Rabu, 20 November 2013

PERCEPATAN SELANG WAKTU TANAM PADI SAWAH DENGAN BANTUAN BAKTERI PELUMAT JERAMI

I.  PENDAHULUAN

 I.1.    Latar Belakang
Berkembangnya sistem pertanian modern ditandai dengan perubahan orientasi pada pemanfaatan sumber daya lokal seperti pemberian pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit tanaman yang ramah lingkungan, serta usaha-usaha lain yang mendorong meningkatnya pendapatan petani serta terciptanya nilai tambah produk yang dihasilkan. Seiring dengan perkembangan tersebut, harus ada upaya dan teknologi maju untuk mengiringi dan memfasilitasi usaha petani dalam menciptakan dan menerapkan sistem pertanian modern di lahan sawah.
Salah satu pemanfaatan sumber daya lokal yang paling dekat dengan petani yaitu pemanfaatan limbah jerami setelah panen untuk digunakan sebagai bahan baku pupuk organik dengan cara pengomposan. Limbah jerami yang ada saat ini sebagian besar dimusnahkan petani dengan cara dibakar. Pembakaran jerami ini mengakibatkan berbagai hal seperti terciptanya CO2 (polusi udara), rusaknya tanah (struktur dan tekstur tanah) di lahan yang dibakar, menurunkan tingkat kelembaban tanah, serta matinya organisme tanah yang bermanfaat untuk kesuburan tanah.
Pembakaran jerami yang dilakukan petani biasanya masih menyisakan jerami dna tunggul padi yang tidak ikut terbakar. Sisa jerami dan tunggul padi tersebut apabila tidak dilakukan pengomposan segera, maka jerami dan tunggul padi yang tersisa tersebut akan ikut dalam pengolahan lahan sehingga jerami dan tunggul padi bercampur dengan tanah. Jerami dan tunggul padi yang telah bercampur dengan tanah dan terairi kemudian akan mengalami proses pembusukan. Proses pembusukan ini biasanya terjadi pada saat bibit padi telah ditanam sehingga menyebabkan kuningnya bibit padi tersebut. Antisipasi petani atas kondisi menguningnya bibit padi tersebut dilakukan dengan aplikasi Urea. Hal inilah yang dapat menyebabkan kebutuhan Urea (pupuk kimia) semakin meningkat.
Oleh karena itu, pengomposan terhadap jerami dan tunggul padi pasca panen merupakan upaya yang sangat mudah dan secara nyata dapat menguntungkan petani dari berbagai hal. Upaya pengomposan yang saat ini dirasakan paling efektif yaitu dengan menggunakan bantuan bakteri untuk mempercepat proses pengomposan. Prakarsa ini menawarkan solusi bagi petani padi sawah untuk menangani jerami dan tunggul padi dengan bantuan bakteri yang mempercepat proses pengomposan jerami dan tunggul padi serta berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah.

 I.2.    Tujuan dan Manfaat prakarsa yang diajukan
Tujuan prakarsa ini yaitu:
1.    Mempersiapkan lahan sawah untuk ditanami padi secara cepat.
2.    Menanggulangi limbah jerami pasca panen padi sawah tanpa pembakaran.
3.    Memanfaatkan jerami sebagai penyedia unsur hara yang dibutuhkan tanaman padi.

Adapun manfaat yang diharapkan dari prakarsa yang diajukan ini adalah:
1.  Memberikan peluang bertambahnya pola tanam dalam satu tahun dan atau mencegah kehilangan waktu tanam padi sawah yang disebabkan oleh gagalnya benih yang ditanam.
2.      Berkurangnya polusi udara yang disebabkan dari pembakaran jerami di lahan sawah.
3.  Menurunkan penggunaan pupuk kimia oleh petani karena tersedianya unsur hara yang melimpah di lahan sawah.

I.3.    Kontribusi yang diharapkan untuk Jawa Barat
Prakarsa ini apabila dilaksanakan secara baik dan sesuai prosedur yang ditetapkan, maka akan ada kontribusi yang nyata untuk masyarakat pertanian Jawa Barat. Kontribusi tersebut yaitu:
1. Meningkatkan produktivitas padi sawah sehingga meningkatkan pula pendapatan dan kesejahteraan petani. Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan nilai IPM (Indeks Pembangunan Manusia) masyarakat Jawa Barat.
2.   Mempercepat penanaman padi sawah sehingga petani dapat menambah pola tanamnya serta dapat mengantisipasi kegagalan benih padi yang ditanam. Kondisi ini dapat juga meningkatkan nilai IPM masyarakat Jawa Barat.
Mengantisipasi pembakaran jerami yang biasa dilakukan oleh petani sehingga dapat menurunkan kadar CO2 yang dihasilkan atau dapat menurunkan dan atau menghilangkan salah satu sumber polusi udara.


II.  PRAKARSA

 II.1.    Kondisi masyarakat yang menjadi pencetus prakarsa
Luas lahan sawah di Jawa Barat lebih dari 930 ribu hektar dengan petani penggarap yang sebagian besar belum melakukan pengomposan terhadap jerami dan tunggul padi yang dihasilkannya. Menurut Kim dan Dale (2004) dalam http://lemahlanang.wordpress.com/2013/01/23/kandungan-jerami-padi/ menyebutkan bahwa potensi jerami yang dihasilkan dari pasca panen usahatani padi sawah yaitu 1,4 kali dari hasil panennya. Jadi apabila hasil panen petani (GKG) sekitar 6 Ton per ha, maka jerami yang dihasilkan sekitar 8,4 Ton per ha. Apabila luas lahan sawah Jawa Barat mencapai 930 ribu hektar, maka jerami yang tersedia sekitar 7,8 juta Ton.
Namun apabila jerami tersebut dapat dibuat pupuk kompos dengan rendemen 60 %, maka potensi petani Jawa Barat menghasilkan kompos sebanyak 4,7 juta Ton kompos jerami. Potensi tersebut sangat besar dan akan mengurangi penggunaan pupuk kimia yang dilakukan petani sehingga biaya usahatani padi sawah akan berkurang dengan kemungkinan hasil yang lebih berkualitas.

 II.2.    Pemecahan masalah yang ditawarkan melalui prakarsa
Jerami dan tunggul padi yang berada di lahan sawah mutlak harus dikompos sehingga tidak mengganggu perkembangan dan pertumbuhan tanaman padi selanjutnya. Pengomposan jerami lebih efektif dilakukan di lahan sawah dengan bantuan bakteri dengan aplikasi cukup dilakukan perendaman. Teknik pengomposan dahulu yang pernah diujicoba petani pada akhirnya tidak dapat dilanjutkan karena teknis yang menyulitkan petani dalam memindahkan jerami dari lahan sawah dan kemudian memotong jerami tersebut. Dengan bantuan bakteri pengomposan yang hidup dalam air, cukup dengan merendam jerami tersebut dan menunggu sampai hari ketujuh dimana jerami tersebut akan lumat dimakan bakteri dan lahan sawah akan mudah diolah.
Prakarsa ini mengenalkan bakteri yang efektif untuk pengomposan jerami secara cepat dengan hasil yang memuaskan dan signifikan bagi peningkatan produktivitas padi petani sehingga pembakaran jerami oleh petani dapat dihindari. Banyak keuntungan yang diperoleh ketika petani memutuskan untuk tidak membakar jeraminya.
  
II.3.    Landasan teori
1.    Pertanian Organik
Pertanian organik adalah sistem manajemen produksi terpadu yang menghindari penggunaan pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah, dan air. (Sumber: http://taniternakbudidaya.blogspot.com/2012/12/memahami-sistem-pertanian -organik.html)
Sistem Pertanian Organik ini bermanfaat untuk:
a)  Tanaman yang dihasilkan bebas dari residu atau sisa-sisa pestisida dan bahan kimia lainnya yang disebabkan oleh aktifitas pemupukan.
b)  Tanaman yang dihasilkan lebih sehat dan segar.
c)  Tanaman yang dibudidayakan secara ogannik ini mampu menjaga kelestarian dan keseimbangan alam.
Budidaya tanaman dengan sistem pertanian organik ini pada dasarnya adalah menghindari segala pemakaian bahan kimia terhadap tanah maupun tanaman. Penerapan dari sistem pertanian organik ini adalah:
a)  Penggunaan bahan alami untuk kesuburan tanah.
b)  Tidak menggunakan bahan kimia dalam budidaya.
Pertanian Organik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a)  Menyuarakan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi berkesinambungan.
b)  Aspek alamiah dan kondisi lingkungan sekitar merupakan sumber penunjang produksi yang utama.
c)  Mengurangi penggunaan bahan penunjang dari luar.
d)  Rotasi tanaman.
e)  Sistem budidaya secara tumpang sari atau polikultur.
f)   Pengendalian OPT secara biologis.
g)  Varietas tanaman yang resisten.
h)  Tidak menggunakan zat kimia.
i)   Mencegah erosi dan Pengelolaan air.
j)   Daur ulang nutrisi atau unsur hara dari dalam tanah.
2.    Pengomposan
Kompos merupakan campuran pupuk dari bahan organik yang berasal dari tanaman (jerami, batang jagung, kacang tanah, kedelai, buah, sampah kota, dan kelapa sawit) atau hewan atau keduanya yang telah melapuk sebagian dan dapat berisi senyawa-senyawa lain seperti abu dan kapur (Sumber: Kementan RI, 2009).
Bahan organik tidak dapat secara langsung diserap oleh tanaman karena rasio C/N bahan organik segar masih tinggi (jerami 50-70, dedaunan 50-60, kayu-kayuan >400) sehingga bahan organik tersebut harus dikompos. Prinsip pengomposan yaitu menurunkan rasio C/N bahan organik.
Pengomposan dapat dilakukan pada kondisi aerob (dengan oksigen) dan anaerob (tanpa oksigen). Pengomposan biasa dapat dilakukan dengan metode indore (pengomposan dilakukan di lubang), metode heap (pengomposan dilakukan di permukaan tanah), metode barkeley (pengomposan dengan bahan dasar organik kaya selulosa dan kaya nitrogen), dan metode vermikompos (pengomposan dengan memanfaatkan cacing tanah).
Pengomposan pada jerami dan tunggul padi ini dilakukan langsung di lahan sawah (digolongkan dengan metode heap) sehingga pengomposan dilakukan secara aerob dan dibutuhkan bakteri aerob pula.
Pengomposan jerami yang dilakukan untuk setiap tonnya dapat menghasilkan kandungan unsur hara setara dengan 41,3 kg Urea, 5,8 kg SP36, dan 89,17 kg KCl atau setara dengan 136,27 kg NPK. (Sumber: http://lemahlanang. wordpress.com/2013/01/23/kandungan-jerami-padi/)

 II.4.    Kelebihan/ keunggulan prakarsa yang diajukan dibandingkan dengan pemecahan masalah yang pernah/ sedang dilakukan
Keunggulan pengomposan dengan menggunakan bantuan bakteri ini dan dilakukan langsung di lahan sawah tentu jauh lebih efektif dari pengomposan yang telah dilakukan sebelumnya. Berikut keunggulan pengomposan dengan menggunakan bakteri:
1.    Waktu pengomposan dapat dilakukan secara singkat yaitu selama 7 hari sehingga memungkinkan percepatan masa tanam padi sawah.
2.    Cara penyiapan lahan sawah dan jerami untuk aplikasi bakteri sangat mudah, cukup didiamkan di lahan sawah kemudian digenangi dengan air.
3.    Cara aplikasi bakteri sangat mudah yaitu dengan dilarutkan dalam air kemudian disemprotkan merata ke seluruh permukaan lahan sawah untuk memperoleh hasil yang efektif.
4.    Memudahkan pengolahan lahan/ traktor kedua karena jerami sudah lumat dan cepat hancur.
5.    Pengomposan dalam lahan sawah merangsang tumbuhnya gulma sehingga pada saat pengolahan lahan/ traktor kedua, gulma tersebut akan mati karena tergilas traktor kemudian gulma tersebut terurai kembali oleh bakteri pengomposan yang masih ada di lahan sawah.
Menciptakan lahan sawah yang organis, yang dipenuhi mikroorganisme yang menguntungkan untuk tanaman padi karena lahan sawah terhindar dari pembakaran dan bahan kimia.


III.  IMPLEMENTASI
  
III.1.  Prasyarat sosial, ekonomi dan/atau teknis
1.    Sosial
Sebagian besar masyarakat petani di Jawa Barat belum melakukan pengomposan pada jerami hasil panennya. Jerami yang dihasilkan biasanya dibakar. Ada juga beberapa diantaranya (dalam jumlah kecil) yang memanfaatkan jerami untuk campuran pakan ternak dan media tanam jamur.
Perubahan pola dan perilaku petani ini memang membutuhkan waktu yang cukup lama. Para ahli mencatat, di negara maju sekalipun perubahan perilaku budidaya petani membutuhkan waktu 15 tahun kecuali dengan memakai rangsangan/ stimulan. Stimulan inilah yang kemudian menjadi patokan tonggak perubahan cara atau perilaku petani dalam berbudidaya. Stimulan dapat berupa pemberian sampel produk atau dilakukan demplot di lokasi-lokasi strategis yang informasinya dapat dijangkau petani secara menyeluruh.
Disamping itu, ada juga perilaku petani dimana petani harus melihat dan merasakan baik oleh sendiri ataupun teman petani lainnya atau tokoh/ kontak tani hasil dari sebuah prakarsa. Setelah itu, dengan sendirinya petani akan mengikuti.
2.    Ekonomi
Apabila tidak dilakukan pengomposan, maka unsur hara setara dengan 136,27 kg NPK akan terbuang sia-sia. Disamping itu, petani akan meningkatkan pemakaian pupuk Urea karena aktivitas pembusukan/ pengomposan jerami yang telat pada saat bibit padi telah ditanam di lahan.
Sebuah penelitian di negara Thailand menyebutkan hasil dari kegiatan pengomposan melalui bantuan bakteri ini dapat menurunkan penggunaan pupuk kimia sampai 50 % dan meningkatkan produktivitas sebesar 20 % sehingga dapat disimpulkan upaya pengomposan jerami dengan bantuan bakteri secara ekonomi menguntungkan petani karena dapat menekan pengeluaran biaya usahatani dan biaya tenaga kerja.

3.    Teknis
Aplikasi pengomposan jerami dan tunggul padi yang dilakukan pada lahan sawah pasca panen sebenarnya mengikuti proses pengolahan lahan sawah yang dilakukan petani. Setelah panen, biasanya petani melakukan traktor pertama (dikenal dengan istilah “ngagelebeg”) kemudian didiamkan selama 1 sampai 2 bulan. Setelah itu dilakukan traktor kedua, meratakan, dan penggarisan untuk kegiatan tanam (“tandur”).
Aplikasi produk bakteri pengomposan dilakukan setelah lahan sawah ditraktor pertama (“digelebeg”) dan lahan sawah digenangi air sampai jerami dan tunggul padi tenggelam. Hasil dari pengomposan dengan bakteri ini akan terlihat pada hari ke-5 dan hasilnya tanah sudah dapat diolah pada hari ke-7 untuk kemudian dilakukan traktor kedua dan seterusnya sampai tanam/ “tandur”.
Aplikasi pengomposan dengan bantuan bakteri ini akan sangat membantu dan sangat mendukung juga teknologi yang diterapkan saat ini yaitu metode SRI (System of Rice Intensification) karena lahan sawah sudah akan siap dalam waktu 7 hari setelah pengolahan lahan pertama dilakukan. Sementara dalam metode SRI, bibit sudah akan siap ditanam dalam waktu 10 hari sehingga aplikasi pengomposan jerami melalui bantuan bakteri ini sangat dibutuhkan.
  
III.2.  Lembaga/Instansi Pemerintah dan/atau swasta yang perlu ambil bagian dalam implementasi
Lembaga/ instansi pemerintah yang perlu diambil dalam bagian implementasi prakarsa ini diantaranya:
1.    Kementrian Pertanian
2.    Dinas Pertanian Propinsi
3.    Dinas Pertanian setiap Kabupaten
4.    BPTP
Sementara lembaga swasta yang perlu ambil bagian dalam implementasi yaitu produsen atau distributor dari produk bakteri pengompos tersebut. Pihak swasta sementara ini yang penyusun ketahui yaitu PT. Multi Sarana Sejahtera.
III.3.  Langkah strategis untuk implementasi prakarsa dan cara/metode implementasi
1.    Langkah strategis implementasi prakarsa
Implementasi sebuah prakarsa tentunya harus dikaji terlebih dahulu dengan pengelompokkan (klaster) lokasi-lokasi berdasarkan early adapter dan late adapter. Perlakuan terhadap petani early adapter dan late adapter tentunya berbeda. Perbedaan inilah yang menentukan jumlah stimulan yang harus diberikan terhadap kedua kelompok petani tersebut. Untuk lebih jelasnya, langkah strategis yang diambil dalam implementasi prakarsa ini yaitu sebagai berikut:
a)     Pengelompokkan (klaster) lokasi-lokasi petani berdasarkan karakteristik petani early adapter dan petani late adapter.
b)     Penyuluhan atau Sekolah Lapang tentang manfaat dan cara/ teknik pengomposan dengan bantuan bakteri di kedua lokasi tersebut. Pelaksanaan Penyuluhan atau Sekolah Lapang ini dapat disandingkan dengan pelaksanaan kegiatan Penyuluhan atau Sekolah Lapang lainnya, seperti SLPHT atau SLPTT atau SL SRI. Kegiatan ini lebih baik diiringi juga dengan ujicoba lapangan.
c)      Pemberian stimulan berupa pemberian demplot di lokasi petani late adapter.

2.    Cara/ metode implementasi prakarsa
a)    Pengelompokkan (klaster) lokasi petani.
Pengelompokkan jenis petani menurut lokasi petani ini berdasarkan dari program yang telah diberikan sebelumnya. Apabila di suatu wilayah, tingkat penyerapan petani untuk inovasi sebuah teknologi cukup tinggi, maka cukup diberikan penyuluhan atau Sekolah Lapang pengomposan dengan disertai ujicoba lapang. Biasanya petani early adapter akan dengan mudah mengikuti setelah melihat contoh yang diberikan pada kegiatan penyuluhan atau Sekolah Lapang tersebut. Bahkan beberapa petani biasanya melakukan ujicoba sendiri untuk menegaskan ke kelompok taninya akan manfaat dari pengomposan dengan menggunakan bakteri ini.
Apabila wilayah lain terkategori sebagai wilayah petani late adapter, maka tidak hanya cukup dengan penyuluhan atau Sekolah Lapang pengomposan. Perlu adanya stimulan lain berupa demplot atau lahan petani yang diujicoba. Tentunya dilakukan terlebih dahulu CPCL (Calon Penerima Calon Lokasi) sehingga ujicoba dilakukan di lahan sawah yang tepat dan dihadiri petani secara keseluruhan sehingga informasinya cepat menyebar dan merata.
b)   Penyuluhan atau Sekolah Lapang pengomposan dengan bantuan bakteri.
Penyuluhan atau Sekolah Lapang pengomposan dengan menggunakan bantuan bakteri ini cukup diikutkan pada Penyuluhan atau Sekolah Lapang lainnya yang akan atau sedang berjalan. Hal ini dimaksudkan disamping untuk menekan anggaran biaya, materi pengomposan ini cukup singkat dan simpel serta yang lebih penting lagi dapat dilihat hasilnya di lapangan sehingga setiap penjelasan materi pengomposan menggunakan bakteri ini alangkah baiknya disertai dengan ujicoba di lapangan.
Metode penyampaian informasi mengenai pengomposan dengan menggunakan bakteri ini pun dilakukan secara pemaparan dan diskusi/ dialog aktif dengan petani. Dari kegiatan ini diharapkan munculnya upaya-upaya pengomposan yang telah dilakukan petani sehingga alternatif upaya pengomposan dengan menggunakan bakteri ini berpeluang menjadi calon solusi yang selama ini dicari petani.
c)    Pemberian demplot.

Pemberian demplot dilakukan dengan memberikan produk bakteri secara gratis atau subsidi. Demplot dilakukan dalam waktu yang cukup singkat sehingga diharapkan petani lebih fokus/ konsentrasi agar lebih mengerti prinsip-prinsip pengomposan dengan menggunakan bakteri. Pertemuan demplot ini dilakukan pada hari aplikasi (hari ke-1) dan pertemuan selanjutnya dilakukan pada hari ke-3 (untuk mengetahui dan memastikan bakteri bekerja dengan baik), hari ke-5 (untuk mengecek kondisi tanah dan jerami), dan hari ke-7 (untuk melihat hasil aplikasi pengomposan menggunakan bakteri). Perlu diketahui dan dicatat, setiap demplot harus ada kontrol/ pembanding lahan sawah yang tidak dikompos dan atau lahan sawah yang tidak diaplikasikan bakteri. Hal yang paling penting dalam pelaksanaan pemberian demplot ini yaitu penjelasan mengenai cara aplikasi yang sangat mudah (tidak merepotkan petani) yang harus diperhatikan petani sehingga tidak salah kaprah dalam realisasinya.


IV. KESIMPULAN
  
Kesimpulan yang dapat diambil dari upaya implementasi prakarsa percepatan selang waktu tanam padi sawah dengan bantuan bakteri pelumat jerami yaitu:
1.    Selang waktu tanam padi sawah dengan bantuan bakteri pelumat jerami cukup selama 7 hari sehingga dapat memberikan kesempatan kepada petani untuk menambah pola tanam setiap tahunnya serta memberikan waktu untuk mengantisipasi bibit padi yang gagal ditanam.
2.    Limbah jerami dapat dimanfaatkan untuk campuran pakan ternak, campuran media tanam jamur, dan pupuk kompos. Pengomposan jerami dilakukan dengan cara yang sangat mudah karena lahan sawah yang dipenuhi dengan jerami cukup digenangi dengan air dan diaplikasikan bakteri ke dalamnya.
3.    Jerami yang dimanfaatkan dengan cara pengomposan dapat menghasilkan unsur hara setara dengan 136,27 kg NPK untuk setiap ton jerami yang dikompos. Semakin banyak jerami yang dikompos, maka kebutuhan pupuk kimia akan semakin sedikit.

V.  DAFTAR PUSTAKA
  
Berkelar, Dawn. Sistem Intensifikasi Padi (The system of Rice Intensificasion – SRI): Sedikit dapat Memberi Lebih Banyak. http://www.elsppat.or.id/download/ file/SRI-echo%20note.htm. Diakses pada: 19 Mei 2013.
Indoagrow. Beberapa Metode Pengomposan. http://indoagrow.wordpress.com/ 2012/02/10/beberapa-metode-pengomposan/. Diakses pada: 19 Mei 2013.
Kandungan Jerami Padi. http://lemahlanang.wordpress.com/2013/01/23/ kandungan-jerami-padi/. Diakses pada: 19 Mei 2013.
Konsep Pedoman Teknis Pengembangan System of Rice Intensification TA. 2012. Kementrian Pertanian. 2012.
Memahami Sistem Pertanian Organik. http://taniternakbudidaya.blogspot.com/ 2012/12/memahami-sistem-pertanian-organik.html. Diakses pada: 14 Mei 2013.
Petunjuk Pelaksanaan Unit Pengelolaan Benih Sumber Tanaman. BPTP, Kementrian Pertanian. 2011.
Prinsip-Prinsip Pertanian Organik. International Federation of Organic Agriculture Movements. 2012.
Teknis Pembuatan Kompos. Kementrian Pertanian. 2009.

2 komentar:

@timanpermana mengatakan...

Ya setuju sekali, memang sudah seharusnya petani moderen memahami sistem organik, paling tidak semi organik aja dulu. "Selamatkan bumi ini, mulai dari diri sendiri"

Unknown mengatakan...

Bisa beli ato mendapatkan bakteri pelumat jerami dimana.. saya tinggalkan nomor. 081328454679