I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Permasalahan
sampah di Kota Bandung merupakan masalah pelik yang sampai saat ini belum dapat
terpecahkan secara tuntas. Sampah yang dihasilkan akan terus bertambah seiring
dengan pertumbuhan penduduk di kota tersebut. Sampah ibarat bom waktu yang terus
membesar yang suatu saat dapat meledak dan menimbulkan permasalahan baru bahkan
dapat juga menimbulkan korban jiwa.
Luas wilayah Kota Bandung mencapai
16.729,5 Ha dengan jumlah penduduk Kota Bandung sebesar 2,5 juta jiwa dan
memproduksi sampah sebanyak 7.500 m3 setiap harinya. Mengingat Kota
Bandung sebagai ibukota Jawa Barat dan kota tujuan wisata, dimana setiap
minggunya menjadi tujuan wisata untuk liburan akhir pekan masyarakat Kota
Jakarta dan kota-kota lainnya, maka dipastikan volume sampah Kota Bandung akan
meningkat setiap akhir pekan. Disisi lain, Kota Bandung sebagai simbol Propinsi
Jawa Barat menjadi konsekuensi tersendiri apabila permasalahan sampah tidak
dapat diatasi, maka persoalan sampah Kota Bandung menjadi persoalan Propinsi
Jawa Barat dan menjadi perhatian semua pihak.
Saat
ini, pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah Kota Bandung masih sebatas
mengumpulkan dan menumpuknya pada lahan TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah,
belum dilakukan proses pengolahan lainnya. Pengolahan sampah selanjutnya baru
sebatas pemusnahan melalui mesin pembakar (incinerator)
dimana metode ini menimbulkan permasalahan baru berupa polusi dari pembakaran
yang dilakukan karena sampah Kota Bandung adalah sampah yang tercampur.
Pengelolaan sampah di Kota Bandung masih
menggunakan paradigma lama yaitu dengan cara mengumpulkan, mengangkut, dan
membuang. Cara ini logikanya hanya memindahkan sampah dari kota ke lokasi
tertentu (TPA). Pemindahan sampah yang dilakukan seperti ini sama dengan
pemindahan masalah. Sementara, budaya masyarakat untuk membuang sampah masih
rendah apalagi kesadaran dalam pemisahan buang sampah dari awal masih sangat
rendah dan baru berjalan di lingkungan tertentu saja. Source reduction (reduksi
mulai dari sumbernya) atau pemilahan sampah belum dapat berjalan dengan baik
meskipun tempat sampah yang diadakan telah dipisahkan antara sampah organik dan
non organik. Upaya pengomposan dan daur ulang, tapi masih terbatas. Pemilahan
sampah yang dilakukan pemulung hanya untuk sampah yang masih bernilai jual.
Sementara yang dibutuhkan adalah pemilahan sampah organik dan non organik.
Gambar
1. Komposisi Sampah Kota Bandung Tahun 2008
Berkaitan dengan sistem pengelolaan sampah, dasar
pengelolaan harus mengedepankan kepada meminimalkan sesuatu barang yang pada
akhirnya disebut sampah atau bahkan tidak ada barang yang disebut sampah sama
sekali (Zero Waste). Untuk
meminimalkan sesuatu barang disebut sampah, maka dicari seribu satu cara untuk
pemanfaatan sampah sehingga menjadi barang yang berguna (tidak disebut sampah
kembali) atau pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Apabila ada sinergi
dari masyarakat yang menghasilkan sampah dengan pihak pengelola sampah, maka
pengelolaan sampah sampai zero waste
tersebut memungkinkan berhasil. Intinya, keberhasilan pengelolaan sampah seperti
itu harus didukung oleh tingkat kesadaran yang tinggi dari masyarakat penghasil
sampah.
Pengelolaan sampah dapat pula dilakukan dengan
melibatkan masyarakat penghasil sampah sebagai agen pengelola sampah sehingga
suatu barang yang disebut sampah oleh masyarakat penghasil sampah tersebut
adalah barang yang memang sudah dikelola dan sudah tidak dapat dimanfaatkan
lagi sehingga benar-benar menjadi sampah. Pengelolaan dari masyarakat sebagai
tangan pertama yang menghasilkan sampah selanjutnya akan lebih selektif untuk
pengelolaan sampah selanjutnya. Sebagai contoh apabila kesadaran masyarakat
telah meningkat, maka sampah telah dapat dipilah. Pengelola sampah selanjutnya
akan lebih mudah memilah dan memanfaatkan sampah menjadi barang yang
selanjutnya dapat bermanfaat. Kantong plastik yang bersih dan belum tercampur
dengan sampah organik akan lebih mudah untuk digunakan kembali atau
dimanfaatkan atau didaur ulang dari kantong plastik yang telah bercampur dengan
sampah organik lainnya apalagi sudah menghasilkan bau.
Munculnya metode pengelolaan sampah yang melibatkan
masyarakat sebagai agen pengelola sampah tidaklah mudah. Beragam alasan muncul
dari masyarakat yang tidak mengikuti anjuran pemilahan sampah organik dan non
organik. Alasan tersebut biasanya karena keterbatasan waktu dan tenaga atau
keterbatasan fasilitas dan sebagainya. Untuk mengantisipasi hal tersebut harus
ada komitmen dari pemerintah dan seluruh warga untuk melaksanakan pengelolaan
sampah yang telah ditetapkan bahkan apabila perlu dibuat peraturan sehingga ada
sanksi untuk yang melanggar. Tentunya, tidak gampang membuat metode seperti itu
karena akan memunculkan masalah sosial lainnya disamping akan memunculkan
reaksi yang berbeda bagi masyarakat pendatang atau wisatawan yang biasa
berkunjung ke Kota Bandung. Hal lain yang patut diperhatikan yaitu tersedianya
fasilitas untuk memudahkan masyarakat menjalankan komitmen pengelolaan sampah
yang baik.
Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan sampah harus memiliki
landasan kuat agar sampah yang dihasilkan dapat dikelola dengan baik. Kebijakan
dapat dilakukan meliputi penurunan senyawa beracun yang terkandung dalam sampah
sejak pada tingkat produksi, minimalisasi jumlah sampah, peningkatan daur ulang
sampah, pembuangan sampah yang masih memiliki nilai energi dikurangi secara
signifikan, dan pencemaran lingkungan dicegah sedini mungkin. Berdasarkan
landasan tersebut, kebijaksanaan pengelolaan sampah antara lain meliputi
pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sampah secara mandiri, pengelolaan
sampah dengan menggunakan sanitary landfill yang sesuai dengan
ketentuan standar lingkungan, dan pengembangan teknologi tinggi pengolahan
sampah untuk sumber energi.
Disamping kuatnya landasan untuk komitmen dalam
pengelolaan, fasilitas yang dibangun dan informasi pengelolaan sampah yang baik
dan benar pun harus disosialisasikan dengan baik. Perlu diketahui, sebagian
besar sampah Kota Bandung yang dihasilkan tergolong sampah hayati. Rata-rata volume
sampah hayati ini besarnya di atas 65 % dari total sampah Kota Bandung yang
dihasilkan. Melihat komposisi dari sumber asalnya, sebagian besar adalah sisa-sisa
makanan dari sampah dapur dimana jenis sampah ini akan cepat membusuk atau
terdegradasi oleh mikroorganisme yang berlimpah di alam ini. Sampah organik
seperti ini apabila telah dipilah merupakan peluang sumberdaya penghasil
kompos, metan, dan energi. Apabila pengelolaan menjadi bahan-bahan tersebut
tidak dapat dilakukan karena alasan waktu dan ketidakpraktisan, maka
perkembangan teknologi patut dilirik, misalnya seperti teknologi pengomposan
model keranjang takakura dan lubang biopori menjadi salah satu solusi
pengelolaan sampah organik untuk Kota Bandung.
Pengelolaan sampah non organik yang telah dilakukan di
Kota Bandung yaitu dengan pemilahan, pewadahan, pengumpulan, pengangkutan
(Rumah tangga à TPS à TPA), reduce/ mengurangi, reuse/
digunakan kembali, recycle/ daur
ulang. Sementara incinerator belum dapat berjalan karena untuk menjalankan
incinerator dengan baik membutuhkan biaya yang sangat mahal untuk operasi dan maintenance/ perawatan. Kota Surabaya
yang telah menjalankan incinerator hanya mampu berjalan selama tiga bulan. Apalagi
pengelolaan seperti sanitary landfill
yang memerlukan biaya yang sangat mahal pula serta risiko yang sangat tinggi
apabila kurang maintenance.
Pengelolaan sampah dapat dilakukan asalkan melibatkan
berbagai pihak dengan adanya kesadaran dari “penyampah” untuk menghasilkan
sampah yang benar-benar sampah. Metode pengelolaan sampah yang akan digunakan
perlu dikaji untuk dipilih metode mana yang benar-benar efektif dan sesuai untuk
mengatasi permasalahan sampah Kota Bandung, namun efisien dalam biaya yang
dikeluarkan untuk pengelolaan. Untuk itu, penelitian ini diharapkan memunculkan
evaluasi dari kebijakan pemerintah untuk pengelolaan sampah yang telah
dilakukan serta rekomendasi untuk kebijakan selanjutnya yang dinilai lebih
tepat dan lebih efektif.
2. Maksud dan Tujuan
Maksud
dilakukannya penelitian ini adalah untuk menanggulangi permasalahan sampah di
Kota Bandung. Sedangkan tujuan diadakannya penelitian ini yaitu untuk:
1.
Mengidentifikasi permasalahan sampah dan
dampaknya terhadap masyarakat di Kota Bandung.
2.
Menganalisis berbagai metode pengelolaan
sampah yang sudah dilakukan di Kota Bandung serta dampaknya terhadap perilaku
masyarakat Kota Bandung.
3.
Menganalisis dan memperoleh model pengelolaan
sampah Kota Bandung yang efektif dan efisien.
3. Keluaran Penelitian
Keluaran
(output) yang diharapkan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1.
Adanya gambaran sejauhmana dampak dari adanya
permasalahan sampah terhadap masyarakat di Kota Bandung.
2.
Terbangun dan termanfaatkannya informasi
mengenai metode pengelolaan sampah yang sudah dilakukan di Kota Bandung serta
dampaknya terhadap perilaku masyarakat Kota Bandung.
3.
Terbangun dan termanfaatkannya informasi
mengenai model pengelolaan sampah Kota Bandung yang efektif dan efisien.
II. Tinjauan Pustaka
2.1. Pengelolaan
Sampah di Indonesia
Menurut sejarah, pengembangan
pengelolaan sampah yang dikoordinir pemerintah dimulai sejak masa pendudukan
Jepang dengan membentuk RT/ RW untuk mengelola sampah di lingkungannya
masing-masing, kemudian dilanjutkan oleh Pemerintah Indonesia yang dimulai dengan
Repelita I (1969-1978), era otonomi daerah, dan seterusnya hingga sekarang, ditandai
dengan banyaknya bantuan luar negeri. Sayangnya, dalam kurun waktu 40 tahun
tersebut, sistem pengelolaan sampah belum memenuhi kriteria standar sehingga
dapat dipastikan lingkungan Indonesia telah tercemar sampah selama masa
tersebut.
Pengelolaan sampah saat ini dimulai
dari sumber timbulan sampah, sistem penampungan sampah sementara, transportasi
sampah dan pengolahan akhir sampah. Umumnya di Indonesia dewasa ini,
masing-masing titik pengelolaan sampah tersebut tidak memenuhi kriteria standar
pengelolaan sampah.
Sumber sampah dapat berasal dari rumah
tangga, perkantoran, pasar, fasilitas umum (taman, jalan raya), maupun
industri. Permasalahan yang ada adalah, secara umum sampah masih digabung
menjadi satu baik organik, anorganik, bahkan B3. Kebiasaan pemilahan sampah
belum dipraktekkan secara massal, tidak saja di rumah tangga, bahkan juga di
kantor-kantor pemerintah yang seharusnya menjadi contoh pengelolaan
persampahan. Penggabungan sampah ini akan menyulitkan proses pengelolaan sampah
selanjutnya.
Sebenarnya, tugas penghasil sampah
sangat mudah, yaitu hanya memilah sampah menurut jenisnya, seperti sampah
organik, anorganik (plastik, kertas, botol plastik, logam dsb) dan B3. Kemudian
menerapkan konsep reuse (menggunakan kembali) , reduce(mengurangi sampah) dan recycle (daur
ulang), misalnya melakukan komposting skala RT. Dewasa ini, sudah banyak proyek
pemerintah dalam bentuk sosialisasi pengelolaan sampah skala RT, termasuk di
dalamnya dikenalkan cara memilah sampah kepada masyarakat. Tetapi hendaknya,
usaha memilah sampah ini tidak hanya ditujukan pada rumah tangga, tetapi juga
instansi-instansi pemerintah sebagai panutan awal dan seharusnya paling gencar
dalam melakukan usaha pemilahan ini.
Banyak sudah literatur yang mengupas
masalah konsep pengelolaan sampah, tidak terhitung sudah banyak ahli lingkungan
yang mengerti tentang sampah di Indonesia. Tetapi masalah sampah tidak pernah
teratasi dengan tuntas. Pemerintah belum berhasil menciptakan sistem
pengelolaan sampah yang sesuai standar dan establish dalam praktek, artinya diterima secara massal dan
tidak akan dirusak oleh suksesi kepemerintahan.
Analisis pengelolaan sampah di atas
menunjukkan bahwa pengelolaan sampah yang dilakukan sekarang hanya sekedar
memindahkan sampah dari area pusat kota ke luar kota dengan cara yang tidak
memenuhi standar. Untuk kondisi pengelolaan sekarang, terminologi tempat
pengolahan akhir belum sesuai digunakan, yang sesuai adalah tempat pembuangan
akhir sampah. Jika memperhatikan analisis di atas, maka harus dilakukan
perbaikan sistem aliran sampah mulai dari hulu hingga hilir.
2.2. Sistem Penampungan Sampah Sementara
Penampungan sampah sementara di
Indonesia umumnya menggunakan kontainer besi atau bak beton ukuran 4m3 yang diletakkan pada persimpangan
jalan, pasar, area pertokoan, taman dan sebagainya. Permasalahan yang ada
adalah, secara massal pemerintah tidak menyediakan Tempat Penampungan Sementara
(TPS) yang dibedakan berdasarkan jenis sampah. Praktek massal yang ada adalah
penghasil sampah meletakkan segala jenis sampahnya dalam satu TPS yang tersedia
di satu lokasi. Permasalahan lain adalah, TPS tidak mampu menampung sampah
akhirnya sampah tercecer, hal ini disebabkan karena kuantitas sampah yang
melebihi TPS atau jadwal pengosongan TPS yang tidak tepat.
Hal yang menyedihkan di tengah
banyaknya proyek sosialisasi pengelolaan sampah kepada masyarakat, pemerintah
belum melakukan perbaikan dalam sistem TPSnya. Masyarakat dikenalkan dengan
cara pemilahan sampah, tetapi umumnya TPS yang disediakan pemerintah masih
tercampur sempurna. Seharusnya usaha sosialisasi yang dilakukan diikuti dengan
penyiapan infrastruktur pendukungnya, sehingga hasil sosialisasi bisa langsung
ditindaklanjuti dengan praktek. Pemilahan di sumber dan TPS yang dipisahkan
akan memudahkan pengelolaan sampah selanjutnya.
2.3. Transportasi Sampah
Masalah yang sering ditemui adalah
keterlambatan pengosongan TPS atau ketidakteraturan jadwal pemindahan sampah
dari TPS ke Tempat Pengolahan Akhir (TPA) sampah. Hal ini disebabkan karena
tidak optimalnya pengaturan rute pengangkutan sampah atau jumlah truk sampah
yang terbatas. Jumlah truk sampah yang terbatas ini disebabkan karena kesalahan
perencanaan atau pemeliharaan truk sampah yang tidak sesuai standar sehingga
rusak sebelum masa operasinya berakhir.
Langkah selanjutnya adalah
perbaikan sistem transportasi sampah. Hal yang terpenting di sini adalah
perencanaan rute dan jadwal pengangkutan sampah sesuai dengan jenisnya. Perlu
diperhatikan komposisi timbulan sampah antara organik dan anorganik, karena
sampah organik umumnya lebih tinggi komposisinya dan mudah membusuk, maka
dibutuhkan frekuensi pengangkutan yang lebih tinggi dibandingkan sampah
anorganik.
2.4. Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Sampah
Pencemaran terhadap lingkungan
terbesar terjadi di TPA . Bisa dikatakan umumnya TPA di Indonesia menggunakan
lahan urug yang dioperasikan secara serampangan, yaitu sampah diletakkan begitu
saja di atas tanah (open dumping). Sebagaimana diilustrasikan dalam Gambar
1 di atas, sampah akan terbawa infiltrasi air hujan, meresap ke dalam tanah,
mencemari air tanah sesuai dengan arah pergerakannya. Jika arah pergerakan air
tanah menuju permukiman penduduk, maka sumber-sumber air minum penduduk akan
tercemar.
Dalam konteks perbaikan
pengelolaan ini, maka terminologi yang digunakan adalah Tempat Pengolahan Akhir
sampah (TPA), karena sampah yang sampai ke TPA benar-benar akan diolah. Di TPA
, berlaku konsep recycle (daur ulang), tidak hanya sekedar
menimbun semua sampah yang masuk ke TPA, tetapi juga melakukan kegiatan
komposting untuk sampah organik dan pengepakan untuk sampah anorganik yang bisa
didaur ulang.
Sampah masuk ke TPA berdasarkan
jenisnya, misalnya sampah organik diarahkan menuju fasilitas pengomposan.
Pemerintah kota melalui instansi teknisnya melakukan pengolahan sampah organik
menjadi kompos yang dapat dipasarkan ke instansi lain seperti perkebunan,
pertanian, maupun rumah tangga/komersil. Selanjutnya sampah anorganik yang bisa
didaur ulang misalnya plastik, kertas, botol plastik, dan sebagainya diarahkan
ke fasilitas pengepakan. Instansi teknis sampah dapat mengarahkan para pemulung
ke fasilitas daur ulang ini, atau bekerja sama dalam proses pengepakan.
Sehingga mereka tidak mengacak-acak seluruh lokasi TPA, yang bisa mengakibatkan
terjangkitnya berbagai macam penyakit menular. Sisa sampah anorganik yang tidak
bisa didaur ulang, misalnya kaca, keramik, porcelain dan sebagainya,
selanjutnya dapat ditimbun di TPA. Sedangkan sampah yang dikategorikan B3,
pemerintah harus bisa mencari dan menjalin kerjasama dengan pihak ketiga yang
dapat memanfaatkan atau mengolah sampah tersebut.
Sumber:
Landfill Guidelines Towards Sustainable Waste Management in New Zealand, Center
of Advance Engineering, April 2000
Gambar 2. Ilustrasi Sumber Air Lindi (leachate),
Transport dan Reseptor
Jika usaha pengolahan ini berjalan
dengan baik, maka kuantitas sampah akan berkurang hingga kurang lebih 80%,
sehingga hanya 20% dari total timbulan sampah kota saja yang akan ditimbun.
Keuntungan lain yang didapatkan adalah kebutuhan lahan TPA semakin kecil,
pengaplikasian geomembran
liner untuk lapisan
dasar TPA yang mahal bisa diganti dengan clay karena sampah organik tidak ada yang
ditimbun, sehingga secara ekonomi lebih menguntungkan.
Berdasarkan jenisnya, sampah perkotaan
di Indonesia dapat dibedakan menjadi:
1.
Sampah organik, yaitu buangan sisa
makanan misalnya daging, buah, sayuran dan sebagainya.
2.
Sampah anorganik, yaitu sisa
material sintetis misalnya plastik, kertas, logam, kaca, keramik dan
sebagainya.
3.
Buangan bahan berbahaya dan
beracun (B3), yaitu buangan yang memiliki karakteristik mudah terbakar,
korosif, reaktif, dan beracun. B3 kebanyakan merupakan buangan dari industri,
namun ada juga sebagian kecil merupakan buangan dari aktifitas masyarakat kota
atau desa misalnya baterai, aki, disinfektan dan sebagainya. Khusus untuk
pengklasifikasian dan pengelolaan B3, pemerintah menerbitkan PP RI No. 74 tahun
2001.
Komposisi sampah di kota-kota di
Indonesia didominasi oleh sampah organik, yaitu berkisar 70%. Sampah organik
memiliki karakter mudah terurai menjadi senyawa organik sederhana dalam bentuk
cair dengan kandungan BOD berkisar 1500 mg/l, sangat jauh di atas baku mutu
yang disyaratkan. Cairan ini dikenal dengan sebutan air lindi. Penanganan
sampah organik yang salah akan mengakibatkan mudah meresapnya air lindi ini ke
dalam tanah dengan bantuan air hujan, mencemari tanah dan air tanah, dan efek
negatif yang paling dikhawatirkan adalah tercemarnya sumur-sumur air minum
penduduk. Untuk itu, sangat penting adanya kegiatan pemilahan antara sampah
organik dan sampah non organik sehingga penanganan sampah selanjutnya lebih
mudah dan lebih cepat.
2.5. Teknologi Pengomposan
Salah
satu teknologi pengomposan yang cocok diterapkan untuk masyarakat di perkotaan
dengan keterbatasan waktu dan tempat, maka teknologi pengomposan model
keranjang takakura dapat menjadi salah satu solusinya. Keranjang Takakura
merupakan alat pengomposan skala rumah tangga yang ditemukan Pusdakota bersama
Pemerintah Kota Surabaya, Kitakyusu International Techno-cooperative
Association, dan Pemerintahan Kitakyusu Jepang pada Tahun 2005. Keranjang ini
dirakit dari bahan-bahan sederhana di sekitar kita yang mampu mempercepat
proses pembuatan kompos.
Satu keranjang takakura standar
dengan starter 8 Kg dipakai oleh keluarga dengan jumlah total keluarga sebanyak
7 orang, maka sampah rumah tangga yang diolah di keranjang ini maksimal
sebanyak 1,5 Kg. Proses pengomposan
ala keranjang takakura merupakan proses pengomposan aeraob di mana udara
dibutuhkan sebagai asupan penting dalam proses pertumbuhan mikroorganisme yang
menguraikan sampah menjadi kompos. Media yang dibutuhkan dalam proses
pengomposan yaitu dengan menggunakan keranjang berlubang, diisi dengan
bahan-bahan yang dapat memberikan kenyamanan bagi mikroorganisme. Proses
pengomposan metode ini dilakukan dengan cara memasukkan sampah organik (idealnya
sampah organik tercacah) ke dalam keranjang setiap harinya dan kemudian
dilakukan kontrol suhu dengan cara pengadukan dan penyiraman air.
Cara pembuatan komposter takakura adalah sebagai berikut:
1.
Siapkan bak dan isi dengan sekam secukupnya,
lalu ambil mikroorganisme cair, tuangkan ke dalam sprayer.
2.
Semprotkan mikroorganisme cair dengan
menggunakan sprayer secara merata dengan sesekali mengaduk sekam dengan tangan.
3.
Gunting jaring untuk membuat dua kantong sesuai
ukuran alas dan bagian atas keranjang dengan cara menjahit bagian tepi jaring.
4.
Setelah jaring berbentuk kantong, isi
masing-masing kantong jaring dengan sekam secukupnya lalu jahit hingga
menyerupai bantal.
5.
Ambil kardus dan potong dengan menggunakan
gunting sesuai ukuran sekeliling keranjang lalu tempelkam potongan kardus tadi
di sekeliling bagian dalam keranjang.
6.
Setelah bagian dalam keranjang terlapisi kardus,
letakkan bantal sekam pada alas keranjang.
7.
Semprot Microorganisme cair pada permuakaan luar
dalam kardus dan bantal sekam dengan menggunakan sprayer hingga basah merata.
8.
Siapkan bak lalu isi dengan kompos dan pupuk
ampas tebu lalu aduk hingga merata.
9.
Masukkan campuran kompos dan pupuk ampas tebu ke
dalam keranjang yang sudah terlapisi kardus.
10.
Masukkan sampah organik segar yang sebelumnya
telah dicacah terlebih dahulu, sesekali menekan sampah dengan cetok hingga
sanpah berada di tengah-tengah campuran pupuk kompos dan pupuk ampas tebu.
11.
Masukkan termometer sebagai alat pengukur suhu
pada saat proses pengomposan.
12.
Lapisi permukaan atas dengan menggunakan bantal
sekam yang sudah disemprot dengan mikroorganisme cair.
13.
Setelah terlapisi dengan bental sekam, tutup
bagian mulut keranjang dengan menggunakan kain stocking agar serangga kecil
tidak masuk.
14.
Setelah keranjang tertutup kain stocking, ambil
penutup dari keranjang tersebut lalu tutup dan tekan hingga rapat dan kuat.
Catatan:
1.
Pilih kain stocking yang berpori dan bahan yang
awet sehingga tidak mengganggu respirasi.
2.
Usahakan sampah organik masih segar dan dalam
kondisi tercacah.
3.
Sebaiknya sampah organik segar yang diisi setiap
hari, usahakan sampah ditekan dengan cetok sampai sampah timbunan baru tidak
terlihat.
4.
Ganti kardus yang menjadi lapisan dalam
keranjang setelah 3-6 bulan atau ketika hancur.
5.
Cuci kain penutup jika dirasa kotor.
6.
Bila Keranjang penuh maka 1/3 dari kompos itu
dapat kita ambil dan dimatangkan di taman/ kebun kita yang terlindungi dari
sinar matahari selama kurang lebih 2 minggu untuk kemudian dapat digunakan
sebagai pupuk kompos.
7.
Keranjang Takakura dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kepentingan masyarakat. Keranjang ini dipatenkan Pusdakota sebagai upaya
untuk menjaga kemungkinan komersialisasi pihak-pihak yang ingin mengambil
keuntungan diri sendiri.
Gambar 3.
Keranjang Takakura sebagai Alternatif Teknik Pengomposan
Selain keranjang takakura, teknik
lainnya untuk mengatasi permasalahan sampah organik dapat dilakukan dengan
membuat lubang resapan biopori. Biopori adalah lubang-lubang di dalam tanah
yang terbentuk akibat berbagai aktifitas organisme di dalamnya, seperti cacing,
perakaran tanaman, rayap, dan gauna tanah lainnya. Lubang-lubang yang terbentuk
akan terisi udara dan akan menjadi tempat berlalunya air di dalam tanah.
Lubang-lubang tersebut selanjutnya diisi bahan organik seperti sampah-sampah
organik rumah tangga, potongan rumput, atau vegetasi lainnya. Bahan organik ini
kelak akan dijadikan sumber energi bagi organisme di dalam tanah sehingga
aktifitas mereka akan meningkat. Dengan meningkatnya aktifitas mereka, maka
akan semakin banyak biopori yang terbentuk.
Cara pembuatan biopori adalah sebagai berikut:
1. Buat lubang
silindris secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 cm, kedalaman
kurang lebih 100 cm atau tidak sampai melampaui muka air tanah bila air
tanahnya dangkal.
2. Jarak
antar lubang antara 50 – 100 cm.
3. Mulut
lubang dapat diperkuat dengan semen selebar 2 – 3 cm dengan tebal 2 cm di
sekeliling mulut lubang.
4. Isi lubang
dengan sampah organik yang berasal dari sampah dapur, sisa tanaman, dedaunan,
atau pangkasan rumput.
5. Sampah
organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah berkurang
dan menyusut akibat proses pelapukan.
6. Kompos
yang terbentuk dalam lubang dapat diambil pada setiap akhir musim kemarau
bersamaan dengan pemeliharaan lubang resapan.
Gambar 4.
Lubang Resapan Biopori
2.6.
Sistem Pengelolaan Sampah terpadu
Sistem pengelolaan
sampah terpadu dinilai tepat dan dapat diterapkan untuk memecahkan permasalahan
sampah kota, demikian disampaikan Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Alam
BPPT, Prof. Dr. Jana T, Anggadiredja, MS pada lokakarya sehari bertema
”Pemecahan Masalah Sampah Kota Berbasis Teknologi Lingkungan” di Jakarta.
Jana T. Anggadiredja
dalam sambutannya antara lain mengatakan, belajar dari pengalaman Negara yang
relatif lebih maju, diperoleh kesimpulan bahwa penanganan sampah dari segi
teknologi tidak akan tuntas hanya dengan menerapkan satu metode saja tetapi
harus dengan kombinasi dari berbagai metode yang kemudian dikenal sebagai
Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu. Dikatakan, Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu
tersebut setidaknya mengkombinasikan pendekatan pengurangan sumber sampah, daur
ulang dan guna ulang, pengkomposan, insinerasi dan pembuangan akhir (landfilling).
Jana T. Anggadiredja
menjelaskan, pengurangan sumber sampah untuk industri berarti perlunya
teknologi proses yang nirlimbah serta packing produk yang
ringkas/ minim serta ramah lingkungan. Sedangkan bagi rumah tangga berarti
menanamkan kebiasaan untuk tidak boros dalam penggunaan barang-barang
keseharian. Untuk pendekatan daur ulang dan guna ulang diterapkan khususnya
pada sampah non organik seperti kertas, plastik, alumunium, gelas, logam dan
lain-lain. Sementara untuk sampah organik diolah, salah satunya dengan
pengkomposan.
Lokakarya kali ini
merupakan suatu upaya mensosialisasikan secara praktis teknik-teknik pemilahan
sampah yang sederhana yang dapat diterapkan bagi rumah tangga perkotaan, sebab
sesungguhnya kunci keberhasilan program daur ulang adalah justru di pemilahan
awal. Secara teoritis apabila program daur ulang sampah dengan sistem terpadu
dapat dilakukan, maka sampah yang tersisa hanya tinggal 15 – 20% saja, sehingga
akan mengurangi ritasi transportasi sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan
umur TPA akan semakin panjang.
Jana Anggadiredja
mengatakan, sejak tahun 1990-an BPPT telah melakukan kajian sistem pengelolaan
sampah terpadu menuju zero waste. Selain kajian teknologi daur ulang dan
pengkomposan, juga telah dan sedang dilakukan pengkajian tentang incinerator
yang lebih efisien dan ramah lingkungan serta telnologi landfilling dengan
sasaran TPA-nya dapat diguna ulang. Berbagai teknologi yang dapat diterapkan
dalam berbagai pendekatan pengelolaan sampah di atas menunjukkan bahwa masalah
persampahan tetaplah mengandung dimensi Iptek. Namun juga disadari penanganan
masalah sampah tidak akan sanggup diselesaikan oleh pendekatan teknologi saja,
sebab pengelolaan sampah hakekatnya adalah aktivitas ke-sistem-an, bukan
aktivitas individual. Teknologi hanyalah pendukung satu sub sistem saja yakni
aspek teknis operasional. Kesuksesan sistem tersebut akan sangat bergantung
dari subsistem-subsistem lainnya seperti, hukum, kelembagaan, pembiayaan dan
aspek peran serta masyarakat.
Pada akhirnya aspek
peran serta masyarakat merupakan hal yang sangat penting dalam pengelolaan
persampahan. Dalam strategi jangka panjang peran aktif masyarakat menjadi
tumpuan bagi suksesnya pengelolaan sampah kota, dan dalam program jangka
panjang setiap rumah tangga disarankan mengelola sendiri sampahnya melalui
program 3 R (reduce, reuse, dan recycle).
1.
Reduce / Mengurangi
Penghasilan sampah bisa dikurangi dengan mengurangi pemakaian material yang
dapat menghasilkan sampah yang berlebihan.Jadi produksi sampah bisa berkurang
2.
Reuse / Digunakan kembali
Dengan menggunakan atau memanfaatkan kembali barang-barang yang dapat
diolah kembali, penggunaan bahan-bahan yang ramah linkungan, tidak menggunakan
kantong-kantong plasik.Karena kantong plastik sangat sulit diuraikan kembali.
3.
Recycle / Daur ulang
Satu lagi yang tidak kalah penting yaitu pemanfaatan kembali sampah-sampah
itu menjadi barang-barang bermanfaat.Contohnya: pembuatan pupuk kompos,
pembuatan tas dari sampah plastik dan lain-lain.
Dari
sedikit gambaran sampah tersebut, kita dapat menelaah dan membuat suatu
rangkaian proses bagaimana sampah yang dihasilkan dapat di kelola menjadi
sampah yang lebih ramah lingkungan dan bahkan dimanfaatkan lagi untuk kegunaan
yang lain. Berikut merupakan poin-poin penting dalam pengelolaan sampah dan
rangkaian pembuangan sampah yang ideal.
1.
Pemilahan
Pemilahan dari sumber dihasilkannya sampah
yang terdiri dari sampah organic dan anorgaini serta pemanfaatan kembali sampah
yang memiliki resources bernilai tinggi
2.
Pewadahan
Pewadahan individual disediakan di tingkat
rumah dengan menyediakan 2 unit penampungan sampah terdiri dari sampah organic
dan anorganik. Pewadahan komunal (container atau TPS) khusus untuk menampung
berbagai jenis sampah baik organik maupun anorganik seperti untuk sampah
plastik, gelas, kertas, pakaian/tekstil, logam, sampah besar (bulky waste),
sampah B3 (batu baterai, lampu neon, dll) dan lain-lain.
3.
Pengumpulan
Waktu pengumpulan door to door
setiap 1 sampai 2 hari dan waktu pengumpulan sampah dari TPS 1 x
seminggu.
4.
Pengangkutan
Pengumpulan sampah dengan compactor
truck berbeda untuk setiap jenis sampah.
5.
Daur Ulang
Pemanfaatan kembali kertas bekas yang dapat
digunakan terutama untuk keperluan eksterna. Plastik bekas diolah kembali untuk
dijadikan sebagai bijih plastik untuk dijadikan berbagai peralatan rumah tangga
seperti ember dll. Peralatan elektronik bekas dipisahkan setiap komponen
pembangunnya (logam, plastik/kabel, baterai dll) dan dilakukan pemilahan untuk
setiap komponen yang dapat digunakan kembali
6.
Composting
Composting dilakukan secara manual atau
semi mekanis baik untuk skala individual, komunal maupun skala besar (di lokasi
landfill). Pembuatan lubang biopori yang berfungsi upaya composting juga dan
sebagai lubang resapan air.
7.
Biogas
Sampah organik sebagian diolah dengan
alat digester sebagai energi (gas bio). Pemanfaatan gas bio
antara lain untuk district heating, energi listrik, dan kompor untuk
memasak.
8.
Incinerator
Incinerator komunal dengan kapasitas
minimal per unitnya 500 ton per hari. Energi panas dari incinerator digunakan
untuk district heating (T 50 – 70 derajat Celcius) dan supplai listrik (20 – 40
% pasokan listrik berasal dari incinerator). Emisi gas dari Incinerator sesuai
dengan ketentuan standar kualitas udara termasuk komponen dioxin.
9.
Landfill
Landfill
di fasilitasi oleh sarana utama dan saran penunjang yang lengkap
Pemadatan
sampah mencapai kepadatan 700 – 800 ton/m3
Penutupan
tanah harian dengan geo textile
Penutupan
tanah intermediate memanfaatkan sisa
konstruksi bangunan
Penutupan
tanah akhir dilakukan dengan sangat ketat dan mencapai ketebalan 2– 10 m.
Pengolahan
gas dilengkapi dengan gas regulator, pompa pengisap gas, alat deteksi gas,
turbin, boiler dan lain-lain.
Pengolahan
lindi (leachate) dilakukan dengan aerator atau oxidation pond. Efluennya harus dialirkan ke pipa sewerage yang menuju instalasi
pengolahan air limbah (IPAL)
Selain
penangan secara teknis juga harus dilakukan peran serta masyarakat pemerintah
dan swata dalam upaya peningkatan kesadaran masayarakat dalam pengelolaan
sampah dengan upaya yaitu adanya kesadaran dari masyarakat untuk mengurangi
jumlah sampah. Serta peran serta pemerintah dan swasta dalam pengelolaan sampah
(pengumpulan/ pengangkutan, incinerator, daur ulang, landfill, dan lain-lain) yang dilakukan dengan professional,
transparan, dan accountable. Peraturan yang dibuat oleh Pemerintah
yang berkaitan dengan ketentuan pengelolaan sampah harus realistis, sistematis
dan dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan penanganan sampah yang sustainable pihak
pengelola maupun masyarakat.
III. Metode Penelitian
3.1.
Kerangka Pemikiran
Sampah
merupakan permasalahan pelik yang tidak kunjung usai selama pertumbuhan
penduduk terus bertambah dan kesadaran penduduk untuk permasalahan sampah ini
terus berkurang. Pengelolaan sampah yang baik diperlukan untuk menjawab
permasalahan ini. Tidak hanya dari unsur pemerintahan sebagai pemegang
kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bandung, namun juga dukungan dan kesadaran
masyarakat Kota Bandung untuk turut mengatasi permasalahan sampah ini.
Ada
berbagai metode pengelolaan sampah yang telah dihasilkan beberapa ahli dan ada
beberapa metode pengelolaan sampah juga yang telah diterapkan oleh pemerintah
untuk mengatasi permasalahan sampah ini. Penelitian ini pada awalnya akan
menggambarkan seluruh kebijakan pemerintah untuk pengelolaan sampah dan metode
pengelolaan sampah yang telah dilakukan. Kemudian dilakukan pencarian data dan
informasi dari masyarakat mengenai tanggapan dan tindakan yang dilakukan
masyarakat terkait dengan kebijakan pengelolaan sampah yang telah diterapkan.
Informasi ini akan memunculkan sejauhmana kebijakan pengelolaan sampah tersebut
dapat dilakukan masyarakat dan bagaimana efeknya terhadap kondisi masyarakat.
Langkah selanjutnya adalah dengan
menganalisis kemungkinan metode pengelolaan sampah yang dapat dilaksanakan
masyarakat Kota Bandung dan menghitung keefektifan dan keefisienannya. Setelah diperoleh
metode pengelolaan sampah yang cukup relevan dilaksanakan di masyarakat,
kemudian dilakukan analisis kemungkinan penerapannya melalui kebijakan yang
dibuat pemerintah dengan melakukan diskusi dan PRA dengan petugas di instansi
pemerintahan. Apabila dinilai memungkinkan, maka metode pengelolaan tersebut
akan menjadi usulan program dan kegiatan untuk dilakukan pemerintah Kota
Bandung melalui kebijakan dalam pengelolaan sampah di Kota Bandung.
Gambar
5. Diagram Alur Kegiatan
3.2.
Kebutuhan dan Analisis Data
Data
yang dibutuhkan untuk penelitian ini yaitu data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh langsung melalui wawancara dengan kuesioner, wawancara
mendalam (Indepth Interview), dan PRA
(Participatory Rural Apraisal). Data
sekunder diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik), dinas atau instansi
terkait berupa regulasi atau Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah, laporan-laporan
LSM/ NGO, penelitian-penelitian yang
telah dilakukan universitas, dan jurnal (studi literatur).
Analisis
data akan dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif.
Analisis deskriptif untk menggambarkan pengelolaan sampah yang telah
dilaksanakan di Kota Bandung dan dampaknya terhadap masyarakat. Sementara,
analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kebijakan pemerintah untuk
pengelolaan sampah yang telah dilakukan, kaitannya dengan efektivitas dan
efisiensi biaya pengelolaan. Kemudian dilakukan pula analisis untuk memunculkan
rekomendasi kebijakan dan metode pengelolaan sampah yang sesuai untuk
diterapkan di Kota Bandung.
3.3.
Lokasi dan Responden Penelitian
Lokasi penelitian akan dilakukan di Kota
Bandung. Kota Bandung memproduksi sampah rata-rata sebanyak 7.500 m3
setiap harinya. Dengan tingginya pertumbuhan penduduk dan kunjungan wisata
setiap akhir pekan menjadikan potensi sampah yang dihasilkan Kota Bandung akan
tetap tinggi dan dibutuhkan sebuah pengelolaan yang baik.
Jumlah penduduk Kota Bandung untuk
Tahun sebanyak jiwa. Sementara itu, Kota Bandung memiliki puluhan universitas
dan ratusan perusahaan yang menyerap pendatang dari luar daerah, puluhan
supermarket dan hypermarket, serta beberapa pasar tradisional sebagai sumber
yang berpotensi menghasilkan banyak sampah di Kota Bandung. Disamping itu,
setiap pekannya ribuan wisatawan datang ke Kota Bandung. Baik warga asli maupun
warga pendatang atau wisatawan berpeluang menambah volume sampah Kota Bandung.
Untuk itu, responden penelitian rencananya difokuskan kepada dua kelompok.
Pertama, warga asli Kota Bandung. Kedua, warga pendatang Kota Bandung, termasuk
mahasiswa, pekerja, dan wisatawan. Responden kelompok pertama terdiri dari ibu
rumah tangga, konsumen pasar modern (supermarket dan hypermarket), konsumen
pasar tradisional. Responden kelompok kedua terdiri dari mahasiswa pendatang,
karyawan pendatang, dan wisatawan.
Selain responden, penelitian didukung
juga informasi dari Key Informan. Key Informan terdiri dari petugas dari
instansi pemerintahan, pihak akademisi atau pakar permasalahan sampah, dan LSM
atau NGO yang fokus untuk
permasalahan sampah.
IV. PERENCANAAN OPERASIONAL
4.1. Organisasi Pelaksana
Penyusunan
organisasi pelaksana pekerjaan dimaksudkan untuk meciptakan sistem koordinasi
yang terkendali dan sebagai usaha untuk melaksanakan pekerjaan seoptimal
mungkin. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat berlangsung
lancar, efisien, terintegrasi, dan selesai secara tepat waktu dengan
menghasilkan keluaran seperti yang diharapkan.
Gambar 6. Struktur Organisasi Pelaksana Pekerjaan
4.2. Susunan Tim dan Uraian Tugas
Tenaga Ahli
Sesuai dengan
lingkup pekerjaan yang akan dilaksanakan, dan sesuai pula dengan kebutuhan
tenaga ahli yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan ini, seperti yang
tertuang dalam KAK, maka untuk melaksanakan pekerjaan ini akan dibentuk tim
yang terdiri dari para ahli yang sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Pembagian tugas dari masing-masing tenaga ahli adalah sebagai berikut :
1.
Ketua Tim (1 orang)
Ketua tim yang akan ditugaskan dalam pekerjaan ini
bertugas :
a)
Mengkoordinir seluruh
tenaga ahli yang dilibatkan dalam pekerjaan ini, dan mengendalikan jalannya
pelaksanaan pekerjaan.
b)
Menyusun rencana
pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan.
c)
Memantau, menilai, dan melaksanakan seluruh rencana kerja.
d)
Menginformasikan dan
mengatur keterlibatan seluruh tenaga ahli.
e)
Mempertanggungjawabkan
seluruh hasil pekerjaan kepada pihak Pemberi Tugas.
f)
Mengetuai pihak Tim Pelaksana Pekerjaan dalam diskusi-diskusi dengan pihak
Pemberi Tugas maupun instansi lain yang dianggap perlu.
g)
Memberikan arahan kepada
anggota tim lainnya dalam melakukan analisi
h)
Memimpin, mengarahkan dan
menetapkan arah proyek agar berjalan sesuai dengan tujuan akhir serta
standar-standar teknis dan perilaku operasi excelent.
i)
Bersama-sama dengan
tenaga ahli lainnya merumuskan rekomendasi.
2.
Ahli Perencanaan Pembangunan (1 orang)
Ahli
Perencanaan Pembangunan bertugas :
a)
Mereview studi-studi yang telah ada.
b)
Membuat perencanaan pengelolaan
sampah yang sesuai dengan kondisi Kota Bandung.
c)
Bersama-sama dengan
tenaga ahli lainnya merumuskan rekomendasi pekerjaan.
3.
Ahli Sosial (2 orang)
Ahli
Sosial bertugas untuk :
a)
Mereview studi-studi yang telah ada.
b)
Menyususn instrumen penelitian.
c) Membuat kajian dan menganalisa
tentang aspek-aspek soail yang berkaitan erat dengan
perubahan perilaku dan kesadaran masyarakat untuk
pengelolaan sampah di Kota Bandung.
d)
Bersama-sama dengan
tenaga ahli lainnya merumuskan rekomendasi.
4.
Ahli Sosiologi (1 orang)
Ahli
Sosiologi bertugas untuk :
a) Mereview
studi-studi yang telah ada.
b) Membuat kajian dan analisa
tentang aspek-aspek perubahan perilaku sosial, budaya, kebiasaan, kesadaran masyarakat, sebaran penduduk yang berkaitan erat dengan pengelolaan sampah di Kota Bandung.
c)
Bersama-sama dengan
tenaga ahli lainnya merumuskan rekomendasi.
5.
Ahli Lingkungan Hidup (2 orang)
Ahli
Lingkungan Hidup bertugas untuk :
a)
Mereview studi-studi yang telah ada.
b)
Menyususn instrumen penelitian.
c)
Melakukan analisis dari
kebijakan pemerintah yang telah diterapkan untuk pengelolaan sampah di Kota
Bandung.
d) Menyusun metode pengelolaan sampah yang sesuai.
e)
Bersama-sama dengan
tenaga ahli lainnya merumuskan rekomendasi.
Tenaga ahli yang dilibatkan sebanyak 7 (tujuh) orang, terdiri dari
1 (satu) orang ketua dan 6 (enam) orang anggota yang merupakan ahli-ahli pada
bidangnya. Pelaksanaan pekerjaan ini diperkirakan akan selesai dengan waktu
selama 3 (tiga) bulan. Tim ahli dibantu oleh tenaga lapangan untuk pencarian
data sekunder dan wawancara dengan kuesioner dengan jumlah tenaga lapangan
sebanyak 6 (enam) orang. Tim ahli juga dibantu oleh tenaga pendukung, yang
terdiri dari 1 (satu) orang tenaga sekretaris dan 1 (satu) orang tenaga
administrasi.
4.3.
Rencana Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian
ini direncanakan akan selesai selama 3 (tiga) bulan dimulai dari hari pertama
pelaksanaan pekerjaan. Untuk detail kegiatan dapat dilihat pada jadwal
pelaksanaan kegiatan.
Tabel 1. Jadwal
Pelaksanaan Penelitian
No.
|
Kegiatan
|
Waktu
Pelaksanaan
|
|||||||||||
Bulan
Ke-1
|
Bulan
Ke-2
|
Bulan
Ke-3
|
|||||||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
I
|
II
|
III
|
IV
|
||
1.
|
Persiapan dan penyusunan proposal
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2.
|
Pengusunan instrumen penelitian
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
|
Pengumpulan data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4.
|
Verifikasi data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Pengolahan data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6.
|
Analisis data
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7.
|
Penulisan laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8.
|
Seminar hasil laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9.
|
Perbaikan laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10.
|
Penggandaan laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2 komentar:
140assalamualaikum wr wb
keren dengan pengolahan sampah nya mohon bonbingan nya
trima kasih
Kami RAJA PLASTIK INDONESIA menjual berbagai macam jenis tempat sampah plastik ke seluruh kota Indonesia, Klik website kami di http://www.rajaplastikindonesia.com atau http://www.tempatsampahplastik.net atau Telp: 021-87787043
Posting Komentar