanaman hasil
okulasi) dipindahkan ke kebun pada umur 1,5 tahun.
Okulasi
dilakukan di musim kemarau agar bagian yang ditempel tidak busuk.
3.
Perbanyakan dengan
Pencangkokan
Batang
yang akan dicangkok memiliki diameter 2,5 cm dan berasal dari tanaman berumur 1
tahun.
Panjang
sayatan cangkok adalah 5 cm.
Setelah
sayatan diberi tanah dan pupuk kandang (1:1), lalu dibungkus dengan plastik
atau sabut kelapa.
2.1.1.2. Pengolahan Media Tanam
1. Persiapan
Penetapan areal untuk
perkebunan mangga harus memperhatikan faktor kemudahan transportasi dan sumber
air.
2. Pembukaan Lahan
Membongkar tanaman
yang tidak diperlukan dan mematikan alang-alang serta menghilangkan rumput-rumput
liar dan perdu dari areal tanam.
Membajak tanah untuk
menghilangkan bongkahan tanah yang terlalu besar.
3. Pengaturan Jarak Tanam
Pada tanah yang kurang
subur, jarak tanam dirapatkan sedangkan pada tanah subur, jarak tanam lebih
renggang.
Jarak tanam standar
adalah 10 m dan diatur dengan cara:
·
segi tiga sama kaki.
·
diagonal.
·
bujur sangkar (segi empat).
2.1.1.3. Teknik
Penanaman
1. Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat
dengan panjang, lebar dan kedalaman 100 cm.
Pada waktu penggalian,
galian tanah sampai kedalaman 50 cm dipisahkan dengan galian dari kedalaman
50-100 cm.
Tanah galian bagian
dalam dicampur dengan pupuk kandang lalu dikeringkan beberapa hari.
Masukkan tanah galian
bagian atas, diikuti tanah galian bagian bawah.
Pembuatan lubang tanam
dilakukan pada musim kemarau.
2. Cara Penanaman
Lubang tanam yang
telah ditimbun digali kembali dengan ukuran panjang dan lebar 60 cm pada
kedalaman 30 cm, taburi lubang dengan furadan 10-25 gram
Polybag bibit digunting sampai ke bawah, masukkan bibit beserta tanahnya dan
masukkan kembali tanah galian sampai membentuk guludan.
Tekan tanah di sekitar
batang dan pasang kayu penyangga tanaman.
3. Penanaman Pohon Pelindung
Pohon pelindung
ditanam untuk menahan hembusan angin yang kuat.
Jenis yang biasa dipakai adalah pohon asam atau trembesi.
2.1.1.4. Pemeliharaan
Tanaman
1. Penyiangan
Penyiangan tidak dapat
dilakukan sembarangan, rumput/ gulma yang telah dicabut dapat dibenamkan atau
dibuang ke tempat lain agar tidak tumbuh lagi.
Penyiangan juga biasa
dilakukan pada waktu penggemburan dan pemupukan.
2. Penggemburan/ Pembubunan
Tanah yang padat dan
tidak ditumbuhi rumput di sekitar pangkal batang perlu digemburkan, biasanya
pada awal musim hujan.
Penggemburan tanah di
kebun mangga cangkokan jangan dilakukan terlalu dalam
3. Perempelan/ Pemangkasan
Pemangkasan bertujuan
untuk membentuk kanopi yang baik dan meningkatkan produksi.
Ketika tanaman telah
mulai bertunas perlu dilakukan pemangkasan tunas agar dalam satu cabang hanya
terdapat 3 – 4 tunas saja.
Tunas yang dipilih
jangan terletak sama tinggi dan berada pada sisi yang berbeda.
Tunas dipelihara
selama kurang lebih 1 tahun saat tunas-tunas baru tumbuh kembali
Pada saat ini
dilakukan pemangkasan kedua dengan meninggalkan 2-3 tunas.
Pemangkasan ketiga, 1
tahun kemudian, dilakukan dengan cara yang sama dengan pemangkasan ke-2.
4. Pemupukan
Pupuk organik
·
Umur tanaman 1-2 tahun: 10 kg pupuk kandang,
·
Umur tanaman 2,5
·
8 tahun: 0,5 kg tepung tulang, 2,5 kg abu.
·
Umur tanaman 9 tahun: tepung tulang dapat diganti pupuk kimia SP-36, 50 kg
pupuk kandang, 15 kg abu.
·
Umur tanaman > 10 tahun: 100 kg pupuk kandang, 50 kg tepung tulang, 15
kg abu.
·
Pupuk kandang yang dipakai adalah pupuk yang sudah tercampur dengan tanah.
·
Pemberian pupuk dilakukan di dalam parit keliling pohon sedalam setengah
mata cangkul (5cm).
Pupuk anorganik
·
Umur tanaman 1 - 2 bulan : NPK (10-10-20) 100 gram/tanaman.
·
Umur tanaman 1,5 - 2 tahun : NPK (10-10-20) 1.000
kg/tanaman.
·
Tanaman sebelum berbunga : ZA 1.750 gram/tanaman, KCl
1.080gram/tanaman.
·
Tanaman waktu berbunga : ZA 1.380 gram/tanaman, Di kalsium
fosfat 970 gram/ tanaman, KCl 970 gram/tanaman.
·
Tanaman setelah panen : ZA 2700 gram/tanaman, Di kalsium fosfat 1.940
gr/tanaman, KCl 1.940 gram/tanaman.
5. Peningkatan kuantitas buah
Dari sejumlah besar
bunga yang muncul hanya 0,3% yang dapat menjadi buah yang dapat dipetik.
Untuk meningkatkan
persentase ini dapat disemprotkan polinator maru atau menyemprotkan serbuk sari
diikuti pemberian 300 ppm hormon giberelin.
Dengan cara ini,
persentase pembentukan buah yang dapat dipanen dapat ditingkatkan menjadi 1,3%
6. Perlakuan dengan zat pengatur tumbuh
Dilakukan dengan
penyemprotan Zat Pengatur Tumbuh guna merangsang cepatnya pertumbuhan bunga
yang sekaligus merangsang pertumbuhan buah.
2.1.1.5. Panen
1. Ciri dan Umur Panen
Mangga
cangkokan mulai berbuah pada umur 4 tahun, mangga okulasi pada umur 5-6 tahun.
Banyaknya
buah panen pertama hanya 10-15 buah, pada tahun ke 10 jumlah buah dapat
mencapai 300-500 buah/pohon.
Panen
besar biasanya jatuh di bulan September-Oktober.
Tanda buah
sudah dapat dipanen adalah adanya buah yang jatuh karena matang sedikitnya
1buah/pohon, warna buah arumanis/manalagi berubah menjadi hijau tua kebiruan, warna
buah mangga golek/gedok berubah menjadi kuning/merah Buah yang dipetik harus masih
keras.
2. Cara Panen
Apabila
terjangkau tangan, buah dan tangkainya dipetik dengan tangan.
Sebaliknya
apabila tidak terjangkau tangan, buah di panen dengan galah bambu yang dilengkapi
pisau pemotong dan penampung buah.
Pada saat
pemetikan, buah jangan sampai terpotong, tercongkel atau jatuh sampai memar.
Buah
dipetik di sore hari dengan menggunakan pisau tajam atau dengan galah yang diujungnya
terdapat pisau dan keranjang penampung buah.
Untuk
mendapatkan buah dengan tingkat ketuaan yang seragam, pemanenan buah dilakukan secara
bertahap, yaitu 2 – 4 kali sampai buah habis.
Sebelum
dilakukan pemanenan, lakukan sampling agar dapat diketahui tingkat ketuaan
buah.
Selain
tingkat ketuaan, mutu buah mangga dipengaruhi pula oleh cara panennya.
Penanganan
yang asal-asalan akan menyebabkan kulit buah menjadi luka sehingga menurunkan
kualitasnya.
Mutu buah
mangga yang baik, tidak hanya dibutuhkan pasar luar negeri, juga dibutuhkan pasar
dalam negeri.
Walaupun
tingkat ketuaan buah dan ukuran buah memenuhi syarat mutu ekspor, tetapi kalau
ada luka pada permukaan kulit akan menyebabkan buah tersebut menjadi buah afkiran.
Buah
mangga bisa dipanen pada tingkat kemasakan 80 – 85 %, kecuali mangga
Gedong Gincu harus dipanen pada tingkat kemasakan 90 % (warna gincu kemerahan
menyebar dari pangkal buah).
Secara umum,
tanda-tanda buah mangga sudah bisa dipanen adalah
·
lekukan ujung buah hampir hilang,
·
lapisan lilin cukup tebal,
·
cabang tangkai buah 65 % mengering,
·
buah bila disentil tidak nyaring dan bentuk buah
montok
Varietas
mangga arumanis sebaiknya dipetik pada umur 93 – 107
hari terhitung mulai saat berbunga.
Sedangkan
varietas mangga golek bisa dipetik pada umur 75 – 78 hari (Della, 1989)
Dalam
pemanenan, usahakan agar buah tetap bertangkai dan getah yang keluar dari
tangkai tidak menempel pada permukaan kulit buah
Adanya
getah yang menempel pada kulit buah akan mempengaruhi penampilan dan menurunkan
mutu buah, walaupun telah dibersihkan.
Beberapa
cara yang digunakan untuk mengurangi getah dan menghindari getah yang menempel
pada kulit buah adalah sebagai berikut :
·
Buah dipanen pada tingkat ketuaan yang cukup;
·
Buah mulai di panen pada pukul 09.00 atau
15.00, karena pada saat itu tekanan turgor buah turun dan getah
sedikit;
·
Buah di panen dengan tangan atau menggunakan galah
yang dilengkapi penampung buah;
·
Buah dipanen dengan tangkai yang panjang.
Setelah
dipanen, buah diletakkan dalam keranjang secara hati-hati dengan posisi pangkai
buah di bawah.
3. Periode Panen
Di
Indonesia pohon mangga berbunga satu tahun sekali sehingga panen dilakukan satu
periode dalam satu tahun.
Dari satu
pohon, buah tidak akan masak bersamaan sehingga dilakukan beberapa kali panen.
4. Perkiraan Produksi
Pohon muda okulasi menghasilkan 50-100 buah/tahun, meningkat
sampai 300-500 buah pada umur 10 tahun, buah pada umur 15 tahun 2.000 buah pada
waktu produksi maksimum di umur 20 tahun.
2.1.2. Teknik
Penanganan Pasca Panen (Off Farm)
Setelah di panen, lakukan penanganan pasca panen
dengan baik, agar daya simpan dan mutu buah lebih baik. Berdasarkan standar
prosedur operasionalnya (SOP), kegiatan-kegiatan penanganan pasca panen
mangga yaitu pengumpulan, pengangkutan, sortasi,
dan pengkelasan (grade),
pencucian, pencegahan penyakit, penyimpanan dan pengemasan.
2.1.2.1. Penanganan ke Gudang Pengumpulan
Buah
mangga yang telah dipanen dikumpulkan dan dikemas dalam keranjang plastik berkapasitas
25 kg.
Peletakan
buah dalam keranjang harus hati-hati agar buah tidak luka atau cacat.
Kemudian
diangkut ke gudang pengumpulan untuk dilakukan pemilihan, pengkelasan (grade), dan pengemasan.
Di gudang
pengumpulan, letakkan buah diatas rak dengan posisi tangkai buah ke bawah, biarkan
selama satu malam hingga tangkai buah berhenti mengeluarkan getah.
Kemudian
setelah itu, masukkan buah ke dalam air bersuhu 550C selama 5 menit untuk
menghilangkan sisa getah dan mengurangi risiko serangan penyakit misalnya
antraknose atau busuk pangkal buah.
2.1.2.2. Sortasi dan Grade
Kegiatan
sortasi dan grade dilakukan untuk memisah-misahkan komoditas menjadi beberapa kelas
atau grade.
Hal
ini perlu dilakukan karena secara alamiah tidak mungkin
diperoleh produk yang benar-benar sama dan seragam dalam pemetikan.
Melalui
sortasi dan grade akan dipisahkan buah mangga berdasarkan ukuran buah, warna, tingkat
ketuaan atau kematangan, ada tidaknya cacat dan sebagainya yang disesuaikan dengan
mutu yang dikehendaki.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari kegiatan sortasi dan grade
yaitu
Mencegah
penurunan harga akibat campuran kelas;
Mencegah
tingginya biaya pemasaran (transportasi, pengepakan dan sebaginya);
Untuk mendapatkan
kesamaan mutu antara penjual dan pembeli;
Menghindari
kelebihan stok dengan meninggalkan grade yang rendah;
Menghindari
kerusakan akibat kontak/ sentuhan antara yang rusak, berpenyakit atau busuk dengan
yang baik;
Memperoleh
kenaikan pendapatan, kemudahan penjualan dan peningkatan volume penjualan.
Tatacara kegiatan sortasi dan grade (kelas) buah mangga
adalah sebagai berikut
Biarkan
buah berangin-angin sampai suhu mencapai 250C untuk mengurangi
kandungan air buah dan setelah dingin dapat disortir;
Gunakan
sarung tangan kain rajut/katun dalam penyortiran, agar tidak mengotori dan atau
merusak buah;
Letakkan
buah dalam keranjang plastik berkapasitas antara 20 – 25 kg, kemudian ditimbang
satu per satu dan pisahkan menurut kelompok beratnya masing-masing;
Pilih buah
yang bentuknya normal dan yang abnormal diperbolehkan maksimum 25 %. Walaupun
mulus apabila bentuknya abnormal, maka buah dinyatakan buah sisa (BS).
Potong
tangkai buah sepanjang ± 1 cm, lakukan secara hati-hati dan
usahakan getah dari tangkai tidak menempel pada kulit buah dengan
meletakkan tangkai pada posisi di bawah selama 20 menit sampai getah habis.
2.1.2.3.
Pencucian
Buah yang
telah disortasi dan digrade dapat dicuci dengan air yang bersih
Pencucian
ini bertujuan untuk menghilangkan noda getah dan kotoran yang melekat pada permukaan
kulit buah.
Dengan
demikian diharapkan penampilan buah bersih dan menarik serta buah dapat terhindar
dari penyakit pasca panen.
2.1.2.4.
Penyimpanan
Diperlukan
suatu perlakuan tambahan agar daya simpan buah mangga tahan lama, perlakuan ini
merupakan rangkaian dari tahapan sebelumnya.
Dengan
demikian, buah yang akan diberi perlakuan telah dicuci dengan air bersih dan dicelup
dalam larutan fungisida atau air panas serta ditiriskan dan dikeringkan.
Adapun
beberapa perlakuan yang dapat memperpanjang daya simpan buah adalah sebagai
berikut:
·
Penyimpanan dengan penyerap etilen (KmnO4 jenuh)
ü
Buah mangga dikemas dalam jaring polyetilen (PE)
setebal 0,04 mm.
ü
Di dalam plastik tersebut diletakkan batu bata yang
telah dicelup dalam larutan KmnO4 jenuh dan dibungkus dengan kain kasa agar
tidak berkontak antar buah.
ü
Kemudian plastik ditutup dengan sealer dan dikemas
dalam boks karton serta disimpan pada suhu dingin ( 10 – 150C).
·
Perlakuan dengan modifed atmosfir atau kontrol atmosfir
ü
Buah mangga dikemas dalam plastik PE tebal 0,04 dan
diatur dengan komposisi gas sebanyak 5 % O2 dan 5 % CO2.
ü
Kemudian plastik ditutup dan dikemas dalam boks karton
serta disimpan pada suhu dingin (10 – 150C).
2.1.2.5. Pelilinan
Pelapisan
lilin pada buah mangga merupakan cara mempertahan tingkat kesegaran, yaitu untuk
mencegah penguapan air terlalu banyak, pernafasan terlalu cepat dan memperindah
penampakan.
Setelah
dicelup dalam larutan fungisida atau air panas, buah mangga dikemas dicelup
dalam larutan emulsi lilin 6 % selama 30 detik dan kemudian dikeringkan.
Setelah
itu buah dibungkus dalam box karton dan disimpan pada suhu dingin (10 – 150C).
Dengan
cara demikian tingkat kesegaran dapat dihambat dari 11 hari menjadi 18 hari kesegarannya.
2.1.2.6. Pengolesan minyak kelapa
Buah
mangga diolesi dengan minyak kelapa, kemudian disimpan dalam ruangan bersuhu 280C
dan tingkat kelembaban 70 – 80 %.
Dengan
cara ini, tingkat kematangan buah dapat dihambat selama 5 – 6 hari dan
dapat matang normal.
2.1.2.7. Perlakuan dengan CaCl2
Setelah
dicelup dalam larutan fungisida kemudian ditiriskan, buah mangga dicelup dalam larutan
CaCl2 4 % dan divacum selama 5 menit dengan tekanan 298,5 mm Hg.
Kemudian
buah ditiriskan dan disimpan.
Dengan
perlakuan tersebut, kematangan buah dapat ditunda selama 2 hari dengan tekstur buah
lebih keras.
Larutan
CaCl2 4 % dibuat dengan cara melarutkan sedikit demi sedikit 40 gram
CaCl2 dengan 1 liter air bersih.
2.1.2.8. Penyimpanan dalam suhu dingin
Prinsip penyimpanan dalam suhu dingin adalah
mendinginkan lingkungan secara mekanis dengan penguapan gas cair bertekanan (refrigerant) dalam sistem tertutup.
Teknisnya adalah sebagai berikut:
Buah yang
akan disimpan dalam suhu dingin, dilakukan pra pendinginan.
Cara pra
pendinginan adalah dengan cara mencelupkan buah dalam air dingin bersuhu
8,5 – 120C selama 15 – 30 menit sampai buah turun
menjadi 150C.
Apabila
jumlahnya banyak, buah disusun dan ditumpuk dalam peti plastik, kemudian
disiram dengan air dingin bersuhu 8,5 –120C selama 60,25 menit.
Setelah
perlakuan pra pendinginan, buah dikemas dengan karton dan disimpan pada suhu 15
– 200C.
Penyimpanan
ini dapat bertahan sampai 22 hari.
Setelah
dikeluarkan dari ruang penyimpanan, buah dapat matang normal.
Hal
penting dalam penyimpanan suhu dingin adalah besarnya suhu penyimpanan, karena buah
mangga tidak cocok pada suhu yang terlalu rendah.
Pada suhu
< 10 buah akan mengalami kerusakan yang dikenal chliling injuri.
Buah
tersebut tidak dapat matang dan kulit buah berubah warna hijau gelap.
Suhu
penyimpanan yang baik adalah 200C, karena buah dapat matang
sempurna, aroma kuat dan rasanya lebih enak.
2.1.2.9. Pengemasan untuk pasar ekspor
Pengemasan
untuk ekspor, biasanya menggunakan peti karton berukuran 45 cm x 27,5 cm x 9,5
cm dengan kapasitas 5 kg dengan jumlah buah bervariasi tergantung ukuran buah.
Untuk
sirkulasi udara, peti karton diberi lubang ventilasi sebanyak 2 – 3 lubang
setiap sisi peti dengan diameter 2 cm.
Pada
dasar peti dan bagian atas buah diberi potongan
kertas untuk mengurangi lecet dan memar buah akibat tekanan atau
gesekan.
Buah
mangga gedong disusun pada posisi berdiri (pangkal buah letak diatas), sedangkan
buah mangga arumanis disusun pada posisi rebah.
Setelah
tersusun rapih, peti karton ditutup dengan lakban dan diberi kode sesuai dengan
grade-nya masing-masing
2.1.2.10. Pemasaran
Buah
mangga yang akan diekspor harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan oleh
negara pengimpornya.
Pemilihan
buah juga bertujuan untuk mengklasifikasikan dalam beberapa kelas sesuai dengan
ukuran dan keadaan fisik buah serta memberi harga yang berbeda pada
masing-masing kelasnya. Semakin besar ukuran buah dan semakin mulus
akan semakin mahal harganya.
Buah
mangga yang bermutu baik dapat dipasarkan untuk di ekspor.
Syarat
mutu yang ditetapkan Departemen Perdagangan Republik Indonesia.
Namun
syarat tersebut kadang-kadang masih ada tambahan apabila pasar meminta, misalnya
dari pihak eksportir atau toko swalayan.
2.1.2.11. Pemasaran Ekspor
Buah
mangga untuk tujuan ekspor biasanya mempunyai persyaratan yang lebih
banyakdibandingkan buah untuk pasar domestik.
Syarat
mutu buah mangga untuk ekspor adalah sebagai berikut :
·
Permukaan kulit buah diusahakan semulus mungkin, tidak
ada bintik hitam pada pangkal buah dan tidak ada noda scab;
·
Buah dipilih yang tidak luka, baik luka mekanis
atau luka mikrobiologis;
·
Buah bebas dari penyakit pasca panen;
·
Bentuk buah normal, tidak benjol dan untuk buah mangga
gedong minimal bentuknya ¼ duduk;
·
Ukuran harus sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan;
·
Untuk mendapatkan buah yang 100 % mulus memang
sulit diperoleh, oleh karena itu diberi kelonggaran-kelonggaran sebagai
berikut:
ü
Noda hitam pada permukaan kulit buah yang
diperbolehkan ialah noda akibat getah yang telah kering maksimum 5 % dari total
permukaan kulit atau kira-kira berukuran 2,5 x 2,5cm;
ü
Noda Scab
pada permukaan kulit buah diperbolehkan apabila luasnya tidak lebih dari 5 % dan
tidak merusak daging buah.
Buah
mangga untuk ekspor terbagi menjagi beberapa grade (kelas), pembagian ini berdasarkan
ukuran berat buah.
Pengkelasan
untuk mangga arumanis untuk ekspor berbeda dengan buah mangga gedong.
Untuk
mangga arumanis yang diekspor terbagi menjadi enam golongan, yaitu :
·
Grade I, ukuran
berat buah 600 gram;
·
Grade II,
ukuran berat buah 550 – 599 gram;
·
Grade III,
ukuran berat buah 500 – 549 gram;
·
Grade IV,
ukuran berat buah 450 – 499 gram;
·
Grade V, ukuran
berat buah 400 – 449 gram;
·
Grade
VI, ukuran berat buah 350 – 399 gram.
Sedangkan grade untuk buah mangga gedong
digolongkan menjadi enam golongan, yaitu :
·
Grade I, ukuran
berat buah 350 gram;
·
Grade II,
ukuran berat buah 300 - 349 gram;
·
Grade III,
ukuran berat buah 275 - 299 gram;
·
Grade IV,
ukuran berat buah 250 - 275 gram;
·
Grade V, ukuran
berat buah 225 - 249 gram;
· Grade VI, ukuran berat buah 200 -
224 gram.
2.2. Kerangka Pemikiran
Kabupaten Majalengka merupakan salah satu sentra
produksi dan pengembangan mangga di Jawa Barat selain Kabupaten Indramayu dan
Kabupaten Cirebon. Sentra pengembangan produksi mangga yang dilakukan di Kabupaten Majalengka terdapat di lima kecamatan, yaitu Kecamatan Kadipaten, Kecamatan Panyingkiran, Kecamatan Dawuan, Kecamatan Kertajati, dan Kecamatan Majalengka. Sementara, pedagang mangga terpusat sebagian besar di dua kecamatan,
yaitu Kecamatan Panyingkiran dan Kecamatan Majalengka.
Varietas mangga yang dikembangkan di Kabupaten
Majalengka menurut penelitian terdahulu yaitu 30 % varietas
mangga Gedong Gincu,
40 % varietas mangga Arumanis, 20 % varietas
mangga cengkir, dan 10 % varietas lainnya. Pengembangan varietas yang dilakukan Kabupaten Majalengka saat ini
yaitu dengan menanam varietas yang memiliki nilai jual lebih tinggi dan
memiliki keunggulan spesifik lokasi seperti mangga varietas gedong gincu. Varietas-varietas
mangga tersebut tersebar di lima sentra produksi utama Kabupaten Majalengka.
Kabupaten Majalengka pula dikenal sebagai salah satu sentra untuk pembibitan mangga yang dipusatkan di
tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Raja Galuh, Kecamatan Sindang Wangi, dan
Kecamatan Suka Haji. Ketiga kecamatan tersebut menghasilkan ribuan bibit mangga
dari penangkar bibit yang telah disertifikasi oleh instansi berwenang.
Pembibitan mangga ini sebagai upaya untuk peningkatan produktivitas dan
kualitas mangga yang dihasilkan. Disamping itu, Kabupaten Majalengka juga
memiliki beberapa kelompok untuk pengolahan mangga kering.
Pada kegiatan ini, akan dikaji proses yang terjadi
dari pemilihan bibit, penanaman, perawatan, hingga ke penanganan pasca panen
serta pemasaran haisl panen. Kajian ini akan menggambarkan secara menyeluruh
mengenai kondisi pengembangan mangga di Kabupaten Majalengka termasuk
pengembangan yang dilakukan pada mangga untuk tujuan ekspor. Fokus kajian
nantinya akan ditujukan pada pemilihan saluran pasar oleh petani dimana akan
terdapat perbedaan teknik budidaya dan penanganan pasca panen antara petani yang
bertujuan untuk saluran pemasaran tertentu.
Ada dua jenis saluran pemasaran mangga yang dapat
dikelompokkan di Kabupaten Majalengka. Saluran pemasaran tersebut yaitu saluran
pemasaran untuk pasar tradisional dan saluran pemasaran untuk pasar modern.
Saluran
pasar tradisional (Gambar 1) merupakan saluran pemasaran yang paling banyak
dilakukan oleh petani di Kabupaten Majalengka. Lebih dari 80 % petani mangga di
Kabupaten Majalengka hanya memilih saluran pasar ini. Selebihnya merupakan
petani yang memilih kedua saluran pemasaran yaitu saluran pasar tradisional dan
pasar modern (Gambar 1 dan Gambar 2). Pasar modern yang dimaksud yaitu
pemasaran ke supplier supermarket yang kemudian nantinya akan menjual ke
supermarket, eksportir, serta pengolah mangga.
Permasalahan
usahatani mangga dari hulu sampai hilir dan juga permasalahan yang dihadapi
dalam pemasaran di setiap saluran pemasaran yang dapat dilakukan petani dan
pelaku pemasaran mangga akan diidentifikasi. Hasil identifikasi permasalahan
tersebut kemudian akan dikaji dan dianalisis untuk dicari permasalahan utama
yang menghambat pengembangan mangga tujuan ekspor serta penurunan kualitas dan
mutu mangga ekspor.
Permasalahan utama tersebut
kemudian dianalisis untuk diuji berbagai alternatif solusi sehingga diperoleh
langkah strategis dalam peningkatan kualitas mangga ekspor di Kabupaten
Majalengka ini. Langkah strategis tersebut berupa tahapan-tahapan kegiatan yang
selayaknya dilakukan untuk memenuhi standar ekspor mangga ke luar negeri
sehingga tidak ada lagi penolakan dari negara tujuan ekspor untuk mangga yang
dikirim.
BAB
III. METODE PENELITIAN
3.1. Metode
yang Digunakan
Penelitian
ini menggunakan metode
survey deskriptif. Metode survey diartikan sebagai metode yang digunakan dalam
penyelidikan untuk memperoleh fakta dari gejala yang ada dan mencari keterangan
faktual suatu kejadian atau situasi dari suatu kelompok atau daerah. Pendekatan
yang dilakukan untuk memecahkan permasalahan adalah melalui pendekatan dengan
studi literatur, survey melalui wawancara dengan perangkat kuesioner, wawancara
mendalam (indepth interview), dan FGD
(Focus Group Discussion).
Sesuai
dengan tujuan pengkajian, untuk menganalisis data identifikasi permasalahan
penurunan kualitas mangga, identifikasi kelembagaan yang ada baik di tingkat
petani maupun tingkat pelaku pemasaran mangga, serta permasalahan utama yang dihadapi Kabupaten
Majalengka dalam pengembangan mangga ekspor diuraikan secara deskriptif
berdasarkan interpretasi data tabulasi dengan menggunakan satuan persentase dan
rata-rata (Dayan, A., 1989).
Analisis
data untuk menyusun strategi peningkatan kualitas mangga untuk pasar ekspor
dari hulu (On Farm) sampai hilir (Off Farm) dilakukan dengan analisis
deskriptif dan analisis SWOT. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan
gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai kondisi mangga di Kabupaten
Majalengka serta seluruh permasalahannya. Analisis SWOT digunakan untuk melahirkan
langkah strategis dalam peningkatan kualitas mangga untuk memenuhi standar
ekspor.
Analisis SWOT merupakan proses
identifikasi berbagai faktor secara sistematis yang digunakan untuk merumuskan
berbagai alternatif strategi. Analisis didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strenghts)
dan peluang (opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan misi, tujuan,
strategi, dan kebijakan organisasi/ daerah/ pemegang kebijakan. Dengan demikian
para perencana harus menganalisis
faktor-faktor strategis organisasi dalam kondisi yang ada saat ini.
Matriks Strenghts – Weaknesses – Opportunities – Threats (SWOT) merupakan alat analisis yang penting untuk membantu
mengembangkan empat tipe strategi. Keempat tipe strategi yang dimaksud adalah Strategi
S-O (Strenghts–Opportunities),
Strategi W-O (Weaknesses–Opportunities),
Strategi S-T (Strenghts–Threats), dan
Strategi W-T (Weaknesses–Threats).
Strategi S-O menggunakan kekuatan internal organisasi untuk meraih
peluang-peluang yang ada di luar organisasi. Strategi W-O bertujuan untuk
memperkecil kelemahan-kelemahan internal organisasi dengan memanfaatkan peluang
eksternal. Strategi S-T bertujuan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari
ancaman-ancaman eksternal. Strategi W-T merupakan strategi untuk bertahan
dengan cara mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman eksternal.
3.2. Kebutuhan dan Teknik Pengumpulan Data
Kebutuhan
data meliputi data sekunder dan data primer. Data sekunder diambil dengan studi
literatur, kajian-kajian terhadap pelaksanaan studi yang mempunyai kemiripan
dengan kegiatan ini, juga kajian terhadap regulasi, Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah, laporan tahunan instansi terkait, data BPS, serta petunjuk teknis dan
rekomendasi yang ada. Data primer diambil dengan cara tatap muka langsung
dengan responden melalui wawancara menggunakan perangkat kuesioner. Pendalaman
setiap variabel dilakukan melalui diskusi
(FGD/ Focus Group Discussion) dan
wawancara mendalam (indepth interview).
Wawancara
dengan perangkat kuesioner dilakukan kepada petani mangga dan pedagang mangga.
Jumlah sampel petani mangga yang diwawancara sebanyak 105 responden dan pedagang
mangga dengan jumlah sampel sebanyak 68 responden. Kegiatan FGD/ Focus Group Discussion dan wawancara
mendalam (indepth interview)
dilakukan dengan melibatkan petani mangga, pedagang mangga, dan stakeholders terkait di lokasi kajian.
Jumlah responden peserta FGD/ Focus Group
Discussion dan wawancara mendalam (indepth
interview) sebanyak 20 orang.
3.3. Lokasi dan Responden Penelitian
Kabupaten
Majalengka dikenal sebagai salah satu daerah sentra produksi mangga di Jawa
Barat dan beberapa petani di daerah ini telah dapat mengekspor mangga ke luar
negeri sehingga lokasi penelitian akan dilakukan di Kabupaten Majalengka. Responden
penelitian meliputi petani mangga, pelaku pemasaran (pedagang) mangga, dan
petugas dari instansi terkait. Pelaku pemasaran mangga meliputi pedagang
pengumpul, bandar, supplier
supermarket, eksportir, dan processor/
pengolah mangga (kalau ada).
Wawancara
dengan menggunakan kuesioner untuk responden petani dilakukan di Kecamatan Panyingkiran,
Kecamatan Sumber Jaya, dan Kecamatan Dawuan. Kecamatan Sumber Jaya bukan merupakan daerah sentra pengembangan
mangga dan tidak termasuk sebagai kecamatan dengan jumlah produksi mangga yang
tinggi. Kecamatan Sumber Jaya
tetap diambil sebagai wilayah kajian untuk mewakili daerah yang berproduksi
mangga kecil tetapi tetap di dalam satu kabupaten sentra produksi mangga
sehingga dapat merepresentasi petani mangga seluruh wilayah Kabupaten
Majalengka.
Wawancara
dengan menggunakan kuesioner untuk responden pedagang mangga dilakukan di
Kecamatan Panyingkiran dan Kecamatan Majalengka karena pedagang mangga
berdomisili dan memiliki gudang mangga sebagai tempat aktifitas jual beli
mangga di kedua kecamatan tersebut. Sementara kegiatan FGD/ Focus Group Discussion dan wawancara
mendalam (indepth interview) untuk
petani (kontak tani), pedagang mangga, dan petugas dari instansi terkait dilakukan
di Kecamatan Panyingkiran. Menurut Soedijanto
(1996) dalam http://id.shvoong.com/,
kontak tani adalah petani yang atas kesediaan sendiri bekerjasama sebagai partner penyuluh pertanian (PPL) dalam
menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penyuluhan pertanian bagi kelompok taninya
dan masyarakat sekitarnya. Syarat-ayarat yang harus dimiliki oleh seorang
kontak tani adalah: (a) mengelola dan melaksanakan sendiri usaha taninya dan
berhasil; (b) dinamis dan responsif terhadap inovasi teknologi baru; (c)
mempunyai pengaruh baik terhadap lingkungannya; (d) mampu memimpin dan membina
kelompok; (e) dipilih oleh anggota; dan (f) berdomisili dalam lingkungan
kelompoknya. Kecamatan Panyingkiran dipilih menjadi lokasi untuk kegiatan FGD/
Focus Group Discussion dan wawancara
mendalam (indepth interview) karena
Kecamatan Panyingkiran merupakan sentra produksi mangga dan responden untuk penelitian
ini yaitu petani mangga dan pedagang mangga bertempat tinggal di wilayah ini.
BAB
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.2. Sejarah Perkembangan Tanaman Mangga di
Kabupaten Majalengka
Tanaman
mangga diduga berasal dari negara India. Istilah mangga berasal dari Bahasa
Tamil di India yaitu man-kay atau man-gas. Dalam bahasa botani, mangga
disebut Mangifera indica L. Sehingga
dapat disimpulkan tanaman mangga berasal dari India. Sampai saat ini, hampir
seluruh wilayah India terdapat tanaman mangga.
Mangga
pertama kali ditanam di Indonesia di Kepulauan Maluku pada Tahun 1665, namun
pada perkembangan penanamannya, mangga terpusat di Pulau Jawa. Tercatat selama
periode 1984 – 1986, populasi mangga di Indonesia sekitar 6 juta lebih pohon
dengan produksi mangga sebesar 424.576 ton per tahun yang sebagian besar
ditanam di Pulau Jawa. Daerah lain yang terdapat mangga pada persebarannya
yaitu Sulawesi, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Maluku, dan Irian
Jaya. Perkembangan selanjutnya mangga dicoba ditanam di seluruh wilayah
nusantara meskipun hanya beberapa daerah yang memberikan hasil produksi yang
baik, diantaranya Pulau Jawa dan Madura, Nusa Tenggara Barat, serta Sulawesi
Selatan.
Tanaman
mangga telah ditanam di Kabupaten Majalengka seiring dengan perkembangan
tanaman mangga di Pulau Jawa. Pengembangan tanaman mangga di Kabupaten
Majalengka untuk pertama kali dilakukan melalui proyek pemerintah yaitu dengan
Proyek Usahatani Lahan Marginal pada Tahun Anggaran 1992/1993. Mangga yang
dikembangkan melalui proyek tersebut yaitu penanaman tanaman mangga varietas
Arumanis seluas 500 Ha di 7 (tujuh) desa di Kecamatan Kertajati, Kabupaten
Majalengka. Penanaman dan pengembangan tanaman mangga pun dilakukan di
kecamatan lainnya di wilayah Kabupaten Majalengka.
Pengembangan
tanaman mangga selanjutnya dilakukan melalui Proyek Pengembangan Agribisnis
Mangga (P2AM) IHDUA/JBIC IP-477 selama Tahun Anggara 1997/1998 sampai Tahun
Anggaran 1999/2000 dengan pengembangan tanaman mangga varietas Gedong Gincu
seluas 500 Ha di Kecamatan Kertajati. Pengembangan varietas Gedong Gincu ini
dipilih karena memiliki potensi pasar yang baik untuk pasar internasional,
terutama pasar Eropa. Mangga varietas Gedong Gincu memiliki bentuk pangkal buah
bulat dengan warna kulit buah kuning/ oranye sehingga diminati pasar Eropa,
memiliki rasa yang manis, aroma buah yang kuat, dan daging buah yang tebal.
Berat buah sekitar 200 – 240 gram per buah dengan ukuran sekitar 10 x 8 cm
dengan produktivitas rata-rata sekitar 100 – 150 Kg per pohon untuk tanaman di
bawah 15 tahun. Namun untuk tanaman di atas 20 atau 30 tahun, produktivitas
dapat mencapai lebih dari 500 Kg per pohonnya. Proyek pengembangan agribisnis
mangga ini terus berlanjut dari tahun ke tahun dengan fokus pengembangan di
Kabupaten Majalengka seluas 500 Ha, Kabupaten Indramayu seluas 1.000 Ha, dan
Kabupaten Cirebon seluas 1.000 Ha. Proyek pengembangan agribisnis mangga ini
difokuskan kepada pengembangan mangga Gedong Gincu untuk tujuan ekspor.
Selain
Kabupaten Majalengka, kabupaten yang telah dikenal sebagai daerah sentra
produksi mangga varietas Gedong Gincu ini yaitu Kabupaten Indramayu dan Kabupaten
Cirebon serta Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Kuningan sebagai wilayah
pengembangan mangga selanjutnya. Pada perkembangannya, varietas Gedong Gincu
ini ditanam di sebagian besar wilayah Kabupaten Majalengka, Kabupaten
Indramayu, dan Kabupaten Cirebon yang kemudian menyebar pula ke wilayah Kabupaten
Sumedang dan Kabupaten Kuningan. Menurut hasil survey yang telah dilakukan pada
kegiatan ini, pada Tahun 2011 populasi mangga Gedong Gincu di Kabupaten
Majalengka sekitar 46,6 % dari jumlah pohon mangga yang ada. Sementara varietas
lainnya yaitu Arumanis sebesar 36,6 %, Cengkir dan varietas lainnya (mangga
varietas rucah/ varietas golek, kidang, bapang, dan sebagainya) kurang lebih
sebesar 16,8 %.
4.3. Karakteristik Responden
Responden untuk penelitian ini
adalah petani dan pelaku pemasaran mangga (pedagang mangga) yang ada di
Kabupaten Majalengka. Mengingat kedua jenis responden tersebut berbeda, maka dipastikan
akan berbeda pula karakteristiknya. Karakteristik responden akan menentukan
keberhasilan usaha yang dilakukan oleh responden tersebut karena akan
mempengaruhi pengambilan keputusan dari setiap tindakan atau kegiatan yang
diambil dalam menjalankan usahanya.
4.3.1. Karakteristik Petani Mangga Kabupaten Majalengka
Karakteristik
petani mangga sangat menentukan keberhasilan usahatani mangga dimana petani
sebagai pelaku usahatani dan pengambil keputusan untuk setiap tindakan yang
dilakukan dalam kegiatan usahatani. Karakteristik petani akan sangat
mempengaruhi individu petani dalam mengambil keputusan untuk penggunaan
teknologi, penerapan SOP dan GAP mangga, serta penanganan pasca panen yang
sangat mempengaruhi pula kualitas mangga yang dihasilkan. Karakteristik petani
yang dibahas pada kajian ini yang sangat menentukan keberhasilan usahatani
mangga dan kualitas mangga yang dihasilkan meliputi aspek umur, tingkat
pendidikan (formal dan non formal), jenis pekerjaan utama, dan luas penguasaan
lahan mangga atau jumlah pohon mangga yang diusahakan.
4.3.2. Karakteristik Pedagang Mangga Kabupaten
Majalengka
Karakteristik
pedagang mangga meliputi kelompok umur, tingkat pendidikan, mata pekerjaan
utama, jumlah penguasaan pohon, pengalaman dalam kegiatan pemasaran atau
perawatan mangga petani, dan cara memperoleh modal usaha. Karakteristik
pedagang mangga akan sangat mempengaruhi kegiatan usaha pemasaran mangga yang
dilakukan. Karakteristik pedagang mangga juga akan menentukan tipe pedagang yang
lebih terbuka dan lebih adaptif atau fleksibel terhadap perubahan saluran
pemasaran yang ada, perkembangan teknologi dalam kegiatan panen dan penanganan
pasca panen, serta kemampuan untuk mengakses informasi dan pasar. Keberhasilan
usaha pemasaran mangga ini juga tergantung karakteristik yang meliputi keahlian
dan pengalaman pedagang mangga dalam mengambil keputusan untuk setiap langkah
usaha yang diambil seperti keputusan untuk membeli mangga, menjual mangga,
menentukan kesepakatan harga, serta melakukan ekspansi usaha ke kecamatan atau
kabupaten lain.
4.4.2. Populasi dan varietas pohon mangga
Populasi
pohon mangga yang ada di Kabupaten Majalengka sebagian besar merupakan pohon
mangga yang produktif. Kondisi ini relatif cukup baik untuk upaya pengembangan
kualitas mangga yang dilakukan karena pada dasarnya mangga yang ditanam
sebagian besar sudah dilakukan perawatan dan pemliharaan. Jumlah pohon mangga
produktif mencapai 65,2 % dari populasi pohon mangga yang ada di Kabupaten
Majalengka dan sekitar 7,5 % diantaranya merupakan pohon yang berusia lebih
dari 40 tahun. Pohon mangga dengan usia tersebut merupakan pohon mangga dengan
produktivitas yang sangat tinggi yaitu antara 500 – 1.000 Kg per pohonnya
dengan tinggi pohon di atas 5 meter. Pohon mangga tersebut merupakan pohon
mangga yang ditanam dari biji atau cangkok.
Persentase
pohon yang belum berbuah cukup tinggi, sementara pohon mangga yang tidak
produktif tidak ditemukan di Kabupaten Majalengka. Hal ini dikarenakan oleh
pengembangan produksi mangga yang dilakukan petani mangga yaitu dengan
mengganti tanaman yang sudah tidak produktif dengan tanaman baru atau mengganti
pohon mangga varietas tertentu yang bernilai jual rendah dengan varietas
bernilai jual tinggi, misalnya mengganti pohon mangga varietas bapang dengan
varietas gedong gincu atau arumanis.
BAB
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Identifikasi Permasalahan Penurunan
Kualitas Mangga Ekspor di Kabupaten Majalengka
Dari data yang dikeluarkan oleh UNDATA, Deptan, dan BPS
untuk perkembangan ekspor mangga asal Indonesia dimana data tersebut
menunjukkan adanya penurunan angka ekspor mangga pada Tahun 2010. Tercatat
ekspor mangga pada Tahun 2009 sebesar 1.616 Ton, sementara pada Tahun 2010
menurun menjadi 999 Ton. Berarti ada penurunan ekspor mangga sebesar 617 Ton
atau sebanyak 38 %. Penelitian ini mengkaji aspek-aspek yang menyebabkan
penurunan angka ekspor tersebut apakah salah satunya disebabkan oleh kualitas
mangga yang menurun.
Identifikasi
permasalahan penurunan kualitas mangga ekspor terlebih dahulu dilakukan dengan
mengetahui kegiatan penanaman dan perawatan/ pemeliharaan mangga yang dilakukan
petani mangga di Kabupaten Majalengka, mengetahui kegiatan penanganan panen dan
pasca panen yang dilakukan baik oleh petani maupun pelaku pemasaran mangga,
serta mengetahui informasi pengaruh kondisi agroklimat terhadap kualitas mangga.
Kegiatan penanaman dan perawatan/ pemeliharaan mangga dimulai dengan informasi
penyediaan dan kondisi bibit mangga yang dilakukan oleh petani mangga di
Kabupaten Majalengka.
5.1.1. Penyediaan bibit mangga dan input produksi lainnya
1.
Penyediaan bibit mangga
Penyedia
bibit mangga untuk wilayah Kabupaten Majalengka dan sekitarnya berasal dari
Kecamatan Raja Galuh, Kecamatan Sindang Wangi, dan Kecamatan Suka Haji.
Penangkar bibit mangga yang berasal dari ketiga kecamatan tersebut telah
tersertifikasi. Menurut informasi dari petani mangga Kabupaten Majalengka,
kualitas bibit mangga yang dihasilkan dari ketiga kecamatan tersebut dapat
diandalkan. Produksi bibit mangga dari penangkar di tiga kecamatan tersebut
berjumlah ribuan bibit setiap tahunnya, tidak hanya memenuhi permintaan bibit
mangga dari dalam kabupaten, luar kabupaten pun seperti Kabupaten Sumedang dan
Kabupaten Kuningan dipenuhi salah satunya dari ketiga kecamatan tersebut
disamping dari Kabupaten Indramayu.
Bibit
mangga yang ditanam sebagian besar merupakan bibit mangga hasil perkawinan
vegetatif yaitu dengan melakukan okulasi/ menempel dan mencangkok (59,7 %).
Bibit mangga hasil perkawinan vegetatif tersebut merupakan bibit mangga yang
diproduksi oleh penangkar bibit yang ada di wilayah Kabupaten Majalengka dengan
berlabel sertifikasi untuk menjamin kualitas bibit mangga yang dihasilkan.
Petani mangga Kabupaten Majalengka sebagian besar telah mengetahui kondisi
bibit mangga yang baik dan buruk hanya dengan melihat tampilan fisik dari bibit
mangga tersebut sehingga untuk permasalahan kualitas bibit mangga sudah dapat
diatasi oleh petani mangga sendiri.
Sementara
bibit mangga yang diperoleh dari biji saat ini sudah tidak diproduksi atau
ditanam lagi oleh petani. Populasi pohon mangga yang bibit mangganya berasal
dari biji cukup banyak. Pohon tersebut merupakan pohon mangga yang sudah tua
tapi masih produktif serta pohon mangga yang ditanam di pekarangan.
2.
Penyediaan input produksi lainnya
Sarana
produksi pertanian secara umum mudah diperoleh untuk kebutuhan petani yang ada
di Jawa Barat. Begitu pula untuk kebutuhan input produksi petani mangga di
wilayah Kabupaten Majalengka. Selain bibit mangga, input produksi lain yang
digunakan dalam budidaya mangga meliputi pupuk (pupuk kandang/ organik dan
pupuk kimia/ anorganik), pestisida (kimia dan organik), Zat Perangsang Tumbuh
(ZPT), dan bahan lainnya. Ketersediaan input produksi di Kabupaten Majalengka cukup
baik, petani mangga pun cukup mudah dalam mengakses toko-toko atau kios-kios
input produksi di kecamatan-kecamatan sentra produksi.
Sarana
produksi lain yang tidak kalah penting yaitu tersedianya sarana pengairan pada
lahan mangga yang dimiliki. Air sangat dibutuhkan pada awal tanam dan juga pada
setiap proses perawatan dan pemeliharaan mangga. Sistem pengairan pada lahan
mangga secara garis besar dibagi menjadi 3 jenis, yaitu tadah hujan,
menggunakan irigasi sederhana, dan menggunakan irigasi teknis. Sebagian besar
lahan mangga (75,8 %) merupakan lahan tadah hujan sehingga penyediaan air yang
dibutuhkan pada saat proses kegiatan perawatan dan pemeliharaan tanaman mangga
harus dapat disediakan oleh petani. Sampai saat ini, penyediaan air tersebut
dilakukan dengan menggunakan pompa air atau dengan cara mengambil secara manual
menggunakan ember dan dengan konsisi seperti ini menurut petani mangga bukan
merupakan permasalahan yang tidak dapat diatasi.
5.1.2. Penanaman
Penanaman
dilakukan dengan membuat lubang tanam terlebih dahulu dengan kedalaman kurang
lebih 100 cm dan dimasukkan pupuk kandang kemudian dibiarkan sampai menunggu
bibit mangga untuk siap ditanam. Pembuatan lubang ini biasanya dilakukan antara
1 – 2 bulan sebelum tanam. Apabila bibit mangga telah siap, maka lubang tanam
tersebut digali dengan kedalaman 30 – 50 cm dan ditaburi dengan furadan 10-25
gram. Bibit mangga kemudian ditanam beserta tanah yang terdapat dalam polybag yang sebelumnya polybag-nya dilepaskan. Setelah bibit
mangga tertanam, pasang batang bambu atau penyangga bibit mangga tersebut.
Kegiatan penanaman pohon mangga secara teknis untuk saat ini belum menjadi
permasalahan yang berarti. Namun, pengembangan dan perluasan mangga sehingga
penanaman mangga dapat dilakukan secara terus menerus dengan memanfaatkan lahan
dapat dilakukan.
5.1.3. Penyiangan dan pemangkasan produksi (Ngarekrek)
1.
Penyiangan
Pelaksanaan
penyiangan dilaksanakan pada Bulan Nopember-Desember dengan cara membersihkan
rumput/ tumbuhan yang ada di bawah kanopi atau sekitar pertanaman. Tujuannya
agar tidak terjadi persaingan terutama zat makanan yang dibutuhkan oleh
tanamanan mangga serta menghindari tempat tumbuhnya hama/ penyakit.
2.
Pemangkasan produksi (Ngarekrek)
Tujuan
pemangkasan produksi adalah untuk mengoptimalkan pertumbuhan tanaman sehingga
tanaman memperoleh sinar matahari penuh yang akhirnya didapatkan meningkatkan produktivitas.
Pelaksanaan pemangkasan yaitu sebagai berikut:
a.
Membuang tunas air/ sirung yang tumbuh di batang dan dahan yang tidak mendapat sinar
matahari langsung.
b.
Membuang cabang yang menunjukan gejala
serangan hama dan penyakit.
c.
Membuang dahan/ ranting yang ditumbuhi benalu /mangandeuh (Lauranthaceae sp.).
d.
Membuang dahan yang cagaknya berhimpitan serta
saling tumpang tindih.
e.
Membersihkan tumbuhan yang menempel pada
batang/dahan mangga contohnya kadaka dan sisik naga/ duduitan.
5.1.4. Pemupukan
Kegiatan
pemupukan untuk tanaman yang sudah menghasilkan dilakukan setelah panen atau
setelah tanaman dilakukan pemangkasan dan penyiangan. Kegiatan ini tujuannya
untuk mendapatkan pertumbuhan dan produksi yang optimal serta mempertahankan
keseimbangan unsur hara di dalam tanah. Jenis pupuk yang digunakan yaitu pupuk
organik dan pupuk anorganik yang disesuaikan dengan ukuran tanaman, umur,
tingkat kesehatan/ kesuburan daun, serta rata-rata produksi yang dihasilkan. Akan
tetapi secara praktis yang telah dilakukan oleh banyak petani dan dapat
dijadikan referensi disajikan pada Tabel 19 berikut ini.
Pupuk lain
yang digunakan oleh petani mangga di Kabupaten Majalengka yaitu pupuk MKP. Kegunaan
dari pupuk MKP (Monokalsium pospate) adalah
untuk memecahkan masa dormansi pucuk tanaman untuk membentuk bakal bunga. Beberapa
pengalaman petani mengatakan bahwa pupuk MKP (Monokalsium pospate) dapat diandalkan untuk mengeluarkan bunga bagi
tanaman mangga yang sulit untuk berbunga.
Permasalahan
pada kegiatan pemupukan yaitu petani mau menyediakan modal untuk pembelian
pupuk dengan catatan pohon mangga tersebut membuahkan hasil. Apabila pohon
mangga tidak berbuah bagus, maka biasanya petani tidak melakukan pemupukan yang
baik. Waktu pemberian pupuk dilakukan setelah panen sehingga sebenarnya modal
pembelian pupuk pasti tersedia apabila petani mangga memperoleh hasil yang baik
dari pohon mangganya. Untuk teknis pelaksanaan kegiatan pemupukan telah dapat
dilakukan oleh petani mangga secara terampil.
5.1.5. Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh
Zat
Pengatur Tumbuh (ZPT) untuk merangsang pembungaan mangga secara serempak dan lebih
awal dengan menggunakan Patrol 250 SC dengan
bahan aktif Faklobutrazol. Teknik aplikasinya yaitu dengan diencerkan terlebih
dahulu dengan air lalu disiramkan di sekitar perakaran mangga dan sangat dekat
dengan batang tanaman. Dosis yang digunakan untuk setiap pohon tergantung dari
ukuran dan umur pohon mangga itu sendiri, serta dosis yang dipakai pada musim
yang lalu. Untuk tanaman yang sudah berumur 10-20 tahun, dosinya berkisar
antara 2-4 tutup botol atau sekitar 20- 40 cc per pohon.
Waktu
aplikasi ZPT PATROL 250 SC disesuaikan dengan keinginan petani untuk waktu panen
yang diharapkan/ diinginkan. Waktu aplikasi ZPT PATROL 250 SC juga tergantung
dari kesiapan modal dan mental dalam upaya penanganan kerontokan bunga mangga. Apabila
petani tersebut siap dengan modal dan mental serta mengharapkan panen pada awal
Bulan Juni misalnya, maka aplikasi PATROL 250 SC dilakukan pada pertengahan atau
awal Bulan Januari sehingga nantinya tanaman akan keluar bunga pada Bulan Maret
(saat curah hujan masih tinggi) dan kemungkinan panen terjadi pada Bulan Juni
awal. Namun apabila modal yang tersedia kurang untuk melakukan pengendalian
kerontokan bunga, maka aplikasi ZPT PATROL 250 SC agak mundur dan dilakukan sekitar
Bulan Februari akhir sehingga bunga mangga keluar pada Bulan Mei (keadaan curah
hujan sudah agak sedikit) sehingga risiko penanganan antisipasi kerontokan
bunga relatif agak berkurang. Kesiapan petani dalam mengeluarkan modal untuk
pembelian ZPT ini juga tergantung hasil panen yang diperoleh dari pohon mangga
tersebut. Apabila hasil sebelumnya bagus, maka aplikasi ZPT pasti dilakukan.
5.1.6. Upaya penanganan kerontokan bunga dan
pentil mangga
Kerontokan
bunga dan pentil mangga dapat diakibatkan oleh beberapa penyebab, salah satunya
yaitu oleh penyakit (penyakit antraknosa dan embun tepung) serta dapat juga
disebabkan oleh hama (wereng mangga/cepel, kutu kapas, dan lain-lain). Kerontokan
bunga mangga yang diakibatkan oleh penyakit antraknosa dan embun tepung
biasanya muncul pada saat cuaca sering mendung serta curah hujan tinggi.
Upaya
penanggulangannya diarahkan pada peningkatan ketahanan tanaman terhadap
serangan penyakit melalui pemupukan P dan K tinggi yang diaplikasikan melalui
penyemprotan pupuk MKP dan beberapa jenis fungisida (campuran) yaitu dengan
Azoksistrobin/ Amistar Top 1 sendok makan + Difenokonazol/ Coridor 1 sendok
makan + Mancozeb/ Manteb 2 sendok makan mucung + perekat Rany 2 tutup kemasan kemudian
dicampur dan ditambah dengan air 17 liter (untuk isi 1 tangki hand sprayer) atau Coridor 250 EC 1
Sendok makan + Saaf 75 WP 2 sendok penuh + perekat Rany 2 tutup kemasan dicampur
dengan air 17 Liter (1 tangki hand
sprayer).
Upaya
pengendalian kerontokan bunga mangga yang diakibatkan oleh serangan hama kutu
daun dan wereng mangga dapat dilakukan dengan menggunakan pestisida nabati.
Pestisida nabati yang digunakan yaitu ekstrak daun tembakau atau ekstrak buah
picung. Apabila kesulitan untuk membuat insektisida nabati tersebut, maka dapat
digantikan dengan insektisida kimia, diantaranya Rumba dan Avidor 25 WP.
Penyemprotan
dilakukan 1 minggu 2 kali apabila keadaan hujan/ mendung terjadi secara terus
menerus. Penyemprotan dilakukan mulai tanaman menjelang berbunga dan apabila menginginkan
bunga keluar dengan serempak, maka bahan penyemprotan ditambah dengan pupuk
daun MKP (Monokalsium pospate).
Apabila kondisi cuaca cerah serta tidak ada hujan, biasanya muncul serangan
hama (kutu daun, wereng mangga, dan ulat). Untuk mengantisipasinya, maka
ditambahkan insektisida (Avidor 250 WP,Opera , Rumba , Buldok, Kempo 400 SL, Sonic
450 SL, dan lain-lain) sesuai dengan jenis hama yang menyerangnya.
Penyemprotan
untuk pemeliharaan tanaman dari serangan hama dan penyakit dilakukan petani
apabila pohon mangga yang ditanam menghasilkan buah yang bagus. Permasalahan
modal untuk penyemprotan ini tidak terlalu berat apabila hasil panen mangga
yang diperoleh memuaskan petani. Namun curah hujan yang tinggi menyebabkan
biaya penyemprotan lebih tinggi. Hal tersebut yang menjadi permasalahan utama
petani mangga.
5.1.7. Upaya pengendalian hama lain
Upaya
mengendalikan hama yang lain dari golongan ulat (ulat pucuk, ulat api, ulat
penggerek buah, dan lain-lain) yaitu dengan menggunakan insektisida dengan
bahan aktif Dimehipo (Sonic 450 SL / KEMPO 400 SL) atau Betasiflutrin (Buldok
25 EC). Pengendalian hama lalat buah di kawasan kebun dimulai sejak tanaman
menjelang berbunga (Bulan Mei – Juni) dan dilakukan gerakan secara massal
dengan melibatkan regu pengendali hama (RPH) melalui pemasangan botol perangkap
Metyleugenol dari minyak/ air suling
selasih atau Petrogenol 800 L untuk menekan populasi awal hama lalat buah.
Selain itu, perlu juga dilakukan teknik pengendalian hama lainnya yaitu dengan melakukan
kegiatan sanitasi atau dengan pembuangan mangga yang busuk di sekitar pertanaman,
serta melakukan kegiatan pengasapan di sekitar kebun untuk mengusir populasi
lalat buah dan hama lainnya.
Jenis
hama lain yang mengganggu dan menurunkan produksi yaitu kalong dan kelelawar.
Upaya penanganan hama jenis kalong dan kelelawar ini yaitu dengan menggunakan
obat temik yang dikenal dengan nama
daerah tali kambing. Cara penggunaan
obat temik ini dengan dimasukkan ke
dalam buah mangga matang dan diumpankan di pohon mangga.
5.1.8. Penanganan kualitas buah mangga
(Aplikasi KNO3, Unsur Mikro)
Kualitas
mangga sangat menentukan sekali pada nilai penawaran pasar, jika harga mangga
kualitas A untuk mangga gedong gincu Rp 25.000,- maka untuk kualitas No 2 (PL)
hanya berkisar Rp 12.500,- sehingga untuk meningkatkan tingkat pendapatan usha
tani mangga disamping kuantitasnya juga mutu atau kualitasnya sangat perlu diperhatikan.
Upaya
para petani untuk meningkatkan kualitas buah mangga diantaranya dengan melakukan
pemupukan susulan berupa pemberian KNO3 Putih 1-2 Kg yang ditabur/ dicor di sekitar
perakaran. Pemberian KNO3 Putih tersebut sebaiknya dicampur dengan pupuk
organik RABOG dengan dosis 3-4 Kg per pohon pada saat ukuran buah mangga sudah
sebesar biji kelereng. Selanjutnya dilakukan penyemprotan pupuk Manggo Super
atau Grenner agar buah mangga ukurannya lebih besar, tidak ada benjolan, serta
tidak kempot (cacat) pada bagian belakang/ bawah buahnya.
5.1.9. Panen
Panen
dilakukan apabila buah sudah menunjukan tanda tua atau matang di pohon. Panen
dilakukan dengan menggunakan caduk/ onclang yaitu alat panen yang terbuat dari
bambu yang ujungnya diikatkan dengan pisau (Gambar 5). Cara panen yang
dilakukan di Kabupaten Majalengka yaitu dengan memetik buah mangga dengan tangkai
buahnya. Petani mangga mengupayakan supaya getah mangga yang keluar akibat
pemetikan buah tidak menetes pada kulit buah sehingga buah mangga yang
dihasilkan mulus. Waktu pemanenan yang paling baik yaitu pada pukul 10.00 ke
atas karena pada waktu tersebut dimungkinkan jumlah getah yang keluar lebih
rendah. Buah mangga yang telah dipanen dikumpulkan di tempat teduh untuk
menjaga suhu buah mangga, menjaga kesegaran buah mangga agar tetap segar dan
kulit buah mangga tidak rusak atau layu akibat terkena panas matahari.
Kegiatan
selanjutnya setelah pemanenan yaitu dilakukan penyortiran terhadap buah mangga
yang layak jual dengan yang tidak layak jual (busuk, bonyok terkena benturan,
atau buah pecah). Mangga kemudian dimasukkan ke dalam keranjang dan mangga siap
diangkut. Penyortiran dan grading serta
penanganan pasca panen selanjutnya dilakukan oleh pedagang pengumpul atau
bandar. Jadi, yang menentukan grade
mangga untuk menetapkan harga jual per Kg adalah pedagang pengumpul atau
bandar. Petani juga terkadang melakukan penjualan sistem abres/ rad. Sistem
abres ini adalah penjualan untuk seluruh ukuran dan tingkat kematangan buah,
bahkan untuk varietas sekalipun semua dikumpulkan dan ditimbang. Harga abres
ini tentunya jauh lebih rendah dari harga sistem grade.
Waktu
pelaksanaan kegiatan perawatan dan pemeliharaan pohon mangga sampai ke kegiatan
pemanenan yang dilakukan petani mangga di Kabupaten Majalengka secara umum
disajikan pada Tabel 20. Pada Tahun 2011, puncak panen terjadi pada Bulan
Oktober sampai awal Bulan Nopember.
Teknik
budidaya mangga yang dilakukan petani mangga Kabupaten Majalengka secara garis
besar telah memenuhi kaidah GAP (Good
Agricultural Practices) dan SOP (Standard
Operational Procedure) kebun mangga. Namun kegiatan perawatan dan
pemeliharaan tersebut sebagian besar hanya dilakukan oleh petani mangga dengan
kepemilikan pohon mangga dalam kebun di atas 11 pohon atau petani mangga yang
memiliki kebun mangga hamparan dan kebun mangga campuran. Sementara, petani
mangga yang memiliki pohon mangga di pekarangan sebagian besar menyewakan/
mengontrakkan pohonnya ke pedagang pengumpul/ bandar atau tidak melakukan
perawatan dan pemeliharaan pohon mangga sama sekali.
5.1.10. Sistem sewa pohon atau kebun mangga
Sistem
sewa/ kontrak pohon atau kebun mangga berkembang sekitar Tahun 1997-an.
Perkembangan sistem sewa pohon ini pada awalnya dimulai dari permintaan
konsumen dan juga pihak supplier
supermarket/ hypermarket serta
eksportir yang menginginkan buah mangga dengan kualitas yang bagus. Keinginan
konsumen tersebut kemudian memberikan penekanan terhadap pelaku pemasaran
mangga untuk menjual buah mangga dengan kualitas yang diinginkan konsumen.
Keterbatasan petani mangga dalam menghadirkan buah mangga dengan kualitas
tertentu mendorong pelaku pemasaran mangga untuk terlibat langsung dalam
kegiatan budidaya mangga. Keterlibatan pelaku pemasaran dalam budidaya mangga
tersebut direalisasikan melalui sistem sewa/ kontrak pohon atau kebun mangga.
Sebelum
adanya sistem sewa/ kontrak pohon atau kebun mangga ini, dikenal juga sistem
tebasan. Sistem tebasan yaitu pembelian buah mangga dalam satu pohon atau kebun
dengan harga tertentu. Harga yang terjadi bukan berdasarkan ukuran berat (per
Kg), namun berdasarkan kesepakatan harga per pohon atau per kebun yang
didasarkan pada kondisi bunga/ buah pentil karena kesepakatan harga tebasan
dilakukan ketika pohon mangga baru berbunga atau berbuah pentil (dikenal juga
dengan istilah kontrak bunga atau kontrak buah). Tidak ada batasan untuk jumlah
pohon yang ditebas. Waktu untuk sistem tebasan ini biasanya hanya untuk satu
musim panen.
Berbeda
dengan sistem sewa/ kontrak pohon atau kebun mangga dimana waktu atau lamanya
sewa/ kontrak biasanya mencapai 1 – 3 tahun bahkan ada juga yang lebih dari
itu. Lamanya waktu sewa/ kontrak pohon atau kebun mangga tersebut yang
mengharuskan penyewa melakukan perawatan dan pemeliharaan pada pohon atau kebun
mangga yang disewa/ dikontrak. Penentuan harga sewa/ kontrak per pohon atau
kebun oleh penyewa biasanya didasarkan pada:
- Melihat
hijau dan lebatnya daun (kondisi pohon).
- Kedekatan
dengan pemilik pohon (biasanya yang sudah menjadi pelanggan).
- Lokasi/
tempat pohon atau kebun mangga berada.
Petani
dalam memutuskan pohon atau kebun mangganya disewakan/ dikontrakkan biasanya
didasarkan pula pada:
- Kurangnya biaya untuk perawatan/ pemeliharaan pohon
mangga.
- Kedekatan
dengan pemilik pohon karena banyak penyewa/ pengontrak yang
melakukan perangsangan pohon untuk berbuah terlalu tinggi sehingga pohon
mangga rusak.
- Lama waktu sewa/ kontrak pohon atau kebun mangga.
Harapan petani ketika pohon atau kebun mangganya disewakan akan tumbuh
bagus karena dipelihara oleh penyewa melalui pemupukan dan pemeliharaan
lainnya. Pemupukan yang dilakukan penyewa/ pengontrak biasanya menggunakan
pupuk kandang dan pupuk lainnya yang manfaatnya akan terus ada sampai
penguasaan pohon atau kebun mangga kembali lagi ke petani (masa sewa/ kontrak
habis). Pemeliharaan pohon atau kebun mangga tersebut biasanya dilakukan secara
optimal oleh penyewa yang menyewa dengan jangka waktu yang lama (minimal 3
tahun). Apabila sewa/ kontrak pohon dilakukan hanya 1 tahun, tidak sedikit
petani yang mengalami kerusakan pada pohon atau kebun mangganya karena adanya
perlakuan perangsangan pohon untuk berbuah yang terlalu tinggi. Kerusakan pohon
mangga tersebut menyebabkan produktivitas buah turun, kualitas pohon dan buah
mangga jelek, dan bahkan menyebabkan pohon mangga mati.
5.1.11. Kegiatan penanganan pasca panen yang
dilakukan pedagang pengumpul atau bandar
Mangga
yang telah dipanen oleh petani kemudian disortir dan di-grading oleh pedagang pengumpul atau bandar sebelum dilakukan
transaksi pembelian dengan petani. Grading
dilakukan untuk 2 jenis, yaitu grade AB
atau dikenal dengan grade super dan grade PL atau dikenal juga dengan
istilah grade BS. Kategori grade AB merupakan buah mangga yang
cukup besar, mulus (tidak cacat, tidak bernoda hitam, tidak berlubang, dan
tidak tergores), tingkat kematangan yang cukup antara 80 – 85 % (Tabel 21), serta
penampilan buah yang bagus. Buah mangga yang tidak termasuk dalam kategori
tersebut, maka masuk ke dalam grade
PL. Khusus untuk buah mangga gedong gincu, karegori buah tidak duduk juga
(bentuk buah mangga datar di ujung) menjadi penentu grading.
Mangga
yang telah disortir dan di-grading
kemudian diangkut ke gudang pedagang pengumpul atau bandar atau dapat juga langsung
dijual kembali ke pelaku pemasaran lainnya. Penanganan pasca panen mangga selanjutnya
yang dilakukan di gudang pedagang pengumpul atau bandar yang didasarkan kepada permintaan
dan keinginan pembeli mangga selanjutnya (sesuai permintaan dan keinginan
pasar), terkait dengan jenis grade
yang diinginkan, jenis kemasan yang digunakan, serta perlakuan lainnya yang
dibutuhkan. Tujuan pasar dari pedagang pengumpul atau bandar yaitu pasar lokal
tradisional (pasar becek), supllier dan pasar lokal modern
(supermarket, hypermarket, dan processor), serta pasar ekspor.
Penanganan untuk ketiga tujuan pasar tersebut berbeda-beda.
Penanganan
pasca panen mangga yang dilakukan di gudang pedagang pengumpul atau bandar
pertama-tama yaitu mangga yang sudah dikumpulkan dari petani lainnya kemudian
di-grading kembali dengan grade sesuai permintaan pasar, misalnya Grade A, Grade B, dan Grade C
tanpa ada perlakuan apapun terlebih dahulu. Media/ alat untuk grading mangga ini
biasanya menggunakan container
(keranjang plastik) atau keranjang bambu (Gambar 6).
Prioritas
pertama untuk grading biasanya
ditujukan untuk pasar ekspor. Mangga sisa sortir dari grade yang ditujukan untuk pasar ekspor tersebut di-grade kembali untuk dijual ke pasar
lokal modern dan tradisional. Pengaturan grading
tersebut membutuhkan keahlian dari pedagang pengumpul atau bandar karena pihak
pasar lokal modern dan tradisional tidak mau menerima mangga sisa grade untuk tujuan pasar lain.
Sementara, semakin banyak grade yang
bagus, maka semakin besar keuntungan yang akan diperoleh. Keahlian tersebut
yang merupakan modal pedagang pengumpul atau bandar dalam menjalankan usahanya.
Mangga
yang telah di-grade sesuai dengan
jenis pasar yang akan dituju, maka diberikan perlakuan yang berbeda untuk
masing-masing pasar tersebut. Mangga yang ditujukan untuk pasar ekspor diberikan
perlakuan seperti pencucian dan pelapisan lilin/ waxing. Pelapisan lilin digunakan supaya mangga dapat bertahan lama
dan mempertahankan tingkat kesegarannya karena pelilinan dapat menekan
laju respirasi sehingga perubahan kimiawi yang terjadi pada mangga relatif
terhambat sehingga menunda kematangan buah. Sebelum dilakukan pelapisan lilin,
mangga dicelup terlebih dahulu dalam larutan fungisida atau
air panas. Kemudian mangga dicelupkan ke dalam larutan emulsi lilin 6 % selama 10
– 30 detik yang diikuti dengan penggunaan benomyl
1.000 ppm dan glossy agent dengan
konsentrasi 0,125 % dan kemudian dikeringkan. Mangga yang ditujukan untuk pasar
lokal modern dilakukan pencucian dengan larutan fungisida dan dilap/
dikeringkan. Sedangkan mangga yang ditujukan untuk pasar tradisional tidak diberikan
perlakuan apapun apabila diperlukan maka cukup dilap saja. Pemberian label (labelling) biasanya dilakukan pada buah
mangga yang ditujukan untuk pasar lokal modern dan pasar ekspor. Pemberian
label ini dilakukan sesuai dengan permintaan dari pembeli/ pasar. Namun untuk
keperluan promosi karena mangga yang dipasarkan ditujukan untuk kota besar dan
luar negeri, maka pelabelan akan lebih baik dan sangat membantu.
Kegiatan
selanjutnya yaitu pengemasan. Jenis kemasan yang digunakan berbeda-beda, sesuai
dengan saluran pasar yang dituju. Jenis kemasan yang digunakan untuk mangga
dengan tujuan pasar ekspor yaitu dengan menggunakan kotak karton berukuran
45 cm x 27,5 cm x 9,5 cm dengan kapasitas 5 kg. Jumlah buah mangga dalam satu
karton bervariasi, tergantung ukuran buah mangga (tergantung grade). Kotak karton tersebut diberi lubang
ventilasi sebanyak 2 – 3 lubang setiap sisi kotak karton dengan diameter 2
cm untuk sirkulasi udara. Sebelum buah mangga dimasukkan, bagian dasar kotak
karton dan bagian atasnya diberi potongan kertas yang bertujuan untuk
mengurangi lecet dan memar buah mangga akibat tekanan atau gesekan. Untuk lebih
mencegah kerusakan fisik selama proses transportasi, buah mangga diberi pelapis
net foam sebelum dimasukkan ke dalam
kotak karton (Aprialdi, 2012). Penyusunan dalam kotak karton untuk mangga
gedong gincu dengan arumanis berbeda. Mangga gedong gincu disusun pada posisi
berdiri (pangkal buah terletak di atas), sedangkan mangga arumanis disusun pada
posisi tidur/ rebah. Setelah tersusun rapih dan dilakukan penimbangan kembali
untuk memastikan berat dan dilakukan pengecekkan grade, kemudian kotak karton ditutup dengan lakban dan diberi kode
sesuai dengan grade-nya masing-masing.
Pengemasan
yang dilakuan untuk mangga tujuan pasar lokal modern hampir sama dengan pasar
ekspor yaitu dengan menggunakan kotak karton yang berkapasitas 10 Kg dengan
jumlah mangga 10 – 14 buah mangga. Kotak karton tersebut diberi lubang
ventilasi dan potongan kertas di bagian dasar dan bagian atas kotak karton
serta diberi kode grade setelah kotak
karton ditutup dengan lakban. Hal yang sama dilakukan untuk penyusunan buah
mangga dalam kotak karton dimana mangga gedong gincu disusun pada posisi
berdiri (pangkal buah terletak di atas) dan mangga arumanis disusun pada posisi
tidur/ rebah.
Pengemasan
mangga untuk tujuan pasar lokal tradisional sangat beragam tergantung dari
daerah mana dan atau pasar tradisional mana yang akan ditembus. Pengemasan
biasanya dengan menggunakan kardus (bekas kemasan rokok), kotak kayu (peti kayu)
berbagai ukuran, dan keranjang bambu. Kemasan yang digunakan untuk penjualan
mangga ke pasar tradisional lokal (dalam kabupaten) biasanya cukup dengan
menggunakan keranjang bambu atau kardus bekas rokok dan diikat dengan tali.
Mangga yang dijual ke pasar tradisional lokal dalam kabupaten tersebut adalah
mangga grade BS/ PL atau mangga
rucah. Sementara grade B, C (standar
dalam negeri) dijual ke pasar tradisional yang ada di pusat kota, seperti Pasar
Induk Caringin di Bandung dan Pasar Induk Kramat Jati di Jakarta. Kemasan yang
digunakan untuk tujuan pasar tersebut yaitu dengan menggunakan kotak kayu/
peti.
Setelah
pengemasan dilakukan, sebagian besar mangga yang ditujukan untuk pasar lokal
tradisional langsung dilakukan pengiriman ke pasar yang dituju. Lain halnya
dengan mangga yang ditujukan untuk pasar ekspor. Dibutuhkan penyimpanan untuk
sementara waktu karena pemenuhan jumlah mangga kualitas ekspor untuk kuota
tertentu membutuhkan waktu yang cukup lama. Untuk itu, penyimpanan mangga
tujuan ekspor tersebut harus dilakukan dengan teknik tertentu agar kerusakan
buah mangga (chilling injury) yang
terjadi dapat diminimalkan. Penyimpanan yang paling baik dilakukan dengan
menggunakan ruang penyimpanan dingin (cold
storage), namun penyimpanan seperti ini membutuhkan sarana yang memadai, tidak
hanya pada saat penyimpanan namun juga proses transportasi dan sebagainya membutuhkan
dukungan sarana yang memadai. Penyimpanan dingin bertujuan untuk
membatasi pembusukan tanpa menyebabkan terjadinya pematangan abnormal atau
perubahan-perubahan lainnya yang tidak diinginkan. Penyimpanan dingin
akan berhasil apabila dilakukan untuk seluruh rantai pendingin (cold chains)
dari hulu sampai hilir sehingga kualitas mangga yang dihasilkan dapat
terjaga sampai ke tangan konsumen.
Penyimpanan
mangga yang ditujukan untuk pasar lokal modern apabila dilakukan dengan
menggunakan penyimpanan dingin (cold
storage) tentu akan lebih baik, namun memang dibutuhkan sarana yang memadai
yang tidak terputus rantai pendinginnya (cold
chains) dari hulu sampai hilir sehingga kualitasnya tetap terjaga.
Penyimpanan mangga yang dilakukan untuk mangga tujuan pasar lokal modern
sementara ini cukup dengan menyimpannya dalam kotak karton yang ditempatkan di
daerah yang tidak lembab.
Pengangkutan
mangga yang ditujukan untuk pasar ekspor yang telah disimpan melalui
penyimpanan dingin/ cold storage,
harus dilakukan dengan menggunakan kendaraan yang dilengkapi dengan ruang
pendingin. Suhu yang tepat untuk pengangkutan mangga adalah 100 C
sehingga dapat membatasi pembusukan dan tidak menyebabkan kematangan abnormal.
Begitu juga untuk mangga yang ditujukan pasar lokal modern akan lebih baik
apabila menggunakan pengangkutan dengan kendaraan yang dilengkapi ruang
pendingin.
Pengangkutan
mangga yang ditujukan untuk pasar lokal tradisional dilakukan dengan
menggunakan kendaraan pick up, truck, dan truck besar. Jenis kendaraan yang digunakan tentunya didasarkan
pada jumlah tonase mangga yang dikirim dan jarak pengiriman. Apabila satu orang
pedagang pengumpul belum dapat memenuhi kuota satu pick up, maka cara lain yaitu dengan menitipkan mangganya ke
pdagang pengumpul lain. Biaya yang dikeluarkan untuk cara seperti ini yaitu
dengan membagi harga sewa pick up
dengan jumlah peti/ kotak kayu yang dimuat dalam pick up tersebut. Harga yang terjadi biasanya antara Rp 10 ribu –
Rp 20 ribu per petinya.
5.1.12. Kegiatan pemasaran mangga
Pemasaran
mangga yang dilakukan di Kabupaten Majalengka melibatkan beberapa saluran
pemasaran diantaranya Petani
(P), Kelompok Tani (KT), Gabungan Kelompok Tani (GKT), Pedagang Pengumpul (Pl),
Bandar (Bd), Supplier (Sp), dan Eksportir (Eks). Pasar yang dituju adalah Pasar
Lokal Tradisional (PsT), Pasar Lokal Modern (PsM), dan Pasar Ekspor. Gambar 12
berikut ini adalah saluran pemasaran yang dirangkum dari aktifitas pelaku
pemasaran di Kabupaten Majalengka.
Secara umum, saluran pemasaran mangga di Kabupaten Majalengka terdiri dari
7 rantai saluran pemasaran. Saluran pemasaran tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Petani
(P) – Kelompok Tani (KT) – Gabungan Kelompok Tani (GKT) – Eksportir (Eks)
2.
Petani
(P) – Kelompok Tani (KT) – Gabungan Kelompok Tani (GKT) – Supplier (Sp) – Pasar Lokal Modern (PsM)
3.
Petani
(P) – Kelompok Tani (KT) – Supplier (Sp)
– Pasar Lokal Modern (PsM)
4.
Petani
(P) – Pengumpul (Pl) – Bandar (Bd) – Eksportir (Eks)
5.
Petani
(P) – Pengumpul (Pl) – Bandar (Bd) – Pasar Lokal Modern (PsM)
6.
Petani
(P) – Pengumpul (Pl) – Bandar (Bd) – Supplier (Sp) – Pasar Lokal Modern (PsM)
7.
Petani
(P) – Pengumpul (Pl) – Bandar (Bd) – Pasar Lokal Tradisional (PsT)
Petani
sebagai penyedia buah mangga merupakan pihak yang sangat penting dalam
penyediaan kuantitas dan kualitas mangga yang dihasilkan. Sedangkan pelaku
pemasaran di area konsumsi merupakan penyedia informasi dan penentu aliran uang.
Peran petani dalam pelaksanaan kegiatan budidaya mangga pada perkembangannya
banyak dibantu pihak lain dalam saluran pemasarannya. Seperti halnya saluran
pemasaran No. 1, No. 2 dan No. 3 dimana bimbingan dan pelatihan teknis budidaya
mangga rutin diberikan dari kelompok tani dan juga Gapoktan. Pembinaan untuk
memperoleh kualitas yang diinginkan pun biasanya dilaksanakan oleh supllier dan eksportir kepada petani
mangga (saluran pemasaran No. 1, No. 2, No. 3, dan No. 4).
Sistem
penetapan harga antar saluran pemasaran yang ada ditentukan melalui mekanisme pasar
yang berpatokan pada beberapa
tujuan pasar utama seperti pasar
induk,
pasar
kota kabupaten, dan perusahaan pengolahan
(processor), kecuali untuk saluran
pemasaran ke supplier dan eksportir.
Penetapan harga dilakukan dengan sisten kontrak. Sebagian besar petani (77,9 %)
memilih saluran ke pedagang pengumpul dan bandar karena tidak mau terikat
dengan sistem kontrak tersebut. Panen raya hanya terjadi kurang dari 2 bulan,
sementara waktu panen seluruhnya kurang lebih 6 bulan. Apabila menggunakan
sistem kontrak, maka petani merasa harga yang ditawarkan di pasar tradisional
jauh lebih tinggi dan akan mendatangkan pendapatan yang lebih tinggi. Disamping
itu, sistem pembayaran untuk petani dilakukan secara tunai untuk penjualan
langsung ke pedagang pengumpul atau bandar. Sementara untuk pasar lokal
tradisional ada rentang waktu sekitar 1 – 5 hari dan untuk pasar lokal modern
dan eksportir rentang waktunya sekitar 7 – 14 hari.
Penyusutan biasa terjadi pada
mangga. Pihak yang mengalami beban penyusutan yaitu Gapoktan (susut 2 %),
pedagang pengumpul (susut 2 %), bandar (susut 2 – 5 %), suppiler (susut 5 %),
eksportir (susut 5 %), pedagang di pasar lokal modern (susut 2 %), pedagang di
pasar lokal tradisional (susut 2 – 5 %). Besarnya penyusutan ini dipengaruhi
oleh lamanya waktu penyimpanan.
Penjualan
dilakukan sebagian ke bandar di desa
sentra produksi (72,1 %). Bandar menjadi penerima pasokan mangga terbesar
karena pedagang pengumpul yang beroperasi di wilayah sentra produksi merupakan
kepanjangan tangan dari bandar. Pedagang pengumpul sudah dapat mengirim sendiri
mangganya ke pasar lokal dalam Kabupaten Majalengka ataupun ke Pasar Caringin
Bandung. Pengiriman ke pasar induk di Jakarta biasanya dibantu oleh bandar,
pedagang pengumpul sebagai penyedia buah mangga dari petani.
5.1.13. Pengaruh kondisi agroklimat terhadap
kualitas mangga
Kondisi
agroklimat Kabupaten Majalengka secara umum dapat dikatakan baik untuk
pengembangan mangga gedong gincu yang sedang digalakan. Faktor iklim yang
sangat berpengaruh terhadap perkembangan tanaman mangga yaitu curah hujan.
Perkembangan curah hujan khusus untuk wilayah Kabupaten Majalengka disajikan
pada Lampiran 8 sampai Lampiran 13. Seperti yang telah diuraikan di atas, curah hujan Kabupaten
Majalengka cukup tinggi. Sepanjang Tahun 2011, Kabupaten Majalengka diguyur
hujan hampir setiap bulan kecuali Bulan Juli dan Bulan Agustus. Pada Tahun
2010, curah hujan rata-rata mencapai 3,913 mm dengan rata-rata hari hujan
sebanyak 177,3 hari. Sementara pada Tahun 2009, curah hujan rata-rata mencapai
1,995 mm dengan rata-rata hari hujan sebanyak 101,5 hari. Berarti pada Tahun 2010
terjadi peningkatan curah hujan yang sangat besar mencapai 96 % dari curah
hujan yang terjadi pada Tahun 2009 sehingga dipastikan penurunan produksi dan
kualitas mangga untuk tujuan ekspor salah satunya disebabkan oleh faktor iklim
yaitu curah hujan yang tinggi.
5.1.14. Identifikasi permasalahan penurunan
kualitas mangga
Dari
pemaparan kondisi kegiatan budidaya mangga yang dilakukan petani mangga meliputi penanaman
dan perawatan/ pemeliharaan mangga dan kegiatan penanganan panen dan pasca
panen yang dilakukan baik oleh petani mangga maupun pelaku pemasaran mangga, serta
informasi kondisi agroklimat, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah
sebagai berikut:
1.
Ketersediaan modal usahatani mangga yang
didasarkan pada keberhasilan atau panen mangga yang diperoleh petani. Apabila
hasil panen bagus, maka petani berani untuk melakukan pemeliharaan penuh
terhadap pohon mangga, namun sebaliknya apabila hasil panen mangganya kurang
memuaskan biasanya pohon mangga kurang dipelihara atau disewakan/ dikontrakkan
ke pihak lain.
2.
Banyak petani yang menyewakan/ mengontrakkan
pohonnya ke pihak lain dalam waktu yang singkat (1 tahun). Penyewaan pohon ini
menyebabkan pohon rusak karena perangsangan buah yang dilakukan sehingga
produktivitas dan kualitas buah selanjutnya akan turun. Penyewaan pohon mangga
dilakukan karena petani tidak memiliki modal dan waktu untuk pemeliharaan
(memiliki mata pencaharian lain), jumlah kepemilikan pohon mangga yang sedikit
(bukan merupakan kebun mangga), serta harapan supaya pohonnya dipelihara pihak
lain namun tetap menghasilkan uang setiap tahunnya. Dengan kondisi seperti ini,
maka pengembangan teknik budidaya mangga sesuai GAP, SOP, dan pelaksanaan
registrasi kebuh buah tidak dapat terealisasi.
3.
Pengembangan usahatani mangga yang masih tergantung pada kondisi
agroklimat. Peningkatan curah hujan yang sangat tinggi menyebabkan penurunan
produksi dan kualitas mangga.
4.
Sebagian besar petani mangga belum tergabung
dalam kelembagaan petani (kelompok tani/ Gapoktan/ Asosiasi Petani Mangga) yang
terlibat dalam kegiatan pemasaran hasil panen.
5.
Belum adanya sistem rantai pendingin (cold
chains) yang terintegrasi dari hulu
sampai
hilir sebagai upaya untuk menjaga dan
mempertahankan kualitas mangga untuk ekspor dan keamanan produk dari produsen sampai konsumen.
5.2. Identifikasi Kelembagaan Petani dan Pelaku
Pemasaran Mangga di Kabupaten Majalengka
5.2.1.
Kelembagaan
petani mangga
Pengembangan
yang dilakukan pada kelembagaan petani pasti bertujuan untuk meningkatkan
posisi tawar (bargaining position)
petani dalam usahanya sehingga memperoleh peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani. Penguatan posisi tawar
petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan
mutlak diperlukan oleh petani agar petani dapat bersaing dalam melaksanakan
kegiatan usahatani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya (Suhud dalam
http://peranlembagapertanian.blogspot.com, 2012). Begitu juga untuk kelembagaan
petani mangga yang dibentuk, tujuan utama pengembangan kelembagaan petani
mangga tersebut adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Kelembagaan
petani mangga yang telah berjalan cukup lama dan menjadi wadah untuk petani
mangga di Kabupaten Majalengka yaitu kelompok tani, Gapoktan, dan A sosiasi. Kelompok tani merupakan wadah untuk
konsolidasi petani. Dalam kelompok tani terjadi interaksi petani yang lebih
intens untuk bertukar informasi mengenai teknik budidaya, harga, dan pasar.
Kelompok tani yang sudah terbentuk di Kabupaten Majalengka sebagian besar
merupakan kelompok tani tanaman pangan, perkebunan, dan kehutanan. Berhubung
banyak petani yang memiliki pohon mangga sehingga terbentuklah kelompok tani
mangga yang memfokuskan usahanya pada tanaman mangga. Kelompok tani ini sudah
berperan dalam pengumpulan mangga yang nantinya dikirim ke Gapoktan mangga.
Kelompok tani yang berhasil teridentifikasi baru dalam satu kecamatan dan
disajikan pada Tabel 23.
Gabungan
kelompok tani (Gapoktan) dibentuk untuk memperkuat kelembagaan petani yang
sudah ada sehingga pembinaan akan lebih terfokus dengan arah yang jelas. Untuk
itu, Gapoktan dibentuk dari beberapa kelompok tani, idealnya anggota Gapoktan
maksimal 10 kelompok tani supaya pengaturan dan koordinasi lebih baik. Gapoktan
telah terbentuk di setiap desa sentra produksi pertanian, baik itu tanaman
pangan maupun tanaman perkebunan atau kehutanan. Gapoktan untuk komoditas mangga
telah terbentuk juga dari beberapa kelompok tani mangga yang ada di Kabupaten
Majalengka. Gapoktan mangga ini cukup berkembang baik dalam kegiatan teknik
budidaya maupun dalam kegiatan pemasaran. Gapoktan mangga yang berlokasi di
Kecamatan Panyingkiran dan kecamatan lainnya telah aktif dalam kegiatan
pemasaran mangga yaitu dengan melakukan kerjasama kemitraan dengan pihak supplier supermarket untuk penjualan
mangga di pasar lokal modern serta eksportir untuk penjualan mangga di pasar
ekspor. Jumlah Gapoktan seluruhnya ada 63 Gapoktan, namun Gapoktan yang
berhasil diidentifikasi sebagai Gapoktan mangga baru di Kecamatan Majalengka disajikan
pada Tabel 24.
Disamping
kelompok tani dan Gapoktan, kelembagaan petani lainnya yang telah terbentuk di
Kabupaten Majalengka yaitu Asosiasi Petani Mangga Kabupaten Majalengka.
Asosiasi petani mangga ini telah cukup lama berdiri. Aktivitas asosiasi petani
mangga Kabupaten Majalengka telah cukup berperan dalam upaya peningkatan pendapatan
dan kesejahteraan petani dengan melakukan kerjasama salah satunya dengan PT.
Indofresh untuk kontrak pemasaran mangga gedong.
Kelembagaan
lain yang mendukung upaya pengembangan mangga di Kabupaten Majalengka yaitu
adanya kelompok Regu Pengendali Hama (RPH). Jumlah RPH saat ini kurang lebih
ada 327 regu. RPH merupakan salah satu solusi untuk pemberantasan hama dan
penyakit mangga yang ada di Kabupaten Majalengka.
5.2.1.
Kelembagaan
pemasaran mangga
Kelembagaan pemasaran
mangga dibangun melalui kerjasama kemitraan
dalam penyediaan kuantitas dan kualitas mangga yang dibutuhkan. Kerjasama
kemitraan yang dibangun ditujukan untuk saling meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan, kontinyuitas usaha (produk mangga), serta saling memperkuat
jaringan pasar dan perluasan pasar.
Kelembagaan
pemasaran sangat penting untuk meningkatkan daya saing dan posisi tawar (bargaining position) dalam rantai
saluran pemasaran yang ada. Penguatan pada kelembagaan pemasaran dapat pula
membuka saluran pasar baru yang lebih menguntungkan dan berprospek baik ke
depannya. Adanya kelembagaan pemasaran dapat menciptakan pula efektifitas dan
efisiensi dalam segala kegiatan pemasaran mangga yang dilakukan.
1.
Pedagang pengumpul
Pedagang pengumpul merupakan pelaku pemasaran di
sentra produksi mangga yang membeli hasil panen petani secara langsung dan
memasarkannya ke pelaku pasar yang ada di dalam dan di luar wilayah sentra
produksi mangga. Sebagian besar mangga dari petani dibeli oleh pedagang
pengumpul. Mangga yang dibeli dari petani oleh pedagang pengumpul kemudian dijual
ke bandar dan atau dijual ke supplier
dan atau dipasarkan langsung ke pasar tradisional yang berada di dalam wilayah
sentra produksi. Namun sebagian besar mangganya dijual ke bandar yang berada di
wilayah sentra produksi.
Peran pedagang pengumpul pada pemasaran mangga di
Kabupaten Majalengka sangat besar. Hal tersebut dikarenakan pedagang pengumpul
menguasai sebagian besar pemasaran petani di sentra produksi karena mendominasi
peran sebagai pembeli pertama (first
buyer). Oleh karena itu, pasokan untuk tujuan saluran pasar berikutnya,
baik untuk ke pasar lokal modern maupun tradisional atau juga pasar ekspor sebagian
besar tergantung pada kelancaran pasokan dari pedagang pengumpul.
Pedagang pengumpul menjalin
kerjasama dengan petani baik secara
kelompok maupun secara perorangan
yang dipercaya dapat
memasok komoditas
mangga dengan volume dan standar
mutu yang dibutuhkan. Teknik perolehan barang mencakup masalah penentuan
harga, pengiriman, dan proses pembayaran kepada supplier (gapoktan, kelompoktani
atau petani) dan cara
menjaga
hubungan baik secara berkelanjutan.
Pada pola ini, harga
ditentukan melalui mekanisme pasar
yang berpatokan pada beberapa
tujuan pasar utama (Pasar
Induk,
Pasar
Kota Kabupaten, serta Perusahaan Pengolahan
seperti Processor mangga).
Untuk informasi harga dan pergerakkan uang
terjadi sebaliknya, yaitu dari eksportir ke bandar, baru kemudian ke pedagang
pengumpul. Begitu juga untuk pasar lokal modern, dimulai dari supllier ke bandar kemudian ke pedagang
pengumpul atau dari supllier langsung
ke pedagang pengumpul.
2.
Bandar
Bandar merupakan pelaku pasar di sentra produksi
yang membeli hasil panen petani baik secara langsung maupun melalui pedagang
pengumpul atau Gapoktan dan memasarkannya ke pelaku pasar yang ada di dalam dan
di luar wilayah sentra produksi yaitu ke supplier
dan eksportir. Mangga yang dibeli oleh bandar dari petani dan pedagang
pengumpul kemudian sebagian dipasarkan ke pasar tradisional yang berada di luar
wilayah sentra produksi dan dijual ke supplier yang berada luar di wilayah
sentra produksi serta dijual kepada eksportir jika kualitas produk memenuhi
persyaratan ekspor.
3.
Supplier supermarket/ hypermarket/
processor
Supplier mangga yang beroperasi di Kabupaten majalengka
sangat berperan dalam pengembangan pemasaran buah mangga baik ke pasar lokal
modern maupun pasar internasional. Dalam pemasaran mangga, supplier melakukan
kontrak kerjasama dengan supermarket/ hypermarket/
processor.
4.
Eksportir
Eksportir melakukan kerjasama kemitraan dengan
kelompok tani, Gapoktan, dan bandar. Eksportir memiliki kewajiban untuk
pembinaan dalam hal peningkatan kualitas mangga yang dihasilkan, termasuk
teknik panen dan penanganan hasil mangga.
Mekanisme pembayaran
pola dagang tujuan ekspor sangat
tergantung pada hubungan/ kontrak
antara eksportir dan importir. Pembayaran
pada umunya tidak dilakukan
secara
tunai, melainkan dibayar kemudian
dengan tenggang waktu
(7-14 hari). Pembayaran juga tidak dilakukan dengan sistem panjer atau
sistem bayar tunai. Dalam
pola dagang umum dikenal komoditas menurut
kualitas sehingga semakin baik kelas komoditasnya
semakin mahal pula harganya, sedangkan pola dagang tujuan ekspor harga tidak
berfluktuatif, karena harga sudah ditentukan pada kontrak/MoU, juga dicantumkan
dalam kontrak adalah pemenuhan kualitas komoditas horikultura tujuan ekspor
antara Gapoktan, kelompok tani atau koperasi kepada eksportir.
5.2.2.
Kelembagaan
pendukung
Kelembagaan
pendukung bagi pengembangan mangga di Kabupaten Majalengka yaitu adanya lembaga
keuangan yang memberikan pinjaman kepada petani untuk modal usahatani. Lembaga
keuangan bank yang ada di Kabupaten Majalengka yaitu Bank Rakyat Indonesia
(BRI) sebanyak 23 buah yang didukung juga oleh BRI Unit Desa yang tersebar di
beberapa desa sehingga memudahkan petani. Disamping BRI, ada juga Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) yang terdapat di pusat Kabupaten Majalengka.
Lembaga
keuangan non bank yaitu adanya pelepas uang. Pelepas uang ini tidak
direkomendasikan sebagai pihak tempat meminjam uang untuk modal usahatani
karena membebankan bunga yang cukup besar. Lembaga keuangan non bank lainnya
yaitu pedagang pengumpul dan bandar yang sering meminjamkan modal usahatani
dengan syarat hasil panen dijual ke pihaknya.
Ada
juga koperasi yang dapat berfungsi sebagai lembaga untuk peminjaman modal usahatani
petani. Koperasi ini tersebar di setiap kecamatan sentra komoditas pertanian.
Kabupaten Majalengka memiliki Koperasi Unit Desa (KUD) sebanyak 63 unit,
Koperasi Pertanian sebanyak 431 unit, dan Koperasi Pedagang Ternak Pasar
Regional sebanyak 2 unit.
Lembaga
pendukung lainnya yaitu pasar. Pasar yang dimaksud yaitu pasar Pemda (5 unit),
pasar desa (27 unit), pasar ternak regional (1 unit), pusat pemasaran ikan (1
unit), pasar ikan lokal (3 unit), pasar ternak lokal (6 unit), dan Sub Terminal
Agribisnis sebanyak 1 unit.
5.3. Analisis Permasalahan Utama Pengembangan
Mangga Ekspor Kabupaten Majalengka
Berdasarkan hasil dari kegiatan
FGD (Focus Group Discussion) dan
wawancara mendalam (indepth interview)
bersama petani mangga (kontak tani), pelaku pemasaran mangga, dan petugas
instansi terkait, maka permasalahan utama peningkatan kualitas mangga untuk
memenuhi standar ekspor di Kabupaten Majalengka adalah sebagai berikut:
1.
Penurunan kualitas mangga untuk standar ekspor
dapat disebabkan oleh teknik penanganan pasca panen yang kurang baik karena
kondisi sarana dan prasarana yang belum memadai, termasuk penerapan rantai
pendingin (cold chains) yang
konsisten.
2.
Pengaruh faktor iklim yaitu curah hujan dengan
intensitas yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan rontoknya bunga sehingga
menurunkan produksi dan kualitas mangga Kabupaten Majalengka.
5.4. Strategi Peningkatan Kualitas
Mangga untuk Pasar Ekspor dari Hulu (On
Farm) Sampai Hilir (Off Farm)
Berdasarkan hasil kegiatan
FGD (Focus Group Discussion) dan
penelusuran melalui wawancara mendalam (indepth
interview) kepada petani mangga (kontak tani), pelaku pemasaran mangga, dan
petugas instansi terkait, terdapat beberapa permasalahan yang menjadi kendala untuk
peningkatan kualitas mangga untuk memenuhi standar ekspor di Kabupaten
Majalengka. Permasalahan tersebut dapat pula disimpulkan sebagai permasalahan yang
menjadi penghambat bagi pengembangan komoditas mangga di Propinsi Jawa barat. Untuk
mencoba menyusun strategi (menyiasati) permasalahan yang ada, maka perlu
analisis yang dapat memaksimalkan potensi yang dimiliki dan meminimalkan
kendala dan permasalahan yang dihadapi (Analisis SWOT). Untuk itu, pertama-tama
dilakukan identifikasi terlebih dahulu faktor internal dan faktor eksternal yang
dimiliki petani dan pelaku pemasaran mangga di Kabupaten Sumedang.
5.4.1. Analisis Faktor Internal
Faktor internal bermanfaat
untuk mengidentifikasi kekuatan (strengths)
dan kelemahan (weaknesss) dari
usahatani yang dilakukan petani mangga di Kabupaten Majalengka. Faktor internal
yang dimiliki petani mencakup modal, keahlian sumberdaya manusia, tingkat produktivitas,
kualitas mangga yang dapat dihasilkan, penggunaan teknologi dalam budidaya mangga,
penggunaan teknologi dalam penanganan hasil panen, dan kondisi pemasaran.
Beragam
jenis pasar yang dapat ditembus untuk memasarkan mangga dengan segala
konsekuensinya. Setiap saluran pasar yang dipilih tentunya memiliki kelebihan,
kekurangan, dan risiko sendiri. Keuntungan pemilihan pasar lokal tradisional
yaitu tidak terbatasnya jumlah pasokan mangga yang dikirm, namun kekurangannya
yaitu harga jual yang rendah. Berbeda untuk pasar lokal modern dan pasar ekspor
dimana harga dapat lebih tinggi, namun penyortiran untuk kualitas mangga lebih
ketat sehingga mangga yang dapat dijual pun relatif sedikit.
5.4.2. Analisis Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan
faktor-faktor yang berasal dari luar lingkungan usaha petani dan pelaku
pemasaran mangga. Faktor eksternal ini bermanfaat untuk mengidentifikasi
peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dari usahatani mangga. Dengan
mengetahui peluang (opportunities)
dan ancaman (threats) tersebut
diharapkan dapat disusun suatu strategi pengembangan yang tepat, berhasil guna,
dan berdaya guna baik bagi petani, pelaku pemasaran mangga, maupun bagi
pembangunan pertanian hortikultura di Jawa Barat.
Faktor eksternal ini juga
merupakan suatu dasar dalam analisis keunggulan komparatif dan kompetitif mangga.
Keunggulan komparatif merupakan suatu ukuran keunggulan usahatani mangga apabila
dibandingkan dengan usahatani komoditas lainnya, sedangkan keunggulan
kompetitif merupakan ukuran keunggulan usahatani mangga di wilayah Kabupaten
Majalengka apabila dibandingkan dengan usahatani mangga di wilayah lain.
Komponen yang merupakan
faktor eksternal usahatani mangga di Kabupaten Majalengka ini diantaranya
adalah:
Yang dimaksud dengan lembaga penunjang adalah lembaga keuangan, lembaga
pemerintahan, lembaga penelitian, lembaga masyarakat, dan pihak swasta. Semua
lembaga tersebut mempunyai kaitan yang cukup penting terhadap upaya peningkatan
kualitas mangga untuk memenuhi standar ekspor di Kabupaten Majalengka.
- Permintaan untuk
konsumsi mangga terus menerus meningkat sesuai data konsumsi buah-buahan masyarakat yang
cenderung meningkat setiap tahunnya.
- Peluang pasar ekspor masih terbuka luas dengan standar
kualitas mangga yang sesuai dengan yang disyaratkan negara pengimpor.
- Pengembangan mangga dengan mengganti pohon mangga yang
kurang atau sudah tidak produktif serta mengganti varietas mangga dengan
varietas yang bernilai jual tinggi.
- Adanya investor swasta yang tertarik berinvestasi untuk
pengembangan usahatani mangga bernilai jual tinggi untuk tujuan ekspor.
- Dukungan Dinas Petanian
Tanaman Pangan Propinsi dan Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka yang cukup besar dalam memfasilitasi
pembinaan dan pengembangan mangga yang dilakukan petani.
Strategi ini dijalankan yaitu dengan cara memakai kekuatan (strenghts)
yang dimiliki petani mangga dan pelaku pemasaran mangga untuk
memanfaatkan peluang (opportunities) dari luar terkait dengan upaya peningkatan kualitas mangga untuk memenuhi
standar ekspor. Untuk lebih jelasnya mengenai poin-poin dari strategi S – O
tersebut dapat dilihat dalam Tabel 25 di bawah ini.
Analisis dari kelemahan (weaknesses) dan peluang (opportunities) ini merupakan suatu
interaksi antara kelemahan (weaknesses)
yang dimiliki dari dalam petani dan pelaku pemasaran mangga dengan peluang (opportunities) peningkatan kualitas
mangga ekspor yang ada dan berasal dari luar. Peluang (opportunities) yang tersedia sangat meyakinkan, namun tidak dapat
dimanfaatkan karena yang ada hanya kelemahan (weaknesses) bukan kekuatan (strenghts)
sehingga petani dan pelaku pemasaran mangga tidak mampu untuk melakukannya.
Pilihan keputusan yang dapat diambil adalah melalui divestasi (melepas peluang
yang ada untuk dimanfaatkan sektor usaha lain) atau investasi (memaksanakan
melaksanakan peluang tersebut dengan risiko tertentu). Maka strategi yang dijalankan yaitu dengan
cara menanggulangi kelemahan (weaknesses) yang dimiliki dengan memanfaatkan
peluang (opportunities) dari
luar. Gambarannya terlihat pada Tabel 26 di bawah ini.
Analisis ini merupakan
sebuah interaksi antara kekuatan (strenghts) dan ancaman (threats) dari luar petani dan pelaku pemasaran mangga dalam usaha
pengembangan mangga yang dilakukan untuk memenuhi kualitas ekspor. Strategi ini
dijalankan dengan cara memakai kekuatan (strenghts) yang dimiliki untuk mengatasi ancaman (threats) dari luar terkait dengan upaya
peningkatan kualitas mangga untuk memenuhi ekspor yang dilakukan. Untuk lebih
jelasnya mengenai poin-poin dari strategi S – T tersebut dapat dilihat pada Tabel
27 di bawah ini.
Analisis terakhir ini merupakan
perpaduan kondisi yang terlemah karena merupakan pertemuan antara kelemahan (weaknesses) dengan ancaman (threats) dari luar. Strategi yang
disusun harus akurat dan sungguh-sungguh karena risiko dari salah pengambilan keputusan
akan cukup membawa bencana yang besar bagi keberlangsungan upaya peningkatan
kualitas mangga untuk memenuhi standar ekspor di Kabupaten Majalengka. Strategi
yang harus diambil adalah yaitu dengan
mengendalikan kerugian agar kerugian yang timbul tidak terlalu besar dari yang
diperkirakan. Untuk lebih jelasnya mengenai strategi W-T dapat dilihat pada
Tabel 28.
1.
Pengembangan
agribisnis mangga dengan cara peluasan lahan tanam atau penggantian pohon
mangga yang tidak produktif dan pohon mangga varietas bernilai jual rendah
dengan varietas pohon mangga bernilai jual tinggi dengan kualitas bibit yang
bagus.
Strategi ini dilakukan dengan melanjutkan program pengembangan
agribisnis mangga yang telah ada, namun untuk teknis perolehan dan penyebaran
bibit mangga dilakukan dengan melibatkan kontak tani. Bibit mangga yang akan
ditanam haruslah merupakan bibit mangga berkualitas yang diperoleh dari
penangkar bibit yang tersertifikasi. Penyebaran bibit mangga diprioritaskan
untuk kebun hamparan karena pohon mangga dalam kebun mangga hamparan
kemungkinan besar akan dipelihara dengan baik sehingga program pengembangan
agribisnis mangga yang dilakukan dapat berhasil dalam jangka waktu tertentu.
2.
Peningkatan
kerjasama petani dengan pihak swasta (investor, lembaga bank, atau pelaku
pemasaran mangga) untuk bantuan modal perawatan dan pemeliharaan mangga.
Kerjasama dilakukan untuk mengantisipasi kekurangan modal usahatani
petani mangga untuk melakukan perawatan dan pemeliharaan mangga. Mangga dengan
tujuan ekspor yang dipastikan akan mendatangkan keuntungan yang lebih besar
apabila dilakukan langsung oleh kelembagaan yang mendukung petani, maka
dipastikan pula pendapatan petani akan meningkat karena harga jual yang tinggi.
Dengan perolehan pendapatan yang cukup tinggi tersebut, maka dibutuhkan modal
untuk perawatan dan pemeliharaan mangga yang baik sehingga kualitas mangga
terjamin dan pasokan dapat kontinyu.
3.
Pengembangan
Asosiasi Petani Mangga Majalengka dengan mendata semua petani mangga,
mengadakan pertemuan/ sosialisasi asosiasi, dan membuat jaringan informasi dan
komunikasi asosiasi yang tidak terputus.
Kelembagaan petani sangat penting untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani. Peluang ekspor mangga yang ada dan aktivitas ekspor buah
mangga yang telah dilakukan hanya dinikmati oleh petani anggota kelompok tani
dan Gapoktan yang bermitra dengan supplier
dan atau eksportir. Sementara petani mangga biasa yang hanya menjual mangganya
ke pedagang pengumpul atau bandar (saluran pasar tradisional) hanya mendapatkan
harga yang terjadi di pasaran meskipun kemungkinan besar mangga dari pedagang
pengumpul atau bandar tersebut masuk seleksi (sortir dan grade) terlebih dahulu oleh supplier atau eksportir.
4.
Pengembangan
sistem rantai pendingin (cold
chains) yang terintegrasi dari hulu
sampai
hilir sehingga kualitas mangga dapat dipertahankan dari produsen sampai konsumen.
Sistem rantai pendingin (cold chains) yang terintegrasi dari hulu
sampai hilir sangat dibutuhkan untuk menciptakan kualitas mangga standar ekspor
yang baik. Ruang penyimpanan dingin (cold
storage) di beberapa rumah kemasan (packaging
house) telah tersedia, namun ketika pengangkutan dilakukan dengan kendaraan
tanpa ruang pendingin, maka kualitas mangga akan menurun meskipun ketika sampai
di lokasi tujuan mangga kembali ditempatkan di ruang penyimpanan dingin (cold storage). Untuk itu, dibutuhkan
suatu sistem rantai pendingin (cold
chains) yang baik dalam menjamin kualitas mangga untuk memenuhi standar
ekspor.
BAB
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan
yang diperoleh dari kegiatan ini yaitu:
1.
Permasalahan penurunan kualitas mangga untuk
pasar ekspor yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: (1) Ketersediaan
modal usahatani mangga yang didasarkan pada keberhasilan atau panen mangga yang
diperoleh petani; (2) Banyaknya petani yang menyewakan/ mengontrakkan pohonnya
ke pihak lain dalam waktu yang singkat (1 tahun) sehingga pohon mangga rusak
akibat perangsangan buah yang dilakukan terlalu tinggi; (3) Peningkatan curah
hujan yang sangat tinggi menyebabkan penurunan produksi dan kualitas mangga;
(4) Sebagian
besar petani mangga belum tergabung dalam kelembagaan petani yang terlibat
dalam kegiatan pemasaran hasil panen; dan (5) Belum adanya sistem rantai pendingin (cold
chains) yang terintegrasi dari hulu
sampai
hilir.
2.
Kelembagaan yang dapat diidentifikasi dan
masih aktif dalam kegiatan pengembangan mangga yaitu kelompok tani mangga,
Gapoktan mangga, dan asosiasi mangga. Ketiga kelembagaan petani tersebut tidak
hanya turut dalam kegiatan budidaya, namun terlibat juga dalam kegiatan
pemasaran mangga.
3.
Dari hasil FGD (Focus Group Discussion) dan wawancara mendalam (indepth interview), maka yang menjadi permasalahan
utama adalah:
-
Penurunan kualitas mangga untuk standar ekspor
dapat disebabkan oleh teknik penanganan pasca panen yang kurang baik karena
kondisi sarana dan prasarana yang belum memadai, termasuk penerapan rantai
pendingin (cold chains) yang
konsisten.
-
Pengaruh faktor iklim yaitu curah hujan dengan
intensitas yang terlalu tinggi sehingga menyebabkan rontoknya bunga sehingga
menurunkan produksi dan kualitas mangga Kabupaten Majalengka.
4.
Strategi peningkatan kualitas mangga untuk
memenuhi standar ekspor yang menjadi prioritas adalah sebagai berikut:
- Pengembangan agribisnis mangga dengan
cara peluasan lahan tanam atau penggantian pohon mangga yang tidak produktif
dan pohon mangga varietas bernilai jual rendah dengan varietas pohon mangga
bernilai jual tinggi dengan kualitas bibit yang bagus.
- Peningkatan kerjasama petani dengan
pihak swasta (investor, lembaga bank, atau pelaku pemasaran mangga) untuk
bantuan modal perawatan dan pemeliharaan mangga.
- Pengembangan Asosiasi Petani Mangga
Majalengka dengan mendata semua petani mangga, mengadakan pertemuan/
sosialisasi asosiasi, dan membuat jaringan informasi dan komunikasi asosiasi
yang tidak terputus.
- Pengembangan sistem rantai pendingin (cold chains) yang terintegrasi dari hulu sampai hilir sehingga kualitas mangga dapat dipertahankan dari produsen sampai konsumen.
6.2. Saran
Saran
yang diajukan dari kegiatan ini yaitu:
1. Untuk
peningkatan produksi dan kualitas mangga, program pengembangan mangga dalam satu
kawasan sentra produksi minimal 500 ha dalam satu kecamatan supaya terus
dikembangkan karena hasilnya cukup signifikan. Hamparan kebun mangga yang luas
akan memudahkan pengaturan untuk perawatan/ pemeliharaan, pemanenan, penanganan
pasca panen, dan pemasaran. Disamping itu, kebun mangga memberikan rangsangan
terhadap petani mangga untuk terus melakukan budidaya mangga dengan baik sesuai
GAP dan SOP.
2. Pengembangan
kelembagaan petani (kelompok tani/ Gapoktan) lainnya untuk terlibat dalam
kegiatan pemasaran hasil panen mangga seperti Gapoktan yang sudah bermitra
dengan supplier dan eksportir atau dengan mengembangkan Asosiasi Petani Mangga
Majalengka sehingga dapat memfasilitasi seluruh petani mangga dalam kegiatan
pemasaran mangga di Kabupaten Majalengka.
3. Kerjasama
dalam bentuk kemitraan dengan pihak swasta terutama pelaku pasar harus
diupayakan dengan prinsip saling menguntungkan. Kendala petani dalam masalah
permodalan dan pemasaran hasil dapat terpecahkan termasuk menyiasati kondisi
iklim yang kurang sesuai untuk perkembangan tanaman mangga. Sebaliknya, perusahaan
juga dapat memperoleh keuntungan yang memadai karena usahatani mangga dapat
berjalan kontinyu.
4. Pengembangan sistem rantai pendingin (cold chains) yang terintegrasi dari hulu sampai hilir sebagai upaya untuk menjaga dan mempertahankan kualitas mangga dan keamanan produk dari produsen sampai konsumen.